Elbara : Melts The Coldest Heart

Adik Kakak yang Terbuka



Adik Kakak yang Terbuka

0"Gue pamit dulu ya,"     
0

"Etttt." Rehan menahan kening El yang ingin mencium pipi Nusa, ia tentu saja menghalangi cowok tersebut melakukan perpisahan yang bersentuh-sentuhan dengan sang adik.     

El mendengus, lalu memilih untuk menuruti apa yang dikatakan oleh Rehan. Ia tersenyum, setelah itu menjulurkan tangan untuk membelai lembut puncak kepala cewek di hadapannya. "Gue pulang, Abang lo gak bolehin gue ngecup pipi lo."     

Mendengar El yang seperti mengadu kepada dirinya pun membuat Nusa terkekeh kecil, ia menampilkan senyuman kecil. "Ya udah, hati-hati di jalan ya El. Nanti kabari aku," ucapnya sambil menganggukkan kepala, mengerti.     

El menatap Rehan, lalu pamit seperti layaknya cowok pada umumnya.     

"Lo hati-hati di jalan, dah langsung balik sana gak usah modus dulu sama adik gue." ucap Rehan.     

Setelah berpamitan sekali lagi pada Nusa, melangkahkan kaki keluar dari rumah ini. Hari sudah ingin berganti malam, langit pun senja berwarna jingga.     

Nusa ikut El dan pasukannya sampai di depan pintu rumah, lalu melambaikan tangan ketika mobil mulai meninggalkan halaman rumah. Tidak perlu membantu untuk membuka dan menutup pintu gerbang, ia kembali masuk ke rumah.     

"De."     

Mendengar suara bariton Rehan membuat Nusa menolehkan kepala ke arah cowok tersebut. "Apa, Kak?" Ia melihat raut wajah Rehan yang terlihat serius. "Kok tiba-tiba mode serius sih? Nusa ada ngelakuin kesalahan apa gimana?"     

Namun, bukannya menjawab Rehan malah menaikkan sebelah alisnya dengan menyilangkan kedua tangan di depan dada.     

Nusa memutar kepala, mencari dimana letak kesalahannya saat ini sehingga Rehan malah menatapnya dengan sangat serius. "Ini ruang televisi berantakan? Ya kan ini aku mau beresin, nanti bersih kembali kok. Abis itu Nusa bersih-bersih tubuh, nanti kita makan malem bareng-bareng, oke?" ucapnya yang langsung nyerocos kepada cowok yang ada di hadapannya.     

Rehan menghela napas, lalu menatap Nusa. Bukan itu yang dirinya maksud, ia tidak masalah karena saat ini salah satu bagian rumahnya berantakan karena wajar sebelumnya ada beberapa tamu yang berkunjung.     

"Kamu tau gak apa kesalahan kamu, hm?" tanyanya, persis sekali mengintimidasi.     

Mendengar itu, Nusa semakin mikir lama dan mengaduh kecil karena tidak menemukan titik permasalahan. Ia meringis. "Duh Kak Rehan, aku gak tau." balasnya dengan gumaman.     

Rehan meraih pergelangan tangan Nusa, membawa adiknya untuk duduk di sofa empuk yang berada di ruang tamu.     

Nusa deg-degan, ia takutnya Rehan memarahinya karena hal yang belum ia duga untuk saat ini. Sungguh, ia sama sekali tidak pernah merasakan bersalah tanpa alasan seperti ini. "Kenapa sih Kak? Jangan buat aku deg-degan dong." Terlihat kedua matanya yang menurun seperti meminta penjelasan kalau dirinya memiliki kesalahan.     

"Enggak apa-apa." Tiba-tiba, raut wajah Rehan yang tadinya terlihat serius dan sedikit garang pun berubah menjadi menunjukkan tawanya. "Kamu kenapa tegang gitu? Emang Kakak mau makan kamu apa gimana nih?" sambungnya sambil geleng-geleng kepala.     

Nusa mengerjapkan kedua bola matanya berkali-kali, merasa kaget dengan Rehan yang berubah mood tiba-tiba. "Ih Kakak apaan sih? Bikin orang panik aja. Emangnya mau ngomong apaan sih?" ucapnya dengan sebal, bahkan mengerucutkan bibirnya dengan lucu.     

