Elbara : Melts The Coldest Heart

Menemukan Titik Terang



Menemukan Titik Terang

0"Gue balik."     
0

"Gak mau mampir dulu kah, Bian?"     

"Gak mau, gue sibuk."     

"Aku ada minum kesukaan kamu di rumah, mampir dulu yuk."     

"Gak deh, gue masih mau ngabarin Moli. Dah ya gue gak punya waktu buat lo lagi,"     

"Tapi—"     

Alvira segera mengatupkan kembali mulut ketika Bian memutuskan untuk melajukan motornya dan tidak mendengar apa yang ia ingin katakan. Kini, ia sendirian di depan gerbang rumah sambil mendengus melihat punggung Bian yang semakin bergerak menjauh darinya.     

"Ih ngeselin, udah tau aku undang ke rumah tapi gak mau."     

Akhirnya, daripada mendumal di luar rumah pun ia memutuskan untuk masuk ke dalam pekarangan rumah. "Sore, Pak." sapanya pada security yang tengah bertugas.     

"Sore Neng, baru pulang?" jawab security tersebut, bahkan sambil berbasa-basi.     

Alvita menganggukkan kepala. "Iya nih Pak, Vira duluan ya mau ke dalem." balasnya.     

Saat mendapatkan pengiyaan dari Pak security, Alvira melanjutkan langkahnya. Sampai pada akhirnya, ia sudah sampai di teras rumah. Tubuhnya terasa pegal-pegal, terasa juga jemarinya yang seperti kebas.     

"Duh, mau langsung berendam ah di bathtub. Gerah banget, udah gitu capek."     

Mendorong pintu rumah, dan masuk. Keadaan rumah sepi, mungkin dikarenakan Reza dan Mario sudah pulang ke rumah masing-masing? Oh atau belum pulang kesini karena belum melihat tanda-tanda ada mobil El yang terparkir.     

Alvira melihat beberapa ART yang berbolak-balik, menyapanya dengan sopan yang juga ia balas dengan baik.     

Menaiki satu persatu anak tangga, setelah sampai di kamarnya pun melepaskan alas kaki dan menepikan di dekat rak sepatu kecil yang berada tak jauh dari pintu kamarnya.     

Ia membuang tas selempang yang di pakainya ke sembarang arah —setelah mengambil ponsel yang kini sudah berada di dalam genggamannya—, setelah itu melangkahkan kaki ke arah kamar mandi. Tak lupa mengunci pintu.     

Meletakkan ponsel di tepian bathtub, lalu mempersiapkan segalanya dari aroma sabun dan lain-lain agar dirinya bisa berendam dengan perasaan yang tenang.     

"Nah udah semua nih," ucapnya lalu menanggalkan pakaian dari tubuh.     

Setelah tidak ada sehelai benang pun di tubuhnya, Alvira tersenyum kecil, ia langsung berendam di air yang tersuhu hangat. Ia merasa tubuhnya rileks jika di bandingkan dengan sebelumnya.     

Tak lupa menyalakan lagu untuk mengisi keheningan. Jika kebanyakan orang lebih memilih untuk menyalakan lagu klasik atau alunan menenangkan lainnya, tapi berbeda dengan Alvira yang lebih memilih untuk memutar lagu barat yang dominan memilihi arti lagu senang dan sedih.     

Tapi, sepertinya ia memilih deretan lagu senang karena kini hatinya berbunga-bunga.     

Tidak peduli dengan segala perkataan Bian yang menyakitkan, yang terpenting saat ini adalah perasaan bahagia seperti rongga dadanya yang penuh dengan jutaaan kupu-kupu yang beterbangan.     

Rasanya memang seperti masih sama seperti dulu, ia tau kalau Bian masih memiliki celah untuknya.     

"Kalau aku belum capek dan berniat berhenti, di saat itu juga aku masih punya kesempatan buat dekatin kamu, Bian."     

Yang memiliki kenangan indah dengan mantan seperti layaknya Alvira dan Bian, yang paling susah pasti adalah fase melupakan. Bagaimana pun situasinya, disakiti atau menyakiti pasti rasanya akan sama saja dapat memunculkan kerinduan tentang kebersamaan.     

Jarang ada orang yang bisa move on sebelum mendapatkan pengganti, dan sebelum memiliki niat untuk meninggalkan masa lalu. Masalahnya, Alvira tidak memiliki niat itu.     

