Elbara : Melts The Coldest Heart

Perbincangan Bian Priska



Perbincangan Bian Priska

0Disty menatap berbagai macam camilan yang dibawa Nika setelah cewek itu sudah pulang berbelanja makanan ringan.     
0

Tatapannya kosong, pikirannya pun juga menjalar kemana-mana seperti tidak berada di dunia nyata saking kepikirannya saat ini.     

Nika menatap Disty sengan kedua bola mata yang dibuat sipit, menelusuri ada apa dengan sahabatnya sampai melamun seperti itu. Dengan pikiran yang berjalan, ia mengambil kripik yang berada di kemasan lalu di lempar ke arah cewek yang duduk di seberangnya.     

"Woy, ngelamun aja di ambil setan lo." ucapnya sambil tertawa begitu melihat ekspresi terkejut yang diperlihatkan Disty karena lemparan kripik yang diluncurkan olehnya.     

Mendengar itu, Disty mendengus. "Apaan sih lo? Gangguin lamunan gue aja dah jadi orang." balasnya dengan sebal, di akhiri dengan decakan kecil yang terdengar.     

Mengubah posisi duduknya yang tadi agak merosot, Disty menghembuskan napas. Pikirannya telah buyar, ia tidak memikirkan mengenai apa konsekuensi yang terjadi selanjutnya.     

Pasti akan ada banyak pertanyaan mengapa ia mengatakannya pada El, iya kan? Jawabannya karena ia ingin menindak lanjuti hal ini, takutnya semakin di diami, Priska akan semakin tidak puas dan pada akhirnya menutup diri dan melakukan hal yang tercela lagi.     

Nika menghentikan tawanya, terasa kalau ia akan segera menangis karena saking puasnya membuat Disty terkejut. "Abisnya lo ngapain bengong? Banyak utang apa gimana dah?" tanyanya, melanjutkan sambil menyuapi kripik singkong ke dalam mulutnya satu persatu.     

Mereka kini tengah berada di ruang televisi, menguasai benda elektronik yang menambilkan berbagai macam siaran.     

"Lagi mikir apa aja boleh yang penting oke, lagian ngapain sih lo kepo banget sama apa yang gue pikirin?"     

"Bukannya gitu, oneng. Nanti lo kalau kebanyakan ngelamun, takutnya udah ada di alam lain di seret sama setan. Ya buat antisipasi aja,"     

"Kalau ngomong lo mah suka ngada-nada, mana ada bengong doang di tarik setan? Lo kali ya setannya."     

Disty menggelengkan kepala. Melihat Nika yang kembali fokus dengan acara yang di tonton membuat dirinya melihat ke kanan dan ke kiri. "Woy Ka, dimana Priska?" tanyanya dengan penasaran. Tadi Nika yang menghilang, sekarang Priska, apa setelah ini dirinya?     

Mendengar pertanyaan itu, menjadikan Nika menolehkan kepala sekilas ke arah Disty diikuti dengan bahunya yang terangkat. "Gak tau, tadi sih izinnya dia mau ke kamar. Urusan mau ngapa-ngapainnya ya gue gak tau." balasnya, terfokus kembali ke layar televisi.     

Disty menganggukkan kepalanya beberapa kali, ia tidak banyak berbicara atau bertanya lagi kepada Nika. Tanpa banyak basa basi, ia langsung saja beranjak dari duduk dan berjalan meninggalkan Nika yang sepertinya juga tidak sadar dengan kepergiannya saat ini.     

Ia penasaran, berjalan menaiki satu persatu anak tangga untuk menuju ke kamar Priska yang berada di lantai dua. Sebenarnya, ia hanya ingin membicarakan mengenai apa saja yang akan mereka lakukan setelah ini. Bukan untuk jujur kalau dirinya telah membocorkan rahasia besar cewek itu kepada El, ya itu adalah kesalahan terbesar di saat memberitahukan rahasia sahabat pada orang lain.     

Sesampainya di depan pintu kamar Priska, ternyata pintunya tidak benar-benar tertutup rapat. Dan terdengar kalau di dalam sana Priska tengah berbincang dengan seseorang. Mungkin seseorang yang berada di panggilan telepon.     

