Elbara : Melts The Coldest Heart

Pelabuhan Hati



Pelabuhan Hati

0Bian menatap cewek yang berada di sampingnya. Ia tersenyum kecil saat menangkap sosok Moli yang mendongak untuk menatap langit malam yang di isi oleh beberapa bintang-bintang.     
0

Ia menaikkan sebelah alisnya kala melihat daun yang mendarat di puncak kepala Moli.     

"Li, sorry banget nih ya." ucap Bian yang membuyarkan lamunan Moli, ia berniat ingin meminta izin untuk mengambil sehelai daun tersebut.     

Moli menolehkan kepala ke arah Bian, ia menaikkan sebelah alisnya. "Kenapa, Bian? Ada yang bisa Moli bantu?" tanyanya, takut cowok di sampingnya ini meminta bantuan.     

Saat ini, mereka berada di hamparan lapangan terbuka bersama dengan pasangan lainnya. Duduk di atas karpet, seperti tengah piknik namun pada malam hari. Suasananya sangat romantis, banyak lampu tumblr berwarna gold untuk menghidupi suasana juga menambah penerangan.     

Banyak sekali pasangan yang kesini untuk menikmati hembusan angin pada malam hari. Tidak ada yang tidak berpasangan, karena tempat ini hanya bisa di datangi oleh orang yang membawa pasangan.     

Mungkin terdengar aneh dan juga tidak menarik di pasaran karena tak bisa dijadikan tempat nongkrong bersama teman, namun ternyata tempat ini selalu ramai dan pengunjungnya rata-rata membawa pasangan.     

Sungguh inovasi yang luar biasa.     

Bian menunjuk ke puncak kepala Moli. "Itu di rambut lo, biar gue yang ambilin." ucapnya.     

Mendengar itu, tentu saja Moli panik karena Bian tidak mengatakan lebih spesifikasi benda apa yang kini berada di puncak kepalanya. "Apaan, Bian? Ada apa di kepala aku?" tanyanya, kini malah ia mencoba untuk tidak bergerak karena takutnya ulat bulu yang menjijikan.     

Bian tidak menjawab, raut wajahnya malah berhasil membuat Moli penasaran, ia sengaja. "Lo diem, biar gue bisa ngambilnya." Ia malah berkata seperti ini, memang menyebalkan, ya?     

Moli menganggukkan kepala walaupun sangat pelan. "Cepetan bilang, plis jangan ulat bulu nanti aku pingsan, pobia." ucapnya sambil menutup mata, berharap kalau apa yang berada di atas kepalanya ini bukanlah sesuatu yang membuatnya ketakutan.     

Bisa saja itu kumbang, belalang, cacing, ulat bulu, atau serangga lainnya. Ya, inilah pemikiran Moli. Soalnya, mereka berada di alam terbuka walaupun rerumputannya sudah di pastikan bersih dari segala macam kotoran.     

"Ini sumpah serem banget, gue kayaknya belum pernah ketemu sama binatang ini deh." ucap Bian ya menakut-nakuti, ia sengaja dan saat ini tengah menahan agar tawanya tidak pecah.     

Moli semakin berdoa keselamatan dirinya di dalam hati, berharap cemas kalau sesuatu yang di puncak kepalanya tidak semenyeramkan apa yang dikatakan Bian. Tapi tolong, ia tidak bisa berpikir positif karena saat ini rasa takut seolah menjalar ke seluruh tubuhnya!     

"Tolong ambilin, sumpah." ucap Moli yang seperti sudah lemas, ia tidak tau apa yang terjadu selanjutnya deh. Bahkan, kedua matanya masih terpejam sangat erat.     

Bian menghembuskan napas agar senyuman tidak hadir. Lalu, karena sudah kasihan dengan respon Moli, ia menjulurkan tangan untuk mengambil daun yang dirinya katakan serangga pada Moli.     

"Dah, dah gue ambil. Buka mata lo, mau sampai kapan lo merem terus? Sampai ketiduran biar bisa gue gendong lo apa gimana nih?"     

Mendengar ucapan Bian yang seperti itu, sontak membuat Moli langsung membelalakkan kedua bola mata. Pandangannya bertabrakan dengan tatapan cowok yang ada di hadapannya saat ini. "Enak aja, enggak! Moli tuh gak pernah modus ya, sok tau." balasnya sambil menjulurkan lidah.     

