Elbara : Melts The Coldest Heart

Bertemu Dengan Jodoh?



Bertemu Dengan Jodoh?

0Tak terasa hari sudah sore, saat ini sudah jam kerjanya Rehan berakhir. Kini, ia berada tepat di toilet —yang berada di loker cowok— untuk merapihkan penampilan. Menaruh celemek yang digunakan ke keranjang kotor, tempat kerjanya ini memiliki petugas laundry menjadikan tak perlu repot-repot mengenai seragamnya sebagai seorang barista.     
0

Rehan menatap jam yang melingkar di pergelangan tangannya, jam tiga sore. Ini mungkin sudah waktunya untuk langsung pulang —tidak mampir kemanapun—, ia mengingat kalau Nusa di rumah bersama dengan tiga orang cowok.     

"Tapi laper banget, mau mampir beli makanan gak ya? Pasti Nusa juga udah makan, gak ada lauk di rumah. Ya udah mending sebentar mampir ke tempat makan untuk take away,"     

Melipat lengan kemeja, lalu Rehan memakai weist bag yang di miringkan pada tubuhnya.     

Niatnya yang tidak ingin mampir kemana-mana pun terpaksa tertunda, ia memilih untuk membeli makan sekalian untuk malam nanti. Jujur, bekerja menjadi barista di tempat yang selalu ramai menjadikan waktu istirahatnya hanya sedikit. Tidak, ini bukan kebijakan siapa-siapa kok. Waktu istirahatnya yang terkikis memang sesuai dengan kehendaknya.     

Bagi Rehan, fokus bekerja menjadikan pekerjaan lebih cepat selesai. Padahal mah kalau Nusa tau dirinya belum makan siang, pasti cewek itu akan berbicara panjang kali lebar mengomeli-nya.     

Rehan tersenyum kecil, ia merasa beruntung memiliki seorang Nusa yang ada di hidupnya. Sungguh, hari-hatinya tak pernah sepi.     

"Bro, mau balik?"     

Mendengar suara bariton yang menyapa, membuat Rehan membalikkan tubuh dan melihat cowok yang ia kenal. Rehan pun menganggukkan kepala, tersenyum kecil. "Ia nih gue mau balik, lo kok belum siap-siap balik? Kan shift kita sama,"     

Namanya Candra, bukan pemeran penting namun memang teman kerja Rehan. Memiliki perawakan berwibawa dengan postur tubuh yang mirip seperti abdi negara. Tingkat ketampanannya pun seperti tidak memiliki celah, apalagi terlihay manis dengan kulit sawo mateng.     

Candra menghembuskan napasnya. "Biasalah, cewek gue ngambek."     

Rehan menaikkan sebelah alisnya, kurang paham dengan jawaban yang diberikan oleh Candra. "Maksudnya gimana? Kok pakai alesan cewek lo?" tanyanya yang keheranan.     

Mendengar itu, Candra lupa kalau dirinya belum menjelaskan begitu rinci. "Oh maksud gue, cewek gue ngambek. Soalnya gue ngajak jalan dia mendadak, terus minta waktu buat dandan tapi gue gak boleh dateng dulu ke rumahnya sebelum rapih. Jadi ya gue nunda jam pulang, itung-itung banyu shift sore." balasnya.     

Rehan ber-oh-ria, ia hampir lupa bagaimana saja kisah hidup saat memiliki pasangan. Hari-harinya sudah penuh dengan kehadiran Nusa, belum sempat kepikiran memiliki pacar. Namun saat Candra mengatakan ini, ia agak envy juga melihat teman-temannya yang sudah pacaran bahkan ada yang sudah siap masuk ke jenjang lebih serius.     

"Ya lo tunggu loker aja, mau gue temenin? Mumpung gue belum balik, lo juga istirahat lah, capek. Toh kan udah masuk jam pulang lo,"     

"Gak ah, gue seneng aja layanin buat kopi. Lo tau sendiri art gue keren banget, bangga sama diri sendiri."     

Ya memang sangat di akui kalau Candra sangat berbakat di bidang barista. Bisa membuat coffee art yang terbilng sulit, dan Rehan juga tidak masalah kalau cowok satu ini berbangga diri.     

