Elbara : Melts The Coldest Heart

Sore Terindah



Sore Terindah

0Rehan kini sudah memarkirkan motornya di halaman rumah. Ia menatap satu mobil yang terparkir juga di sana, yang ia yakini kalau itu adalah milik El.     
0

Tangannya menenteng makanan. Kresek yang berisikan nasi Padang, dan paper bag yang berisikan beberapa bahan masakan yang di beli dari supermarket. Ia memutuskan untuk memasak makan malam dari pada membelinya.     

Melangkahkan kaki, kini ia meraih knop pintu lalu menekan ke bawah dan mendorongnya.     

Baru pulang, langsung di sambut dengan suara bising Reza dan Mario. Entahlah, sepertinya mereka sedang menonton horror karena backsound-nya terdengar sangat menyeramkan.     

Rehan pribadi sih tidak takut dengan hal yang berbau horror, jadi ia berjalan masuk dengan tenang. Tak lupa kembalu menutup pintu, melepaskan sepatu dan meletakkan di samping rak. Setelah itu melangkahkan kaki masuk lebih dalam ke rumahnya.     

"Gila deh ini mah, udah deh pemainnya bisu aja. Kalau berisik, tuh makhluk pasti langsung ngejar."     

"Nonton ginian senam jantung, padahal di Tv. Gimana kalau di bioskop, ya? Vibes-nya pasti ngena banget,"     

"Tapi serem gak sih menurut lo sama monsternya? Monster item, jelek, gapunya mata, mulut lebar banget malah giginya tajem-tajem."     

"Ya kalau nonton doang mah berani anjir, tapi kalau semisalnya tuh monster ada di dunia, gua milih buat kek ya udah lah gue mati aja."     

"Sialan pasrah banget lo, Za."     

Rehan mendengar percakapan Reza dan Mario yang seperti tengah membahas film yang saat ini mereka tonton. Ia sudah berada di ruang Tv, melihat kedua cowok yang duduk di atas sofa dengan tameng bantal sofa yang menjadi penutup penglihatan jikalah ada jumpscare.     

"Loh kalian berduaan aja? Dimana Nusa sama El?"     

Mendengar suara bariton tersebut membuat tubuh Reza dan Mario tersentak.     

"Gue kira siapa ih ngagetin aja lo, Han!" seru Reza, ia mengusap wajahnya karena terkejut.     

Mario melakukan hal yang sama. "Kalau dede jantungan gimana? Gak ada yang bisa gantiin gue, si cowok humoris." ucapnya dengan nada bicara yang melemah, seperti jantungnya tersenggol.     

Rehan memutar kedua bola mata. "Lebay lo ah, dah pada makan belum?"     

Reza mengangguk, begitu juga dengan Mario. Mereka berdua tanpak fokus dengan tontonan di televisi. Untung saja, ia berlangganan aplikasi menonton yang memiliki berbagai macam film.     

Rehan pun mengangkat bahunya, lalu melangkahkan kaki menjadi ke arah dapur untuk menata barang-barang belanjaan pada tempatnya.     

Sesampainya di dapur …     

Rehan menaruk kresek yang berisikan nasi Padang di atas meja makan beserta dengan weist bag-nya. Ia menenteng paper bag, lalu berjongkok di depan kulkas yang sudah terbuka.     

Menyusun barang-barang sesuai tempat. Ia tipikal cowok yang rapi, bahkan kulkas di rumah ini tidak ada yang berantakan. Ia juga telah menerapkan kebersihan serta kerapihan pada Nusa dalam membersihkan peralatan dan setiap sudut ruangan di rumah.     

Selesai menata bahan-bahan, ia beranjak, kembali berdiri dan menaruh paper bag ke selipan kulkas dengan dispenser.     

Tidak memikirkan kemana El dan Nusa saat ini, ia memilih untuk berjalan ke arah meja makan, dan mendaratkan bokongnya di kursi.     

Rehan niatnya ingin makan, namun tangannya justru meraih weist bag untuk mencari kartu nama yang benerapa menit lalu diberikan seorang cewek untuk dirinya.     

"Kenapa ya kira-kira Laras ngasih kartu nama ke gue? Kenapa gak ngajak ngobrol aja di cafe gitu,"     

Menepis pemikiran yang takutnya semakin dalam bertanya-tanya, akhirnya Rehan mengambil ponsel lalu menyimpan nomor telepon Laras. Ia tidak ingin membuat cewek itu menunggu karena takutnya memang menunggu dirinya menghubungi.     