Bian akhirnya tertawa senang. Tenang saja, ia berhasil mengatur volume tawa agar tidak mengganggu pengunjung yang lainnya.     

Melihat Bian yang tertawa membuat Moli menaikkam sebelah alisnya, merasa aneh. Sampai pada akhirnya, ia mengingat kalau tadi cowok tersebut ingin mengambil benda yang di ketahui serangga.     

Sadar akan hal itu, Moli langsung mengarahkan pandangannya ke arah tangan Bian. Ternyata, yang dirinya lihat hanyalah sebuah daun kecil kering berwarna coklat tua.     

Bian terkekeh, berusaha agar jaraknya tak bisa di gapai oleh Moli walaupun mustahil.     

"Bian nyebelin, dasar, dasar, dasar! Tadi bilangnya itu serangga? Tau-taunya malah daun doang, bikin aku takut aja ih ngeselin banget." ucap Moli sambil berusaha untuk meraih pinggang Bian supaya bisa dirinya cubit untuk pelampiasan rasa kesal.     

Bian mengampun, ia mengalah dan akhirnya memutuskan untuk meminta maaf. "Udah udah jangan cubitin gue." ucapnya sambil berusaha untuk meredakan kekehan karena ia tidak kuat saat ini di gelitiki oleh Moli, rasa geli seperti langsung menjalar di rongga dadanya.     

Moli menggelengkan kepala, ia merasa kesal dan belum puas. Namun, ia menyadari kalau ini adalah tempat umum. Tanpa melihat situasi dan kondisi, pasti ia sudah dapat menebak kalau dirinya dan Bian saat ini menjadi pusat perhatian bagi beberapa orang. Memilih untuk kembali menjadi cewek kalem, ia mengambil posisi duduk manis. "Udah tuh, udah selesai aku gelitikin kamu. Tapi kalau kamu nyebelin lagi, aku kelitikin sampai kamu nangis." balasnya yang seperti mengancam.     

Bian menaikkan sebelah alisnya. Ancaman Moli bukan apa-apa untuknya, ia kini terkekeh meremehkan. "Masa sih? Mana bisa lo kelitikin gue sampai nangis, nanti gue kelitikin balik malah kena pelanggaran."     

"Pelanggaran apaan?"     

"Ya pelanggaran lo marah sama gue habis itu baper deh, kebaca."     

"Sok tau, Moli mah gak baperan ya."     

Akhirnya, mereka seperti kelelahan dengan tawa masing-masing. Mereka saling meneguk minuman botolan karena takut tumpah ke rerumputan yang sudah terjaga.     

Setelah menaruh minuman botolan kembali ke tempatnya, mereka duduk bersampingan juga sambil mendongakkan kepala menatap langit malam. Beruntung, malam ini cerah. Karena kalau musim hujan, kemungkinan keuntungan tempat ini sedikit berkurang. Tapi tenang, tidak hanya menyediakan outdoor tapi juga ada indoor. Jadi, ketika hujan turun masih bisa menikmati tempat ini walaupun di dalam ruangan.     

"Sinar lo kayak bintang, Li." ucap Bian tiba-tiba, tanpa menolehkan kepala ke arah Moli. Ia masih mengunci tatapan di langit malam, tiba-tiba ia malah mengingat wajah Nusa yang terbayang-bayang di pikirannya.     

Moli yang mendengar itu pun menolehkan kepala ke arah Bian, setelah itu menghembuskan napas dengan perlahan. "Kamu gombal apa gimana?"     

Bian terdiam. Ia masih memikirkan Nusa, kecantikan cewek itu yang seperti tiada tandingan. Walaupun beberapa jam lalu ia memuji cewek di sampingnya ini, namun tidak dapat di pungkiri kalau dirinya masih tetap terpesona dengan Nusa.     

Sedangkan Moli? Kini ia sudah mengubah titik objeknya dari menatap langit menjadi menatap wajah Bian dari samping, perasaan hangat menjalar di hatinya.     

Mereka tengah membayangkan hal yang berbeda walaupun berada di dalam satu pijakan yang sama, sungguh. Bian dengan pikirannya yang mengingat Nusa, dan Moli dengan pikirannya yang seolah mulai menanamkan kenyamanan pada Bian.     

Semoga saja, Bian tau kemana tempatnya berlabuh dan Moli tidak salah memberikan pelabuhan hatinya untuk Bian.     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.