Elbara : Melts The Coldest Heart

Alvira dan El Berbaikan



Alvira dan El Berbaikan

0Alvira menggigit bibir bawahnya. Ia melihat jam yang berada di layar ponsel, telah menunjukkan pukul delapan malam. Dan entah kenapa, El belum keluar dari kamar yang biasanya pasti saat keadaaan apapun cowok itu tetap makan malam bersama dengannya.     
0

"Ini kalau ketuk pintu kamar Kak Bara, dia marah gak ya?"     

Saking takut dan merasa telah menjadi asing, bahkan ingin mengetuk pintu kamar terasa sangat canggung.     

Kalau tidak mengetuk nanti pasti ia tidak makan malam bersama El, tapi kalau mengetuk juga takutnya sang Kakak yang berada di kamar itu tengah tertidur dan takut marah kalau dibangunkan olehnya.     

"Serba salah ih kayak Raisa."     

Memutuskan untuk berbalik badan, namun seketika otaknya bekerja dan hatinya seolah berbisik 'Nanti gimana kalau ternyata Kak Bara marah jika gak di bangunin buat makan malam?' menghadirkan pertanyaan yang membuat tubuh ramping Alvira kembali memutar dan berhadapan dengan pintu kamar El.     

"Ya udah deh, mau di marahin juga kan udah resikonya."     

Setelah itu, Alvira dengan tekad yang besar sudah menjulurkan tangan ke udara dan mengepalnya kuat-kuat. Manarik napas panjang, lalu menghembuskannya dengan perlahan.     

Tok     

Tok     

Tok     

Berhasil, Alvira berhasil mengetuk pintu kamar El. Ia menurunkan tangannya, menunngu apakah ada jawaban dari cowok di dalam ruangan.     

Tidak ada respon, sepi menyapa Alvira secara terang-terangan. "Ih nyebelin banget, pasti tidur nih anak." gumamnya yang sebal. Padahal sejauh ini, ia sangat anti merasa kesal dengan El apalagi kalau di hadapan cowok itu. Mungkin bisa saja ia kesal kepada El, namun tak ayal kalau dirinya takut jika sang kakak membalas rasa kesalnya dengan tatapan dingin.     

Karena tidak ingin El melewatkan makan malam, akhirnya Alvira meraih gagang pintu dan membukanya. Terlihat kamar El, kamar cowok yang rapih. Ia melangkahkan kaki setelah menutup kembali pintunya.     

Benar dugaan Alvira, El tertidur dengan sebagian tubuh yang ditutupi oleh selimut.     

"Kebiasaan pasti kalau pulang petang terus ngerasa masih ada waktu buat tidur, pasti Kaka Bara lebih milih buat tidur daripada menunggu sampai waktunya jam makan malam."     

Sebenarnya tidak ingin mengganggu karena El tertidur dengan wajah yang damai, namun Alvira juga tidak ingin membiarkan sang kakak yang mungkin kelaparan?     

Melangkahkan kaki dengan ragu-ragu mendekati kasur king size El, ia akhirnya sampai dan menghentikan langkah tepat di samping nakas.     

Wajah El begitu sempurna, kalau di bandingkan dengannya mungkin Alvira adalah versi cewek dari cowok tersebut. Perilaku mereka saja yang berbeda, namun paras memang tidak pernah main-main kok.     

Oke, Alvira sudah mempertebal mental agar kalau El marah padanya, ia tidak terbawa hati terlebih bisa saja menangis.     

"Kak, Kak Bara…" ucapnya sambil mengguncang bahu El. Cowok itu masih tampak mengerjapkan mata, wajahnya damai sekali dengan bulu mata yang terlihat lentik.     

Sekali lagi, kalau El tidak bangun juga, Alvira segera kabur saja. "Kak, Kak Bara bangun dulu kita makan malam." ucapnya lagi, namun kali ini saat mengguncang tubuh El, ia mengeluarkan tenaga ekstra agar cowok itu terbangun.     

Dan benar saja, El mengulet dengan merenggangkan kedua otot tangannya. Di saat itu juga, Alvira menarik tangannya dengan cepat.     

"Duh siapa sih? Gak tau apa gue masih ngantuk,"     

Ucapan El membuat Alvira menciut, ia akhirnya berusaha untuk terdiam bahkan tidak tau ingin melakukan apa selain tetap berdiri.     