Sedangkan di sisi lain …     

El sudah membersihkan tubuh bahkan sudah memakai selana selutut walaupun tubuh bagian atasnya bertelanjang dada. Ia menatap ke arah jendela, senja mulai menurun dan langit mulai menggelap seperti peran matahari akan tergantikan oleh bulan.     

Ia menyapu rambut ke belakang, rasanya segar setelah hampir berjam-jam bersama dengan Nusa dan saat pulang langsung bersih-bersih tubuh untuk nanti makan malam.     

Karena jam makan malam masih jauh, El memutuskan untuk melempar tubuh ke atas kasur yang empuk. Meraih ponsel yang berada di sampingnya, terlihat notifikasi pesan dari orang tersayang sebagai tambahan di hidupnya setelah sekian lama.     

| ruang pesan |     

Nusa     

El, udah bobo kah?     

Nusa     

Jangan lupa loh makan malem, aku ini mau masak dulu sama Kak Rehan.     

El     

Mau dong di masakin     

El     

Gue gak tidur, abis mandi. Sorry gak bilang,     

Nusa     

Gak masalah kok. Kalau mau di masakin, nanti bisa bilang aja sama aku biar di siapin bahan-bahannya.     

El     

Oke, gue request kapan-kapan.     

Waktu itu, El pernah mencicipi masakan Nusa dan memang tiada tandingan. Rasanya pas, tidak ada yang kurang tidak ada juga yang kelebihan.     

Nusa     

Aku mau bilang satu lagi sama kamu, aku besok mau sunmori sama Kak Rehan. Berdua doang gak apa-apa kan? Soalnya udah jadi kebiasaan Minggu bersama Kak Rehan.     

Membaca pesan Nusa yang meminta izin padanya membuat El terkekeh kecil, setelah itu ia menghembuskan napas. Lagipula tidak merasa keberatan kalau Nusa memiliki waktu berdua dengan Rehan karena sebelum ada dirinya, pasti mereka juga memiliki waktu untuk bersama. Kehadirannya kan untuk melengkapi, bukan untuk menyaingi Rehan.     

El     

Boleh dong, lo mau jalan sama Rehan juga boleh, karena dia Kakak lo. Tapi kalau jalan sama cowok lain, gue pertegas.     

Nusa     

Ih iya iya! Lagian siapa juga yang mau jalan sama cowok lain? Udah punya cowok, ya mendingan juga ajak kamu aja.     

El     

Oke, lo dah bersih-bersih kan? Gue kayaknya mau tidur dulu deh, capek.     

Nusa     

Jangan tidur, nanti gak makan malam loh.     

El menatap jam dinding yang berada di kamarnya. Ternyata, masih jam enam. Biasanya, ia memulai dinner pada pukul delapan malam.     

El     

Dua jam lagi, nanti lo misscall gue.     

| ruang pesan berakhir |     

El tidak lagi membaca pesan selanjutnya yang akan di kirim Nusa padanya, lalu ia memilih untuk meletakkan ponsel di atas nakas.     

Ponselnya berdenting, pertanda itu adalah spam yang mungkin di lakukan oleh Reza dan Mario di grup yang hanya beranggotakan mereka bertiga.     

Kini, ia menatap langit-langit kamar. Mengulas senyuman yang sangat jelas terukir di permukaan wajahnya. Anggap ini bukan lagi El yang memiliki sifat dingin dan tidak berperikemanusiaan di saat melontarkan kata-kata. Ini adalah El yang sudah berbeda jauh labih baik daripada sebelumnya.     

"Nusa, kenapa sih lo dari awal ada di otak gue sampai gue sesayang ini?"     

Mungkin terdengar bucin seperti orang mabuk cinta, namun ini adalah kebahagiaannya yang sekarang. Ia sudah menemukan titik terang dari dunia yanh terasa sangat abu-abu baginya.     

Memejamkan kedua mata, El memilih untuk tertidur lebih dulu karena tubuhnya entah mengapa hari ini sangat lelah. Mungkin efek kemarin yang ke pasar malam dan terlalu bersemangat, sehingga istirahatnya juga belum cukup karena seharian tadi tidak merebahkan tubuh.     

Masuk ke dunia mimpi, berterimakasih pada Tuhan karena telah menciptakan sosok Nusa.     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.