Elbara : Melts The Coldest Heart

Mengetahui Dalangnya



Mengetahui Dalangnya

0Hari Minggu adalah hari dimana seseorang berlibur, bermalas-malasan, bahkan ada yang masih menyempatkan diri untuk melakukan sesuatu hal yang bermanfaat dan ya agak membuang tenaga.     
0

Tapi tentu saja El memilih opsi untuk bermalas-malasan. Buktinya ia masih tiduran di atas kasurnya, baru bangun tidur dan sedang menyesuaikan cahaya mentari dengan penglihatannya.     

Melirik ke arah jam dinding, ternyata sudah pukul sembilan pagi. Pantas saja, matahari sudah semakim naik pertanda akan menyentuh siang hari.     

Merenggangkan otot-otot tangan yang terasa kebas, El setelah itu mengubah posisi tidurnya menjadi duduk lalu menyandarkan punggungnya di kepala di atas kasur.     

Hal pertama yang di lakukan, ya benar, membuka ponsel. Ia lupa memberi kabar Nusa saat ingin tertidur karena takut cewek itu menunggu kabar darinya.     

Membuka ruang pesan bersama dengan Nusa, ia tersenyum kala melihat deretan pesan mengenai beberapa pengekspresian ceweknya yang sangat menggemaskan.     

Apalagi pesan beberapa jam lalu, membuatnya tersenyum kecil. Walaupun tersenyum kecil, bukan berarti hatinya tidak merasakan kebahagiaan.     

| ruang pesan |     

Nusa     

El? Aku mau berangkat sunmori sama Kak Rehan     

Nusa     

Kamu belum bangun? Kan kalau bangun kesiangan rezeki-nya di patok ayam. Oh iya lupa kalau kamu belum kerja.     

Nusa     

Aku mau berangkat sunmori, tapi aku berangkatnya nunggu kamu bangun dulu.     

Nusa     

Eh gak jadi deh, Kak Rehan bawel nih. Aku berangkat dulu ya *emot melambaikan tangan     

| ruang pesan berakhir |     

El membaca semua pesan Nusa, bahkan yang menurutnya lucu dan menggemaskan pun mampu membuatnya terkekeh bahkan tertawa kecil.     

Jemarinya menari-nari di atas layar ponsel, ia membalas terlebih dulu semua pesan yang dikirimkan Nusa untuknya. Tidak ada satu pun pesan yang terlewat, namun kalau setidaknya tak perlu di balas, El tidak akan membalasnya.     

Setelah itu, El melihat-lihat sosial media. Baginya, tidak ada yang penting.     

Pada sampai akhirnya, ponselnya berdering karena ada panggilan masuk. Ia sebenarnya tidak tau siapa pemilik nomor tersebut karena ia jarang menyimpan nomor orang-orang, namun tak ayal ia mengangkatnya karena di takutkan penting.     

"Halo." ucap seseorang di seberang sana begitu El menempelkan ponsel di telinganya.     

Mendengar itu, El tentu saja familiar dengan suaranya. Itu adalah …     

"Disty?" panggil El untuk menastikan sang pemilik nama dari suara yang dimungkinkan ia mengenalnya itu.     

Terdengar deheman kecil dari seberang sana. "Iya ini gue, sorry ya kalau nelepon sembarangan ke hp lo tapi ini penting banget." ucapnya. Namun, juga terdengar apa yang dikatakan cewek itu terdengar ragu, atau mungkin sedang berusaha agar percakapan ini tidak terdengar?     

"Kenapa? Kalau soal Priska, mending lo cabut." balas El dengan malas. Ia takutnya Priska menyuruh Disty menghubunginya, dan bertanya yang tidak-tidak yang membuat dirinya risih, tentu saja tidak nyaman.     

Mengingay bagaimana cara Priska yang menghalalkan segala sesuatu untuk bisa dekat dengan dirinya, membuat El sedikit was-was kalau jiwa Priska sedikit terganggu karena terlalu terobsesi dengannya.     

"Enggak, ini gak ada sangkutannya sama suruhan Priska yang buat gue nelepon lo. Tapi gue punya informasi, janji dulu lo gak bakal kasih tau ke Priska kalau gue yang bocorin ke lo."     

"Iya, apaan?"     

Tidak ada jawaban, entah apa yang tengah dilakukan oleh Disty, mungkin mengumpulkan keberanian untuk mengatakannya kepada El.     

