Elbara : Melts The Coldest Heart

Menunda Keresahan Hati



Menunda Keresahan Hati

0Di percepat.     
0

Malam hari sudah tiba, dan sesuai dengan perkataanya kalau Reza dan Mario harus pulang ke rumah masing-masing. Kini, dengan luaran kemeja yang membalut kaos polos di tubuhnya juga tidak melupakan celana jeans sebagai bawahan, tampilannya benar-benar keren.     

"Kak Bara, hei woy woy nengok dong. Kak Bara, mau kemana?"     

Tiba-tiba, terdengar suara Alvira yang heboh. Membuat El yang tadinya tengah menatap cermin langsung membalikkan tubuh untuk menatap wajah sang adik. "Kepo lo masih kecil kepo." balasnya sambil terkekeh.     

Mendengar jawaban El yang sangat menyebalkan membuat Alvira mendengus. "Ih nyebelin banget jadi orang, Vira kan cuma nanya gitu doang gak mau bales dasar." ucapnya yang seolah-olah marah sambil menyilangkan kedua tangan di depan dada.     

El tertawa ringan, setelah menghentikan tawanya pun menatap Alvira dengan sedikit lekat. "Mau ke rumah Nusa, mau main disana, kenapa?" jawabnya, lalu beralih menggulung lengan kemeja yang memang berlengan panjang sampai ke siku.     

"Jalan-jalan terus Alvira gak di ajak."     

"Ya gak usah lah, lo ngapain ikut gue pacaran? Jangan jadi nyamuk, gue mau berduaan sama Nusa."     

"Iya elah enggak, takut banget di ganggu."     

Alvira menjulurkan lidah ke arah El, meledek cowok yang menyebalkan itu. Ia menatap sang kakak dari atas sampai bawah, tatapannya menelit. "Ganteng," pujinya sambil menganggukkan kepala serta memberikan dua ibu jari miliknya ke hadapan El.     

"Masa? Lo bujuk gue apa gimana? Kalau niat lo muji gue biar gue ajak, sorry gak mempan." balas El yang sudah menanamkan pemikiran.     

"Yeeee Kak Bara sok tau banget, udah gitu nuduhnya juga gak bener. Siapa yang mau di ajak? Siapa juga yang mau ikut? Gak ada. Bener kata Kakak, mendingan juga Vira duduk manis di kamar buat Drakor-an. Hari ini aku udah nyelesaiin banyak episode loh," ucap Alvira yang menentang tebakan El yang lebih menjerumus ke sebuah kecurigaan.     

"Bagus deh, awas aja lo begadang."     

Mengingat Alvira yang sudah sekali tidur hampir menyentuh jam 3 pagi, tentu saja membuat El marah. Apalagi, kalau sang adik begadang saat besoknya harus bersekolah, pasti cewek itu hanya tidur beberapa jam karena jam 6 sudah harus bangun. Poin plusnya, Alvira bisa menjaga kesehatan kantung mata dengan skincare sehingga wajahnya masih saja terlihat segar walaupun terkadang suka sekali begadang.     

Alvira mendengus, setelah itu mulai mendaratkan bokong di tepian kasur. Ia menatap kalau potretnya bersama El terdapat di bingkai berukuran sedang yang di letakkan di atas nakas. Senyumannya pun hadir kala melihat fotonya di pajang, walaupun di sampingnya ada bingkai yang memperlihatkan foto Nusa yang tersenyum dengan cantik menawan dan juga natural.     

Untuk saat ini, Alvira sudah tidak iri lagi dengan kehadiran Nusa di dalam hidup El. Ya walaupun titik fokus dan perhatian serta waktu El di bagi dua antara dirinya dan Nusa, sekarang baginya hal itu tidak masalah sama sekali.     

"Ya gimana Vira mau tidur? Sudah tidur tepat waktu kayak Kak Bara yang kadang jam sepuluh aja udah tidur. Seru banget nge-Drakor sampai lupa sama waktu, tiba-tiba udah pagi." balasnya sambil menyengir lebar.     

El yang mendengar itu pun memutar kedua bola matanya. "Gitu? Ya udah berarti malem ini gak usah begadang karena kan udah puas nonton drama-nya dari pagi, masa iya masih juga lupa waktu. Apalagi besok hari Senin, kamu harus bangun pagi biar bisa sarapan soalnya kan upacara.     

