Elbara : Melts The Coldest Heart

Priska Merasa Ketakutan



Priska Merasa Ketakutan

0"DIS, DISTY LO NGAPAIN DI DALEM GUDANG LAMA BANGET? MANA PINTUNYA JUGA DI KUNCI, LAGI ANEH-ANEH LO YA?!"     
0

Priska menyilangkan kedua tangan di depan dada menatap pintu kayu yang tentu saja bewarna coklat seolah-olah tengah menunggu seseorang yang berada di dalamnya.     

Tadi, Disty meminta izin padanya untuk mengambil barang yang entahlah apa itu dirinya juga tadi tidak terlalu mendengar. Dan begitu mengetahui sahabatnya tak kunjung kembali, maka disinilah ia sekarang.     

"Iya-iya, Ka!" Bersamaan dengan seruan Disty dari dalam gudang, pintu pun terbuka dan terlihat cewek tersebut yang seperti rada kikuk sambil menutupnya kembali.     

Priska menurunkan tangan yang menyilang, lalu menaikkan sebelah alisnya dengan bingung. "Lah ngapa lo? Keringetan banget kayaknya,"     

Disty tersentak, namun ia bisa mengontrol diri. Akhirnya, ia memutuskan untuk menganggukkan kepala. "Iya nih gue keringetan banget. Lo tau gak? Di gudang lo ada tikus sialan, gue kunci pintunya biar gue refleks gak keluar. Nanti bayangin aja kalau gue panik ada tikus terus gue keluar dari gudang dan gak nutup pintunya lagi, iya kan? Bisa-bisa tuh tikus bikin lo pingsan."     

Mendengar jawaban Disty yang seakan-akan horror di telinganya membuat Priska bergidik ngeri. Ia menatap sahabatnya dari atas sampai bawah. "Tapi lo gak apa-apa kan? Terus tikusnya masih ada di dalam gudang?"     

Padahal, ia selalu menyuruh petugas kebersihan rumahnya untuk mengecek kebersihan gudang dan pastikan tidak ada hama ataupun serangga. Dan menurut pengakuan Disty, malah ada tikus di gudangnya!     

Mungkin dalam diam Disty menghembuskan napas lega karena Priska akhirnya percaya dengan apa yang dirinya katakan. Sebagai jawaban, ia menggelengkan kepala. "Gue gak apa-apa kok, santai aja. Ya walaupun lo liat sendiri nih muka gue pucet terusnya keringetan, lo pasti gak bakal bisa bayangin di posisi gue."     

"Di posisi lo aja gue ogah, apalagi kalau ngebayangin. Bisa-bisa gue teriak sampai pingsan,"     

Tapi untungnya, Disty baik-baik saja. Ia berjanji setelah ini akan menyuruh orang yang membersihkan rumahnya untuk mengusir tikus.     

Disty sih masih cemas. Bagi seorang cewek, tak mungkin ia bisa tenang-tenang saja saat mengetahui berada satu ruangan dengan tikus. Kalau di pikirkan, ia tidak bisa menahan rasa takut serta geli saat melihat hewan kotor satu itu.     

"Ya udah yuk, ngapain ngomongin tikus?" ucap Disty yang memutuskan untuk mengalihkan pembicaraan. "Nika kemana dah? Gak keliatan daritadi, sejak sebelum gue ke gudang loh dia gak ada." sambungnya yang merasa sadar kalau salah satu sahabatnya tidak terlihat batang hidungnya sejak tadi.     

Priska menaikkan kedua bahunya. "Gak tau deh, tadi sih izinnya mau ke minimarket. Katanya mau jajan sekalian jajanin kita, tapi gak pulang-pulang. Mangkal dulu kali ngobrol sama pekerja-nya." ucapnya.     

Disty mengangguk-anggukkan kelapa, paham. "Ya udah yok. Lo mau cerita lagi apa gimana? Gue mau main game kalau—"     

"Mau lah."     

Mereka berdua mulai berjalan kembali ke arah ruang Tv. Sesampainya di sana, langsung mendaratkan bokong di sofa dengan duduk saling bersebelahan.     

Priska menatap Disty, ada banyak sekali perasaan yang mungkin tidak bisa di ungkapkan hanya dengan kata-kata saja. "Gue harus gimana ya, Ty? Gue mau minta maaf, tapi takutnya El makin benci banget sama gue." ucapnya dengan perasaan yang sangat gelisah.     