Jemarinya menari-nari di atas layar ponsel, membuka aplikasi bertukar pesan yang menampilkan ruang chat bersama dengan Laras.     

| ruang chat |     

Rehan     

Hai, ini gue Rehan.     

Rehan     

Save ya.     

Read     

Belum ada satu menit, namun pesannya sudah di baca oleh seseorang di seberang sana. Apa benar kalau Laras menunggu ia yang menghubungi? Kalau benar, ini malu membuatnya merasa malu.     

Laras     

Hai, akhirnya hubungi aku juga. Gimana? Kapan bisa ketemuan?     

Rehan     

Nanti dulu ya, gue belum atur jadwal. Kalau gak, sebisa lo aja deh. Gue setiap kerja balik jam 3 sore, lo boleh nunggu gue balik kerja.     

Laras     

Kalau pas libur, emangnya kenapa? Gak bisa?     

Rehan     

Iya gak bisa, itu waktu buat adik gue, sorry ya.     

Laras     

Oke, tapi besok aku gak bisa. Mau ada perancangan busana, nanti aku kabari kalau udah bisa juga bakalan langsung dateng kesana.     

Rehan     

Oke, lo kabari aja.     

| ruang pesan berakhir |     

Rehan langsung mengeluarkan ruang pesan dengan Laras, ia mematikan telepon dan memilih untuk makan makanan yang kini ada di hadapannya.     

"Nasi Padang, I'm coming!"     

…     

El tengah menjulurkan tangan untuk mengelus puncak kepala Nusa dengan sangat lembut. Ia berharap kalau sentuhan ringannya saat ini dapat menjadi penenang bagi cewek satu ini.     

Sudah mendengarkan lika-liku kehidupan yang di jalankan oleh Nusa, membuat El berpikir ingin selamanya berada di samping sang pacar supaya tidak merasa sedih dan kesepian.     

Nusa masih menitikkan air mata, ia berada di dalam pelukan El yang ternyata sangat hangat dan mampu menenangkan. Kini, hanya tersisa dirinya yang harus mengontrol emosi supaya tidak menangis lagi.     

"Nangisnya kalau belum cukup, gak usah berhenti. Gue tau banget kalau lo masih mau luapim rasa sedih lo, gak masalah." ucap El dengan lembut, ia bahkan sesekali mengecup puncak kepala Nusa.     

Mendengar itu, Nusa tersenyum simpul. "Tapi nanti baju kamu basah, terus nanti gimana kalau ada ingus-nya? Emang gak jijik?" ucapnya dengan terputus-putus karena dadanya sesak akibat menangis cukup lama.     

Sedikit terkekeh mendengar ucapan Nusa yang terdengar polos. "Siapa yang jijik sama pacar sendiri? Lagian kalau nangis terus ngeluarin lendir dari hidung kan wajar, nanti gue bisa pinjem baju Rehan buat gantian. Sekarang, lo puas-puasin nangisnya."     

Merasa beruntung? Sangat! Nusa semakin memeluk tubuh El dengan erat, namun hanya beberapa saat saja karena takut napas cowok itu terhalang karenanya.     

"Makasih banyak ya, El. Aku sayang kamu. Makasih udah dengerin keluh kesah aku, sampai bisa nenangin aku kayak gini yang dimana belum tentu cowok-cowok di luaran sana bisa jadi penenang buat ceweknya."     

"Buat lo, apa yang enggak? Gue emang gak pernah pacaran, Sa. Baru pertama sama lo. Tapi, gue tau cara perlakuin cewek."     

Nusa menganggukkan kepala, percaya akan hal itu. Sebelumnya, memang tidak terlihat kalau sosok se-dingin El bisa memperlakukan seorang cewek seperti layaknya ratu. Namun, sekarang seolah Nusa sudah tau segalanya. Perubahan El yang membuat hatinya seperti berbunga-bunga.     

"Kamu pacar pertama Nusa, Nusa juga pacar pertama kamu." Ia memilih untuk mengendurkan pelukan, setelah itu mendongakkan kepala untuk menatap wajah tampan sang pacar.     

