Elbara : Melts The Coldest Heart

Kesepian yang Menghantui



Kesepian yang Menghantui

0Cahaya matahari belum meninggi, namun Nusa saat ini tetap memeluk keranjang baju yang sudah bersih. Berkat bantuan mesin cuci, semuanya terlihat mudah.     
0

Kini, Nusa hanya bermodal menjemur dengan gantungan yang sudah tersedia. Ia berada di atap rumah, melihat pemandangan luar yang terlihat sangat asri di pagi hari ini.     

Menghirup udara segar, lalu menghembuskan napas dengan perlahan. Ia meletakkan keranjang baju di lantai, lalu berjalan untuk melebarkan tiang jemuran.     

"Nyuci, nyuci sendiri." gumamnya yang seperti melantunkan nyanyian namun lirik lagunya di ubah.     

Setelah semua rapi dan Nusa juga tak lupa mengambil banyak gantungan dan di gantung pada sudut tiang jemuran, ia kembali ke arah dimana keranjangnya diletakkan untuk di ubah supaya sejarak dengannya.     

Setelah itu merogoh saku celana, meraih ponsel untuk memutar lagu supaya menemani kegiatan menjemur pakaian. Ini adalah kesehariannya, sudah biasa melakukan banyak pekerjaan rumah. Bukannya capek dan mengeluh, ia malah capek dan merasa senang karena bisa membuat pekerjaan selesai dengan cepat.     

Memilih lagu yang diinginkan, setelah itu meletakkan ponsel di meja yang dekat dengan pijakannya saat ini. Kalau sedang melakukan suatu kegiatan dan ditemani oleh alunan lagu, pasti sangatlah membuat bahagia.     

Satu persatu pakaian di jemur oleh Nusa dengan segenap hati. Ia menggunakkan gantungan baju japitan agar kalau baju sudah kering dan tersapu angin, tidak akan terbang karena angin.     

Suasana sepi —hanya diisi dengan suara musik yang sekarang di putar acak oleh Nusa— karena pekarangan rumahnya termasuk perumahan seperti komplek yang jarang sekali dilalui orang-orang karena rata-rata sang pemilik rumah itu sibuk, jadi tak sempat berjalan-kalan keluar rumah apalagi di Sabtu pagi.     

Namun, suara kicauan burung tidak pernah absen. Ia melirik ke arah satu pohon berukuran tidak cukup besar, namun rindang dan sejuk. Di sana terlihat ada sarang buruk serta induknya, seperti tengah bernyanyi.     

Pernah, ia pernah merasakan bagaimana memiliki seorang ibu yang dimana posisinya ia yang membantu menjemur pakaian. Namun, itu di rasakan dari sang bibi waktu beberapa tahun menjenguknya dan Rehan.     

Throwback     

"Loh kamu gak usah bantu Bibi, biar Bibi aja yang nyuci. Lagian kan kamu belum besar, belum bisa pegang cucian sendiri."     

Mendengar itu, Nusa yang masih kelas 1 SMP pun menggelengkan kepala dengan perlahan. "Enggak, nanti Bibi capek. Kan kalau Nusa bantu, bisa sambil belajar biar nantinya udah pinter bersih-bersih rumah." balasnya. Ia mengambil alih keranjang yang berada di tangan Bi Juliana.     

Bi Juliana, adik kandung dari sang Ibu pun langsung menatap cewek kecil yang berada di sampingnya. "Ih kamu nanti keberatan, sini Bibi aja. Usia kayak kamu mah masih urusin main aja sama teman-teman,"     

"Gak mau, Bi. Aku bosen, masa main terus sih kerjaannya? Kan mau bantu-bantu aja,"     

Akhirnya, Nusa menunjukkan senyuman yang sangat manis. Meletakkan keranjang tersebut di rerumputan, setelah itu mulai menjemur baju.     

Suasana pedesaan, memang sangat berbeda dengan kota. Ini bukan kota asalnya lahir, Nusa dan Rehan menyewa rumah ini karena dekat dengan rumah Bi Juliana agar bisa berkabar. Selain itu, Rehan yang sudah mulai bekerja tanpa ijazah pun lebih mudah mencari pekerjaan disini dan telah keterima.     

Jadi, di pedesaan memanggil 'bibi' sama saja dengan sebutan 'tante' di kota, bukan berarti pembantu.     