Sedangkan El? Ia masih setia menunggu karena cukup penasaran dengan apa yang ingin dikatakan oleh Disty, dan mumpung otaknya bekerja, ia memutuskan untuk merekam percakapan telepon mereka karena bisa saja suatu saat nanti menjadikan bukti.     

"Gue gak tau gimana cara ngomongnya sama lo. Tapi gue sendiri juga siap nerima konsekuensinya,"     

"Sebelumnya, lo lagi dimana sih?"     

El penasaran karena Disty seperti tengah berwaspada agar percakapan mereka tidak ada yang mendengarnya.     

Terdengar helaan napas, mungkin itu terdengar seperti helaan napas panik kalau seseorang tidak melihat ekspresi Disty saat ini. "Gue lagi di rumah Priska, kita nginep. Gue lagi ada di gudang, nyari alesan mau ambil perangkap tikus buat di rumah gue. Gak punya banyak waktu," balasnya yang menjelaskan, bahkan penjelasannya termasuk terlalu rinci.     

El menghembuskan napas, sedikit jengah di kala Disty mengatakan kalau cewek itu tidak memiliki banyak waktu, namun masih saja mengulur waktu dengan cara tidak memberitahu apapun padanya dalam waktu yang dekat. "Ya udah cepetan bilang, lo mau ngomong apaan sama gue, huh?"     

"Janji dulu El."     

"Oke-oke nih gue udah janji, sekarang apaan lagi biar lo ngomongnya cepetan."     

"Udah."     

El menunggu kelanjutannya, dengan sabar.     

"Kemarin, Priska bilang ke gue sama Nika kalau dia bikin perjanjian buat kalahin lo di balapan."     

Baru mendengar perawalan, telinga El langsung menajam untuk mendengarkan cerita Disty lebih lanjut. Ia begitu penasaran, juga kaget. Awalnya, ia tidak berprasangka kepada Priska, namun seperti ya Tuhan baik memberikan jawaban.     

"Gue shock banget dong pas kemarin, gak nyangka ternyata Priska bisa bikin keputusan tanpa bilang ke gue sama Nika."     

"Ke intinya aja, gue gak butuh cerita lo." ucap El langsung karena tidak ingin mendengar cerita yang hanya membuat perpanjang waktu saja, ia benar-benar kesal kalau berbicara dengan seseorang yang terlalu berbasa-basi.     

Terdengar suara Disty yang membungkam kembali perkataannya. Mungkin, ia sadar kalau memang dirinya kebanyakan berbicara tanpa memikirkan kalau dirasinya yang menjadi kelamaan karenanya.     

"Oke, Priska nyuruh Bian buat bikin lo kalah di balapan motor."     

Mendengar kenyataan itu, El terkejut. Bukan, ia tidak terkejut di bagian Bian yang membuatnya kecelakaan saat itu karena memang ia sudah menebaknya. Namun, yang membuatnya terkejut adalah pikiran Priska yang semakin lama malah terlihat semakin berlebihan.     

"Tapi Priska gak nyuruh dia buat lo kecelakaan. Dia bilang ke Bian buat cukup kalahin lo di balapan biar lo ngerasa kalah dan punya saingan, gak nyangka kalau Bian ternyata bikin lo kecelakaan juga.     

El diam, mungkin membuat Disty kebingungan akan hal itu.     

"Kok diem? Lo kenapa El? Perjanjian kita masih berlaku kan ya—"     

Pip     

El memutuskan sambungan telepon secara sepihak, ia tidak ingin lagi mendengarkan penjelasan Disty yang kemungkinan besar malah akan membela dan meninggikan nama Priska supaya tidak bersalah. Jelas-jelas, cewek satu itu benar-benar bersalah dalam hal ini.     

"Di bongkar sama sahabat sendiri? Pasti rasanya sakit."     

El pun menyimpan bukti rekaman tersebut. Ia tersenyum miring, memang benar kalau seseorang yang bersalah akan tercium juga kebusukannya yang berusaha untuk disembunyikan.     

Tersenyum miring, namun tiba-tiba hati kecilnya berkata untuk menahan diri tidak menaruh dendam dalam bentuk apapun, mungkin ia menyerap segala perkataan Nusa mengenai tidak boleh memperlakukan orang lain dengan jahat. Yang secara harfiah, prinsip Nusa berbeda jauh dengan prinaip El.     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.