El menaikkan sebelah alis, merasa bingung dengan gerakan Nusa yang tiba-tiba. "Kenapa?" tanyanya, ada kilatan khawatir di kedua bola mata. Takutnya, Nusa kembali mengingat masa lalu tentang kerinduan kepada orang tuanya.     

Nusa menggelengkan kepala, setelah itu menampilan senyuman yang manis. "Kedatangan El kayak anugerah di hidup aku, rasanya bahagia banget bisa punya orang yang ada di sisi aku saat sedih kayak gini."     

Tersenyum tulus, sepertinya El benar-benar sudah mabuk cinta oleh Nusa. "Lo ngerasa beruntung gue hadir? Lo lebih dari apapun buat gue, Sa. Lo orang yang berhasil bikin gue cinta sama lo, berhasil berubah jadi belih baik kayak sekarang. Semua berkat lo,"     

Tersentuh dengan perkataan El, Nusa kembali menangis. Perasaannya kini menjadi campur aduk setelah memilih untuk diam sambil meratapi nasib dengan tangisan.     

El terkekeh kecil, lalu menahan rahang tirus Nusa yang kembali ingin menunduk. "Ih ngapain nangis lagi? Belum lega? Apa kata-kata gue ada yang buat lo nangis?" tanyanya, berbondong-bondong karena cemas sekaligus gemas dengan cewek yang kini ada di sampingnya.     

"Aku terharu, kenapa bisa cowok dingin kayak kamu si kulkas berjalan bisa tiba-tiba bucin banget sama aku."     

"Kan lo pawang gue, kalau gak ada lo ya gue ganas lagi lah kayak biasanya."     

"Tangan dulu itu sembuhin, baru abis itu banyak gaya. Tangan kamu kan belum sembuh total,"     

"Iya bawel, dua puluh empat jam kayaknya lo ngingetin gue kayak gitu."     

"Biar gak lupa, soalnya kamu lupa."     

Nusa terkekeh dengan perkataannya yang meledek El. Ia tidak peduli kalau kedua matanya terlihat bengkak, bahkan terlihat memerah karena menangis.     

El yang mendengar itu pun menatap Nusa. "Gue yang lupa atau lo? Kan biasanya lo yang pikun," setelah itu ia menjulurkan lidah untuk kembali meledek ceweknya.     

Merasa hembusan angin yang terasa masuk ke permukaan kulit menjadikan Nusa semakim berkali-kali lipat merasakan kedamaian di tubuhnya.     

"Aku sama kamu, sama-sama pikun woooo gak usah main salah-salahan." tentu saja seorang cewek tidak ingin mengalah, termasuk Nusa.     

Sedangkan El? Tugasnya hanya mengangguk-anggukkan kepala dengan perlahan berusaha menerima apa yang dikatakan oleh cewek itu. "Iya iya deh, bagian cowok mah ngalah aja buat ceweknya, biar seneng."     

Setelah itu, Nusa tertawa karena ia gemas dengan perilaku El. Kini, perasaan sedihnya sudah menghilang entah kemana. Digantikan dengan perasaan yang berdebar karena berada di dekat cowok yang menjadi penenangnya saat ini.     

Dengan cepat, Nusa kembali memeluk erat tubuh El dengan perasaan berbunga-bunga. Entah bagaimana menyatakan perasaan yang paling baik, namun saat ini ia benar-benar senang.     

"Makasih ya, El."     

"Buat apaan lagi, sayang ku."     

"Buat segalanya. Buat selalu ada, selalu hadir, dan selalu—"     

"Selalu sayang?" potong El sambil menaik turunkan kedua alisnya, menggoda cewek tersebut.     

Nusa tersipu malu, setelah itu menganggukkan kepala dengan perlahan. "Iya, makasih udah naruh perasaan sayang ke Nusa."     

Cewek polos yang sebelumnya tidak mengenal cinta, diperkenalkan oleh cowok yang nyaris sempurna dan tau cara memperlakukan seorang cewek menjadi ratu.     

El menganggukkan kepala, kembali membawa tubuh mungil Nusa untuk masuk ke dalam pelukannya. Ia menciumi puncak kepala cewek itu, lalu mengusal. "Sama-sama, gue sayang lo. Gue mau selalu ada buat lo kayak peran pacar yang seharusnya."     

Sore ini, adalah sore terindah untuk beberapa orang.     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.