Rehan menyudahi kekehannya, setelah itu menatap Nusa dengan senyuman yang terukir di wajahnya. "Enggak apa-apa. Kakak gak mau aja ya kamu selalu habisin waktu sama El, maksud Kakak tuh besok Kakak libur ya biasa lah hari Minggu. Mau ngajak kamu jalan, tapi awas aja kalau ternyata udah punya rencana sama El." ucapnya seperti sang cowok yang merajuk.     

Seakan paham dengan apa yang dikatakan oleh Rehan pun akhirnya Nusa menganggukkan kepala dengan perlahan. "Iya, siap komandan! Gak pernah lupa sama Minggu bersama Kak Rehan." jawabnya sambil memberikan dua ibu jari kepada Rehan, pertanda mengiyakan perkataan cowok itu.     

"Mau kemana kita? Seminggu sekali jalan-jalan, kayaknya semua tempat udah pernah kita datengin, iya gak sih?"     

"Iya juga ya, Kak? Tapi aku lagi pengen ke alam-alam gitu nih, biar seger juga otak. Apalagi kan hanis Minggu itu hari Senin, masuk sekolah lagi."     

"Ya udah kalau gitu, kira sunmori aja gimana?"     

Mendengar ucapan Rehan pun membuat Nusa menganggukkan kepala dengan semangat. "Oke! Kita berdua aja ya Kak! Nanti foto-foto di kebun teh, pasti asyik." ucapnya dengan sangat bersemangat.     

Rehan tersenyum, lalu tiba-tiba saja ia memiliki keinginan untuk berkata jujur mengenai Laras. "Siap, apapun yang mau kamu lakuin, kita wujudin di sana." balasnya sambil mengacak-acak rambut Nusa. "Oh ya, Kakak mau jujur nih." sambungnya.     

Nusa menaikkan sebelah alis. "Jujur tentang apa?" tanyanya, masih menjadi cewek yang penasaran.     

Entah ingin memulai bercerita dari sudut mana, namun sepertinya Rehan agak mengambil kesimpulan untuk mengatakannya kepada Nusa. "Kakak di deketin nih sama cewek." ucapnya dengan santai, seolah itu bukanlah masalah besar.     

"HAH? OMG, SERIUS?!!!" teriak Nusa dengan heboh, bahkan beranjak dari duduk sambil melompat-lompat kesal dan meninju udara.     

Rehan terkekeh melihat tingkah Nusa, ia sudah duga kalau sang adik akan heboh mengenai hal ini. "Serius, Kakak ketemu di Rumah Makan nasi Padang, dia sih ngaku pelanggan setia tapi bodoh ya Kakak gak kenal sama sekali."     

Nusa yang mendengar Rehan mulai cerita pun menghentikan aksinya, kembali duduk tepat di samping cowok tersebut dengan kedua bola mata mengerjap seperti siap mendengarkan dengan serius. "Terus, terus? Gimana tuh kelanjutannya? Cinta Kak Rehan bersemi di Rumah Makan nasi Padang." ucapnya sambil tersenyum menunjukkan deretan gigi putih dan bersinya.     

Rehan menaikkan kedua bahu, seperti bingung ingin bagaimana cara menjelaskan yang paling tepat. "Ya dia ngasih Kakak kartu nama, terus barusan udah Kakak kabari. Dia mau banget ngobrol sama Kakak, tapi kan tau sendiri—"     

"Kakak pasti nolak demi aku?" tebak Nusa yang memotong pembicaraan Rehan.     

Seperti biasa, Nusa adalah alasan paling tepat yang ada di kehidupan Rehan untuk di jaga dengan sangat baik. Tentu, ia menganggukkan kepala. "Iya, Kakak tolak karena kamu. Emangnya kenapa? Kan udah jadi tugas Kakak kok buat jaga kamu, apalagi tadi satu rumah sama tiga orang cowok ya takut kamu kenapa-napa."     

Nusa menghembuskan napas, lalu mendaratkan kedua tangan di masing-masing bahu Rehan. "Gini ya, Kak. Aku mungkin udah seribu kali bilang kalau Kakak ya gak masalah deket sama cewek manapun, sumpah. Jangan jadiin aku kayak penghalang di kehidupan Kakak, Kakak terima aja dia kalau merasa mau dekat."     

Rehan tau, tapi dia belum bisa. "Kakak mau terima dia, tapi Kakak mau terus jaga kamu karena kamu tetap satu-satunya buat Kakak. Kalau kamu sampai kenapa-napa, Kakak yang bakalan nyalahin diri sendiri."     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.