Dengan rasa penasaran, Disty mulai mendekatkan diri ke pintu, namun di arah yang tidak terlalu kelihatan kalau dirinya tengah mengintip. Menyandarkan tubuh pada dinding, setelah itu mulai memasang telinga lebar-lebar agar dapat menyimak pembicaraan.     

Sedangkan di dalam ruangan ..     

Priska berdiri resah sambil menatap pantulan tubuhnya di cermin yang menyorot tubuhnya dari atas sampai bawah. Ia menghigit bibir dalam dengan perasaan yang berdebar, sungguh.     

"Lo serius gak mau minta maaf?" tanya Priska pada orang di seberang sana, bahkan menghembuskan napasnya dengan perlahan.     

Terdengar napas berat di seberang sana. "Gak, gue mana mau minta maaf sama El. Lo oneng sih udah bilang sama Disty dan Nika, gimana kalau mereka berdua cepu banget?" balasnya yang seperti frustasi, bahkan kemungkinan besar sama cemasnya dengan Priska.     

"Ya gimana anjir, mereka berdua temen gue, bukan temen bahkan sahabat. Gue tuh gak pernah main rahasia-rahasiaan, makanya gue bongkar walaupun telat. Lo seharusnya tau lah gimana ada di posisi gue, Bian."     

"Gak, gue gak tau, Ka. Gue gak tau rasanya punya hati iblis kayak lo, gue gak tau."     

"Tapi secara gak langsung, lo udah jadi iblis, Bian. Lo udah nyelakain El, sampai patah tuh tangannya. Lo gak ngerasa atau pura-pura polos?"     

Akhirnya, karena kepalang kesal pun Priska melangkahkan kaki dan mendaratkan tubuhnya ke atas kasur. Ia memandang langit-langit kamar, terasa kalau pandangannya menerawang. "Huft, sorry ya udah marah-marah sama lo." ucapnya lagi, ia merasa bersalah.     

Ketika sudah ada perjanjian dengan kesepakatan serupa di awal, seharusnya di akhiran tidak perlu ada main salah-salahan seperti ini disaat rencana mereka melenceng dari perjanjian.     

Suara Bian yang terdengar berat di seberang sana pun terdengar. "Ya udah, lo pastiin kalau Disty sama Nika gak bakalan bocor ke El. Lo tau sendiri kalau kedua sahabat lo itu sedikit oneng, apalagi Nika yang bisa sewaktu-waktu keceplosan." ucapnya.     

Tentu saja Bian cemas, bagaimana tidak? Seorang yang sudah masuk ke dalam tindakan kriminalitas seperti dirinya bisa saja mendapatkan sanksi. Ia takut, tentu saja.     

"Gue bisa pastiin, sahabat gue sendiri masa mau jatuhin gue? Gak bakal lah. Gue bisa cerita sama Disty dan Nika, karena gue percaya mereka gak bakalan pernah bisa bocor ke El atau siapapun."     

"Lo percaya? Gimana kalau mereka ngekhianatin lo, Ka? Gue aja gak yakin mereka berdua bisa jaga rahasia, lo sendiri yang bilang waktu kita buat perjanjian di awalan."     

"Kalau ada yang khianatin gue, ya mau gimana? Dia sahabat gue, yang gak mungkin banget kalau gue marah sama dia gila. Tapi gue sih sifatnya bakalan berubah kalau di gituin."     

Terdengar helaan napas dari Bian di seberang sana. "Ya udah, lo berani jamin, kan? Nanti kita urus sama-sama, makasih nih ya lo udah jujur kalau lo ngasih tau Disty dan Nika. Gue matiin teleponnya."     

Pip     

Panggilan telepon pun berakhir membuat Priska langsung meletakkan ponsel di samping tubuhnya karena sudah selesai dipergunakkan.     

Ia memandang langit-langit kamar, masih menatapnya dengan sorot pandang yang lekat. "Gimana kalau salah satu dari sahabat gue bocor ke El ya? Pasti semuanya langsung ancur, gue belum siap masuk penjara." ucapnya, berpikir.     

Seseorang yang mendengar itu dari luar kamar pun mengerjapkan kedua bola matanya, merasa bersalah.     

'Maaf Ka kalau gue udah bocor ngasih tau ke El, tapi ini buat kebaikan lo sendiri.'     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.