El menghembuskan napas, ternyata ia menyadari kehadiran Alvira dan langsung menatap adiknya itu dengan muka bantal. "Makan malam?" tantanya, mengulang.     

Alvira menganggukkan kepala. "Iya Kak, udah siap makanannya. Tenang aja kok, kali ini bukan aku yang masak. Bibi yang masak buat kita," ucapnya.     

Tadi, karena Alvira sadar kalau El tidak akan menyukai menu makannya hari ini, ia memutuskan untuk menbuangnya. Mubazir? Tentu. Tapi siapa yang ingin menerima makanan darinya dan memakan dengan nikmat di saat rasanya saja tidak karuan? Jadi lebih baik di buang, menurut Alvira.     

El ber-oh-ria, menyipitkan kedua bola mata kala cahaya lampu menerobos masuk ke dalam retina matanya. "Kenapa bukan lo yang masak?"     

Seperti orang yang belum sadar sepenuhnya, Alvira rasa sih begitu. Karena El malah menanyakan pertanyaan yang sudah memiliki jawaban. Hei, sudah jelas-jelas masakannya tidak enak.     

"Ya Kakak tau sendiri, gak perlu nanya sih seharusnya. Jadi, tadi aku nyuruh Bi Jumi buat masak makan malam."     

"Oh oke, gue minta waktu lima belas menit."     

"Buat ngapain, Kak?"     

"Gue mau tidur lagi."     

Mendengar ucapan El seraya cowok itu membalikkan tubuh sehingga membelakangi Alvira, membuat dirinya mendengus sebal. Kalau kembali tertidur mah walaupun bilang sebentar, pasti El akan bangun di esok paginya.     

Mau tidak mau, Alvira meraih tangan El untuk membuat cowok itu membalikkan tubuhnya lagi. "Kak! Kaka Bara jangan tidur lagi! Sayang-sayang nanti lauknya kalau malah Kakak akhirnya gak makan, bangun ayo kita makan malam!" Jengkel. Kalau ia mungkin masih sedekat dulu dengan El, ia akan menjewer telinga cowok tersebut, tapi untuk sekarang dirinya belum berani lagi.     

El berdecak kecil, lalu menarik kembali tangannya agar tidak di pegang oleh Alvira. "Iya iya bawel lo." ucapnya sambil menyingkap selimut yang tadinya menutupi tubuhnya. Sebelum tidur tadi, ia memang sudah memakai kaos polos berwarna putih jadi tak lagi bertelanjang dada.     

Alvira tersenyum kecil karena pada akhirnya El mau di bujuk olehnya. "Ayo Kak, Vira udah laper banget nih." ucapnya sambil menepuk-nepuk perut, terasa seperti cacing di perutnya tengah mengadakan diskotik besar-besaran.     

El menganggukkan kepala dengan gerakan malas. "Oke oke." Setelah itu, mulai beranjak dari duduknya dan lebih dulu ke arah kamar mandi untuk mencuci muka agar terlihat jauh lebih fresh, tidak lagi seperti orang yang baru bangun tidur.     

Menghampiri Alvira yang masih setia berdiri di tempatnya. "Lo tadi ke rumah Nusa, ya?" tanyanya, to the point. Ia memang tadinya ingin membicarakan ini, namun malas menghampiri Alvira dan kebetulan cewek itulah yang menghampiri dirinya.     

Alvira menganggukkan kepala, untuk saat ini harus membuang ego dan rasa gengsi-nya. "Iya, aku minta maaf. Tulus kok kali ini bukan cuma buat atas dasar suruhan Kakak, suer. Aku kasih gift ke Kak Nusa, ya emang gak seberapa sih. Itu juga bukan buat media nyogok ke dia kok, aku cuma mau cari damai aja kan biar enak diliat." ucapnya yang menjelaskan takut terjadi salah paham lagi di antara mereka.     

El percaya, namun yang membuat Alvira tidak percaya adalah kalau saat ini dirinya tersenyum dengan cukup lebar.     

"Kakak kenapa?" tanya Alvira.     

El menggelengkan kepala, setelah itu membawa tubuh mungil Alvira ke dalam pelukannya sambil mengelus puncak rambut sang adik. "Kita udah baikan, kan?"     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.