Alvira yang seperti anak kecil sedang di nasehati sang daddy pun mengangguk-anggukkan kepala berkali-kali, mencerna perkataan El dan akhirnya ia memahaminya. "Iya oke, Vira kan juga tadi gak tidur siang. Jadi, kayaknya nanti aku mau tidur jam sepuluh paling malam." balasnya, menurut.     

Mungkin karena tidak mau membuat El seperti hilang peduli terhadapnya seperti kemarin-kemarin, maka di saat Kakak-nya itu menasehati lebih baik ia turuti.     

"Ya udah gih, gue mau otw ke rumah Nusa."     

"Tapi kan ini masih jam enam, Kak."     

"Ya emang kenapa? Nusa mah udah balik dari sore. Malah kalau betangkat jam enam, kan sampai sana pas jam tujuh sesuai janji gue sama dia."     

"Ya udah, Kak Bara naik mobil kan?"     

"Iya, gue belum kuat nyetir motor, takut tangan gue kambuh."     

"Hati-hati ya Kak, di jalan jangan ngebut."     

El menganggukkan kepala, ia menatap Alvira yang duduk di tepi kasurnya dengan tatapan polos seperti layaknya bayi yang baru lahir ke dunia. Ia merasa kalau adiknya itu menyimpan sebuah pertanyaan, makanya Alvira belum beranjak pergi dati kamarnya. Untung saja, ia adalah sosok yang cukup peka dengan perasaan cewek.     

"Kenapa? Ada yang lo mau omongin kan ke gue? Bilang aja, Ra. Gue gak bakalan marah kok." ucapnya, melangkahkan kaki untuk mendekati Alvira, lalu duduk tepat bersampingan dengan adiknya yang terlihat manis dengan kaos oversize yang melekat di tubuh.     

Alvira mengikuti arah El, lalu ia menyerongkan tubuh agar bisa lebih memudahkan komunikasi bersama cowok tersebut. Ia meneguk salivanya dengan susah payah. Yang ia pikirkan masih sama kok, sungguh.     

Ingin jujur, ingin bertanya apa benar Bian-lah yang telah membuat sang Kakak kecelakaan beberapa minggu lalu. Kalau sampai benar, ia tidak akan pernah lagi memaafkan atau berdekatan dengan Bian yang telah sejahat itu kepada El.     

Menatap kedua bola mata El dengan lekat, ia seperti telah mengunci pandangan mereka berdua. Alvira tengah memahami keraguan di hatinya yang ingin di ungkapkan agar lega, atau ingin tetap di sembunyikan takut keadaannta semakin menyulitkan karenanya?     

El pun masih menunggu, bahkan saat ini menaikkan sebelah alisnya karena Alvira tak melanjutkan perkataan. "Apaan? Lo gak jadi bilang sesuatu sama gue apa gimana? Kalau gak ya gue mau—"     

Bruk     

Tiba-tiba, tubuh Alvira memeluk tubuh atletis El yang sangat nyaman untuk di peluk.     

Alvira melingkarkan kedua tangan di tubuh El, memeluk sang kakak dengan sangat erat seperti tidak ingin kehilangan. Pada akhirnya, ia memutuskan untuk tidak bertanya tentang apapun yang ia dengar siang tadi hasil menguping pembicaraan El, Reza, dan Mario saat di teras rumah.     

Yang Alvira butuhkan di saat memilih untuk diam adalah sebuah pelukan untuk media sebagai penenang keresahan yang bersarang di hatinya.     

Alvira menggelengkan kepalanya, lalu tersenyum simpul tanpa diketahui oleh El karena saat ini wajahnya tepat berada di dada bidang sang kakak. "Enggak, gak ada yang Vira mau bilang kok. Aku cuma mau peluk, udah itu doang." balasnya, lalu semakin memperdalam pelukan untuk mendapatkan kenyamanan yang lebih.     

Sebenarnya El tidak puas dengan jawaban Vira karena ia tau pasti cewek itu berbohong. Namun, ia menganggukkan kepalanya merasa oke-oke saja sambil menjulurkan tangan membalas pelukan sang adik.     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.