Rehan menganggukkan kepala, ia sama sekali tidak risih dengan orang yang bangga dengan kepandaian di bidang pekerjaan. "Oke deh, sukses besar ya lo dapet tip. Gue mau cabut duluan nih, nitip salam ya sama semuanya."     

Setelah mengatakan itu dan tentu melihat anggukan kepala serta terimakasih dari Candra, Rehan melangkahkan kaki keluar loker dengan pintu yang tertutup otomatis. Ia berjalan ke arah pintu belakang, setelah itu berdiri di hadapan fingerprint untuk absensi kepulangannya.     

Matahari tampak masih muncul di langit, Rehan berjalan ke arah parkiran khusus karyawan. Mengambil kunci motor, lalu menaiki motor besarnya.     

"Ih gue laper tapi masih bingung mau makan apa. Nasi Padang enak kali ya? Tapi nanti menu makan malamnya beda lagi takut basi, ya udah deh Nasi Padang aja seporsi nanti cari makanan lain habis itu." gumamnya.     

Mulai memakai helm untuk perlindungan kepala, saat ini Rehan sudah siap membelah jalan raya dengan kendaraannya.     

Ia memundurkan motor, lalu melajukannya sampai di depan pintu gerbang cafe yang terbuka lebar-lebar. Ia memberikan anggukkan kepada security yang bertugas, lalu mulai memasuki jalan raya.     

Ia memilih untuk ke rumah makan Padang terdekat, memarkirkan motor lalu turun dari kendaraan. Ia melepas helm, lalu mencabut kunci dan langsung masuk ke sana.     

Wangi makanan Padang sangat harum karena memang wanginya ciri khas, menjadikan Rehan yang menghirup itu memejamkan matanya sebentar karena menjadi meningkatkan nafsu makannya.     

"Mbak, mau pesen dong." ucap Rehan yang berada tepat di tempat pemesanan. Ia menatap wanita setengah baya yang memakai seragam, lalu mengalihkannya dengan menu yang tersedia.     

Si pelayan rumah Padang pun menganggukkan kepala. "Boleh Mas, mau pakai apa aja?" responnya dengan sangat baik dan ramah.     

Rehan mulai mengeja apa saja yang dirinya ingin santap. "Nasinya pakai kuah gulai, lauknya ayam bakar, telur dadar, sayur nangka, sama rendang-nya boleh."     

Mendengar berbagai macam pesanan lauk yang dikatakan oleh Rehan, dengan cekatan sang pelayan RM (Rumah Makan) ini pun langsung menyiapkan semuanya.     

Kalau makan di tempat, memang lebih enak sih. Tapi, waktu yang menyadarkan Rehan supaya tidak terlalu berlama-lama.     

Porsi makan nasi Padang di tempatnya dan saat di bawa pulang memang berbeda, saat di bawa pulang jauh lebih banyak dan porsinya seperti untuk dua orang.     

"Kak, permisi aku mau lewat."     

Mendengar suara lembut itu membuat Rehan menolehkan kepala. Ia melihat cewek cantik, sungguh. Kulitnya bersih, rambutnya panjang bergelombang seperti di tata dengan catokan. Bagian tubuh yang menjadi daya tarik adalah matanya yang seolah berbinar.     

Rehan pun sadar kalau ia menghalangi jalanan, segera ia mengaduh karena hal ini. "Duh maaf ya, silahkan masuk." ucapnya."     

Si cewek ini memperhatikan Rehan, belum bergerak masuk. Ia menatap lekat cowok tersebut, lalu tersenyum. "Kak barista di cafe keluarga Adalard ya?"     

Mendengar itu, Rehan mengerjapkan kedua bola mata. Sungguh, ia tidak kenal siapa lawan bicaranya saat ini. Namun, tampak cewek itu mengenalnya.     

"Mas Maaf ganggu obrolannya, ini pesenan Mas udah jadi. Totalnya tiga puluh delapan ribu rupiah," ucap si pelayan Rumah Makan Padang.     

Rehan menganggukkan kepala, merogoh tas-nya dan mengambil dompet untuk mengambil uang berwarna biru. "Ini Mbak uangnya."     

Sekantung Nasi padang sudah berada di tangan kiri Rehan, baunya benar-benar menggoda seseorang untuk segera mencicipinya.     

"Ini Mas kembaliannya, terimakasih."     