Memang, ini semua adalah rencananya. Namun kecelakaan El bukanlah bagian dari semua ini. Merasa sangat bersalah? Ya tentu saja. Namun, di dalam lubuk hatinya seolah berbisik untuk menyimpan dan menjadikan ini sebagai rahasia.     

Sedangkan Disty, ia memohon maaf dalam hati kepada Priska karena ia telah membongkar semuanya, namun tidak termasuk dimana mereka yang mengunci Nusa di toilet cewek area kolam renang sekolah.     

'Ya emang El udah tau, dan dia juga udah marah banget sama lo, Ka.' ucapnya dalam hati.     

Mengambil napas panjang, lalu menghembuskannya dengan perlahan. Ia tau kalau ini agak aneh, namun tidak masalah kan menjadi pengkhianat untuk kebaikan? Ia hanya takut kalau cewek di sampingnya ini bisa berbuat yang lebih-lebih daripada yang lalu.     

"Gue boleh ngasih lo nasehat gak sih?" tanya Disty, penuh dengan kehati-hatian.     

Priska yang mendengar itu tentu saja menganggukkan kepala, tentu ia setuju jika Disty memberikannya nasehat yang dalam artian akan hadir jalan untuk menyelesaikan permasalahan. "Bolehlah, apaan coba nasehat lo." balasnya.     

Disty tersenyum kecil. "Gue gak pernah setuju kalau lo selalu maksain biar El sama lo. Maksud gue, gak semua hati bisa di paksa, itu juga termasuk ke hati El. Apalagi lo bertindak di luar pengetahuan gue sama Nika, lo jadinya seakan-akan main boomerang tapi sendirian. Kalau lo kena imbasnya, gue takut kalau gue sama Nika gak bisa ada di samping lo." ucapnya yang menasehati dengan raut wajah cemas.     

Priska menyimak. Ia tau kalau dirinya sudah masuk ke dalam fase obsesi di dalam percintaan, sulit rasanya untuk melepaskan semua perasaan yang seperti ini. "Tapi kan gue udah minta maaf sama lo dan Nika, Ty." balasnya dengan kedua alis yang menurun, menampilkan penyesalan.     

Menggelengkan kepala, bukan itu maksud Disty. "Gue tau lo udah maaf ke kita berdua, tapi kak apa yang lo lakuin ke El udah berdampak. Bahkan itu bisa merenggut nyawa loh, Ka." ucapnya memperjelas, lalu mengunci tatapan mereka. "Gue gak bisa ada buat lo kalau suatu saat nanti lo kena karma dari perbuatan lo sendiri. Gue bukannya ngilangin solidaritas, tapi perilaku lo yang gak pernah bisa berubah padahal udah di nasehatin berkali-kali.     

Priska merenung. Bahkan, ia kini memikirkan bagaimana kalau El tau dan dirinya akan di penjara? Disty dan Nika tidak bersalah, hanya ia seorang yang bersalah. Jadi, ia tidak akan memiliki pembelaan dari pihak manapun.     

"Kan gue udah bilang apa yang terbaik buat lo, lo harus jauhin perasaan lo yang makin lama malah makin obsesi. Tapi lo gak dengerin, lihat hasilnya?"     

Priska menganggukkan kepala, merasa pastah sekaligus bodoh dengan pemikirannya saat ini. "Terus gue harus gimana, Ty?" Seakan seperti orang yang sudah tidak tau harus melakukan apa. Padahal, ia terkenal dengan sebutan cewek yang memiliki rencana lengkap dari A-Z tanpa terkecuali. Tapi kali ini, ia seakan sudah kehilangan arah.     

Disty menatap Priska penuh prihatin. Ia sudah tidak memiliki saran apapun, jadi memilih untuk menjulurkan tangan dan mengusap bahu sahabatnya dengan lembut. "Pelan-pelan, apa yang kita sembunyiin bakalan kebongkar, Ka. Kita gak bisa apa-apa, persiapin mental aja setelah ini bakalan gimana akhirnya. Kita sama-sama dukung aja ya, oke?"     

Priska menganggukkan kepala, lalu menghembuskan napas dengan kasar. Ia berpikir kalau membuat masalah itu sebaiknya di selesaikan, apalagi jangan kabur. Pasti akan memunculkan permasalahan besar yang lainnya seperti ini.     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.