Elbara : Melts The Coldest Heart

Jalan-jalan Bian dan Moli



Jalan-jalan Bian dan Moli

0Moli mematut tubuhnya di cermin. Penampilannya tidak terlalu cantik, namun juga tidak terlalu jelek. Ya biasa saja, ia bukan cewek yang pandai merias wajah dengan make-up.     
0

Selama hidupnya, Moli jarang memikirkan kecantikan walaupun setiap Minggu sang mommy mengajaknya ke salon untuk perawatan. Namun, ia bukan seperti kebanyakan cewek yang bisa tampil feminim bahkan bisa berias diri.     

Ya seadanya saja. Memakai lip balm, memakai maskara, terakhir adalah sapuan bedak sih yang tidak boleh dilupakan. Sudah, sesimpel itu karena dirinya tak mengerti make-up. Tapi jangan salah, wajah Moli sangatlah bersih karena yang terpenting ia masih mengerti skincare.     

Menunggu kedatangan Bian adalah hal yang mampu membuat detak jantungnya memompa dengan cepat. Sejauh ini, belum ada cowok yang berani memperjuangkan sedekat ini. Maksudnya, ada beberapa cowok sebelum Bian yang melakukan pendekatan dengannya. Namun karena Moli adalah tipe yang lebih mementingkan tugas dan buku-buku pelajaran daripada berjalan-jalan, membuat beberapa cowok yang mendekatinya langsung menjauh tanpa pamit.     

Namun, Bian berbeda.     

Jangan salahkan Moli kalau dirinya sedikit menaruh harapan kepada Bian karena perlakuan cowok itu sendiri terhadapnya. Ia menghembuskan napas, menghalau perasaan gugup yang bersarang di dadanya semakin besar.     

"Padahal kamar ku ber-AC, tapi kenapa ya udaranya jadi panas banget ya?"     

Ya, udara panas itu di hadirkan dari suhu tubuhnya karena mulai gugup karena akan di jemput dan bertemu serta jalan berdua dengan seorang cowok yang pernah sesaat menjadi idaman sekolah sebelum di cap buruk mengenai masalah masa lalu dengan Alvira.     

Tidak, Moli sama sekali tidak izin pada siapapun untuk keluar rumah kali ini. Memangnya ingin izin dengan siapa di saat rumahnya sepi dan kosong melompong seperti tidak ada kehidupan?     

Penampilannya cukup casual, mengikuti trend style pada jaman sekarang. Cukup di akui, barang-barang yang dikenakkannya mahal dan wajahnya juga mendukung dengan rambut yang tadinya jatuh lurus sudah di catok menjadi curly.     

"Bagus, sempurna, semoga Bian gak malu-malu ngajak kutu buku kayak aku buat jalan-jalan."     

Padahal mah kalau bisa di perhatikan dengan seksama. Penampilan Moli saat ini jauh dari kata kutu buku, melainkan seperti cewek yang berada di film dan memiliki pemeran utama, alias benar-benar pangling saat melihatnya.     

Tiba-tiba, getaran di ponselnya menyadarkan kembali kalau dirinya ini harus kembali ke alam sadar karena ia terlalu banyak berpikir mengenai penampilannya yang tentu saja sudah menyamai kata sempurna.     

Dengan cepat, Moli mengangkat panggilan telepon tersebut. "Halo?" sapanya lebih dulu.     

Terdengar deheman dari seberang sana menjadikan Moli tau kalau Bian ingin mengawali percakapan namun seperti berpikir lebih dulu. "Gue masih di jalan, di pinggir jalan lebih tepatnya." ucap Bian di seberang sana dengan suara knalpot dari kendaraan yang terdengar melaju.     

Menaikkan sebelah alisnya, Moli berjalan meninggalkan tatapan mata pada cermin untuk menilai penampilannya, ia melangkahkan kaki dan mendaratkan bokongnya di tepian kasur.     

"Loh kenapa berenti? Gak lanjut aja jalan ke rumah Moli-nya? Aku udah nungguin nih," ucapnya dengan nada bicara yang lesu. Bayangkan saja, ia sudah siap untuk jalan-jalan.     

Terdengar Bian yang seperti tengah meneguk minum. "Iya ini gue berenti buat nyari warung, haus. Gue kabarin lo doang, gue mau otw nih ke rumah lo." balasnya.     

Moli menganggukkan kepala, seolah sosok itu ada di hadapannya. "Oke Bian, kamu hati-hati di jalan ya. Jangan ngebut," ucapnya yang tanpa sadar mengukir senyuman manis di permukaan wajahnya.     