Rehan merapihkan uang di dompet, setelah itu kembali menaruhnya di dalam tas. "Ngobrol di teras dulu yuk sebentar, gak panas juga kok. Daripada ngobrol disini ngehalangin jalanan,"     

Akhirnya, mereka memutuskan untuk pindah dan kini sudah berdiri di teras rumah makan Padang.     

"Sebelumnya maaf, siapa ya?" tanya Rehan sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal.     

"Ah iya pasti Kakak gak kenal aku." ucap si cewek, lalu menjulurkan tangan seperti mengajak berkenalan dan di sambut hangat oleh Rehan. "Nama aku Laras, suka banget ke cafe tempat Kakak kerja. Aku jarang pesen langsung ke kasir, biasanya Candra yang layani." ucapnya yang menjelaskan kepada cowok yang kini berada di hadapannya.     

Candra juga terkadang beralih profesi menjadi waiter, sambil berniat tebar pesona juga. Kalau Rehan, ia murni berdiri di barista dan melayani pesanan pelanggan tanpa memiliki waktu untuk mengenali siapa saja yang datang.     

"Oh hai, salam kenal ya, Ras." Rehan melepaskan tautan tangan mereka, ia merasa tidak enak saja jika bersentuhan dengan cewek dalam beberapa menit. "Gue Rehan." sambungnya, memperkenalkan diri.     

"Oke, kamu mau kemana abis ini? Aku mau ajak ngobrol kamu," ucap Laras. Sepertinya, ia adalah cewek dengan tipe yang langsung berbicara pada intinya tanpa memerlukan basa-basi seperti pada umumnya.     

Rehan tampak menatap mata Laras. Ia memikirkan Nusa di rumah, masih sang adik kesayangan yang menjadi nomor satu di hidupnya. "Duh maaf ya gak bisa, kapan-kapan aja ya kalau mau ngobrol sama gue, sibuk. Gue mau langsung pulang, adik gue sendirian di rumah." balasnya yang menolak dengan halus dan alasan yang jelas.     

Laras tampak menganggukkan kepala, ia tau setiap orang memiliki kesibukan walaupun ia hanya meminta untuk sekedar mengobrol. Setelah itu, ia merogoh tas dan memberikan kartu nama pada Rehan. "Hubungi aku kalau punya waktu luang, di sana ada nomor telepon ku." ucapnya sambil menunjuk ke arah letak nomor ponselnya yang berada di kartu nama.     

Rehan menganggukkan kepala sambil menerima kartu nama itu, lalu tersenyum hangat. "Oke, nanti gue hubungi ya kalau inget. Gue gak punya kartu nama, tunggu gue aja yang hubungi lo." balasnya.     

Sepertinya, Laras bukanlah orang yang terlalu ribet. Buktinya, sekarang ia menganggukkan kepala merasa apa yang di katakan Rehan bukanlah masalah besar. "Oke, gak masalah kok." jawabnya dengan menampilkan senyuman hangat.     

Sebagai cowok, Rehan tentu saja tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk dekat dengan cewek bermodelan Laras. Ibaratnya, cewek itu sempurna dalam segi fisik. Juga, sifatnya yang sopan dan tetap menjaga privasi orang lain juga membuat cewek itu positif baik.     

"Ya udah gue mau balik ya, lo balik sama siapa?"     

"Ada, aku sama supir. Kamu hati-hati di jalan,"     

"Oke hati-hati juga."     

Laras tampak melambaikan tangan ke arah Rehan, membuat cowok itu melakukan hal serupa sambil mengulas senyuman kecil. Ia melangkahkan kaki, meninggalkan Laras yang sepertinya sudah memasuki RM.     

Di saat itu juga, Rehan menghirup aroma manis Laras, padahal kehadiran cewek itu sudah berlalu. Ia mengerjapkan bola mata, seperti menemukan jawaban dari segala pencarian pacar selama ini.     

Tadinya bingung memikirkan jodoh, sempay envy sama beberapa temannya, namun kini tiba-tiba ada cewek yang ingin dekat dengannya.     

"Apa-apaan tadi? Gimana pun jangan asal naruh hati, gue mau buktiin dulu yang tadi itu cuma pengen sekedar kenal sama gue atau gimana." gumamnya sambil menahan senyuman.     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.