Dalam diam, Bi Juliana melihat bagaimana Nusa yang mulai menjemur pakaian. Ini memang bukan pekerjaan rumah pertama kalinya yang dipegang oleh cewek itu, namun rasanya Nusa tumbuh menjadi seorang yang mandiri dan bisa melakukan apapun sendirian.     

"Bibi jangan diri aja ih nanti pegel, ke teras dulu aja, liatin Nusa dari sana." tegur Nusa sambil melihat ke arah wanita setengah baya yang kini tengah mengerjapkan kedua bola matanya.     

Bi Juliana tersadar, lalu menghembuskan napas. "Atuh gak perlu, kamu aja yang duduk sana. Lagian kan kamu—"     

"Harus main? Gak mau Bibi ku sayang…" Nusa memotong ucapan Bi Juliana karena sudah tau apa yang akan dibicarakan.     

Melihat Bi Juliana yang malah terbengong membuat Nusa terkekeh kecil. "Ih Bibi malah melamun, ayo duduk di teras." ucapnya sambil melangkahkan kaki dan menarik pergelangan tangan Bibi-nya agar mengikuti setiap langkah.     

Setelah sampai di teras, Nusa langsung mengarahkan Bi Juliana untuk duduk di teras dan akhirnya wanita itu mengiyakan namun masih berdiri.     

Di detik selanjutnya, Nusa mendapatkan pelukan yang hangat. Pelukannyang jarang ia dapatkan dari siapapun selain Rehan, ia tidak pernah merasakan pelukan orang lain, ini adalah yang pertama baginya.     

Dengan ragu, Nusa menjulurkan tangan untuk memeluk balik wanita setengah baya yang kini sudah membawanya masuk ke sebuah pelukan hangat. Dan, ya mereka saling berpelukan dengan mengukir senyuman di permukaan wajah.     

Nusa merasakan kehangatan yang menjalar sampai ke seluruh tubuh, merasa kalau Bi Juliana bisa menjadi pengganti sang ibu. Ia menutup kedua bole matanya, menikmati kehangatan yang sudah lama tidak bisa di rasakan.     

Throwback off     

Menggelengkan kepala, Nusa merasa kenangan itu terlalu mengharukan. Ia menghembuskan napas, merasa sedih karena saat ini belum ketemu lagi dengan sang bibi.     

Menepis pikiran, Nusa mencegah air mata meluruh membasahi kedua pipinya. Ia tersenyum, ternyata ia masih sama kesepiannya dengan bertahun-tahun yang lalu.     

Ia menyusun baju yang di jemur dengan rapi namun berjarak supaya kering, Nusa selesai dengan menjemur pakaian, celana, dan lainnya. Pakaian dalam pun sudah di jemur, namun pada jemuran bundar yang menggantung.     

Selama beberapa menit lalu saat ia menjemur, memang terasa cepat. Padahal, ia menjemur sudah dua puluh menit lamanya di tambah sambil melamunkan hal yang indah di pikiran.     

"Apa aku telfon El aja kali ya suruh kesini?" gumamnya, lalu melangkahkan kaki untuk mengambil ponsel. Begitu benda pipih tersebut sudah berada di tangannya, Nusa langsung mencari kontak ponsel milik seseorang yang ingin ia hubungi.     

Dering pertama langsung terangkat, suara berisik di seberang sana pun terdengar.     

"Halo, Sa." sapa El di seberang sana dengan nada bariton yang benar-benar membuat mabuk kepayang.     

Nusa menekuk senyuman. "Halo juga, El. Nanti bisa kesini gak? Nusa sendirian, kesepian. Tadi juga niatnya Kak Rehan mau suruh El kesini tapi aku tolak, ternyata gak enak banget sendirian." ucapnya yang menjelaskan."     

Terdengar tawa dari Reza dan Mario dari seberang sana, tak lupa perkataan pembicaraan kedua cowok itu seputar kenapa tupai bisa hidup lama di dalam air seperti yang di tayangkan pada kartun SpongeBob SquarePants. Pembicaraan yang aneh.     

"Oke bisa, tapi gue bawa Reza sama Mario."     

"Iya gak masalah, biar gak berduaan."     

"Oke. Lo mau di bawain sesuatu gak? Kali ini benaran dan gue gak nerima penolakan."     

"Aku mau kebab deh, minumannya terserah."     

Setelah itu, Nusa pamit kepada El untuk memutuskan sambungan telepon. Ia menghembuskan napas. Setidaknya, nanti ia tidak merasa sendirian lagi.     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.