"Iya makasih, gue matiin ya, see you!"     

Pip     

Panggilan telepon berakhir, menjadikan Moli senyum-senyum sendiri sambil merebahkan tubuhnya dengan perlahan ke kasur agar penampilannya tidak berantakan.     

Menatap langit-langit kamar dengan hati yang kini sudah berganti suasana menjadi senang, ia memejamkan kedua bola mata sambil memeluk ponsel yang dimana habis menjadi saksi perasaan bahagianya saat ini.     

Beberapa menit kemudian …     

Moli menuruni anak tangga dengan sedikit berlari, untungnya ia memakai sneakers dan bukan alas kaki yang memiliki hak seperti heels. Ia mendapat kabar kalau Bian sudah berada di teras rumahnya, jadi ia sangat terburu-buru dengan langkah yang diambil olehnya.     

Sudah sampai di lantau dasar, Moli segera berjalan ke pintu utama tanpa menghiraukan pertanyaan para ART yang menanyakan kepergiannya. Ya karena Moli jarang keluar rumah bahkan hampir tidak pernah, terkadang setelah selesai sekolah pun sibuk mengurung diri di kamar. Tentu jelas para ART keheranan dan bertanya-tanya.     

Tapi, Moli tidak peduli.     

Pribadi Moli mengenai kepolosannya mungkin serupa dengan Nusa, tapi ia bukan pribadi yang juga berbaik hati dan ramah seperti Nusa.     

Membuka pintu utama rumah, lalu penglihatannya menangkap sosok Bian yang sudah rapi dengan pakaian yang sangat keren.     

Bian pun yang mendengar suara pintu terbuka langsung membalikkan tubuh karena tadi membelakanginya. Ia terdiam, hampir tidak mengenal kalau cewek di hadapannya ini adalah Moli. Terlihat sangat jauh berbeda. Kalau boleh di bandingkan, Priska saja mungkin kalah kalau Moli berdandan ke sekolah seperti saat ini.     

"Eh, lo cantik banget." ucap Bian secara spontan. Menatap sosok Moli bahkan sampai lupa berkedip, di detik selanjutnya langsung mengerjapkan kedua bola matanya berkali-kali.     

Moli yang mendengar pujian itu pun merasa kalau pasokan udara di sekitarnya mulai menipis, bahkan kedua pipinya terlihat memerah. "H-hah? Masa sih?" tanyanya dengan gugup.     

Bian menganggukkan kepala, seolah mengatakan pada Moli kalau perkataannya ini benar adanya. "Iya, beda banget kayak yang di sekolah. Priska aja kalah kalau dandanan lo kayak gini, serius gue." balasnya yang sudah mulai tersadarkan dari pesona seorang Moli yang baru di tunjukkan kepadanya.     

Mendengar itu, hati Moli menghangat.     

Moli menyampirkan helaian rambut ke belakang telinga karena biasanya hal ini lah yang ia lakukan ketika merasa berada di situasi yang membuatnya gugup. "Ya udah yuk jalan, kita mau kemana?" Pada akhirnya, ia lebih memilih untuk mengalihkan pembicaraan daripada kalimat pujian Bian malah membuat hatinya semakin meleleh.     

Bian meloehkan kepala untuk melihat ke arah langit, ternyata cerah. "Gue ajak jalan jauh lo boleh gak? Balik tengah malem biar gak macet."     

Mendengar itu, Moli membelalakkan kedua bola matanya. "Bian yang serius dong, aku kan juga butuh belajar—"     

"Sekali lagi gue tanya, lo belajar buat ngerjain PR, besok mau ada ulangan harian, atau lo emang gabut pengen belajar aja buat materi besok, hm? Gue tebak sih opsi kedua, ya kan?" ucap Bian yang langsung memotong perkataan Moli yang dirinya sudah dapat tebak.     

Mendengar itu, Moli mendengus karena tebakan Bian itu benar adanya.     

"Iya hehe."     

"Sekali-kali lo harus ngerasain jadi remaja, kapan lagi? Besok-besok udah ulangan, banyak pelajaran tambahan, habis itu lulus, lo pasti kuliah. Kapan mau nikmatin hidup?"     

Menimang-nimang perkataan Bian, akhirnya Moli menghembuskan napas sambil menganggukkan kepalanya. "Oke, ayo kita jalan-jalan."     

Tanpa di sadari, Bian melelehkan hati Moli.     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.