Elbara : Melts The Coldest Heart

Kebaikan Hati Nusa



Kebaikan Hati Nusa

0Nusa mengerjapkan kedua bola matanya secara bersamaan, ia menatap Alvira dengan bingung. Entah ingin menerima apa yang berada di dalam paper bag tersebut atau tidak.     
0

Namun karena melihat raut wajah Alvira yang seperti tidak ingin ada penolakan itu menjadikan dirinya untuk mengambil napas dan menghembuskannya dengan perlahan.     

"Makasih banyak ya, repot-repot kasih hadiah segala." ucapnya sambil menerima paper bag tersebut, lalu diletakkan di sofa tepat bersampingan dengan tubuhnya.     

Alvira menganggukkan kepala. "Ya gak masalah, ini namanya bukan repot-repot. Sebagai bentuk permohonan maaf yang seharusnya gak dapat maaf semudah ini, itu untuk Kakak." ucapnya sambil tersenyum kecil.     

Melihat Alvira yang berada di hadapannya menjadikan Nusa mengulas senyuman hangat penuh dengan ketulusan. Ia tidak tau ingin merespon apa, namun ia bukan tipe yang tidak akan memaafkan seseorang jika memiliki kesalahan, se-fatal apapun.     

"Iya, aku maafin. Lagipula mah wajar kamu bersikap kayak gitu ke aku, tapi yang gak wajar itu gak ada penyaringan saat berbicara."     

Sadar, Alvira 100% sadar kalau keadaannya saat itu sangat kacau. Tapi sekacau-kacaunya manusia, memalukan seseorang di depan umum bukanlah hal yang menusiawi.     

"Kakak baik banget, pantesan Kak Bara bisa milih Kak Nusa. Ternyata, ini alesannya."     

Mendengar kesimpulan kalau dirinya baik, tentu saja Nusa senang. Ia mengulas senyuman, apalagi di saat Alvira berkata kalau ia seolah telah membuat perbedaan antar cewek yang memukau sehingga El memilihnya. "Makasih banyak ya, Ra." ucapnya sambil memberikan tatapan penuh dengan ketulusan. "Euhm udah makan belum?" sambungnya, bertanya.     

"Kalau makan sih udahan Kak, lagipula kan masih pagi tadi udah masak buat sarapan."     

"Wah, udah pinter masak, ya?"     

"Bukan pinter lagi, Kak. Namanya ancur,"     

Begitu melihat Alvira terkekeh dengan ucapaannya sendiri membuat Nusa juga terkekeh dengan kecil, perkataan cewek di seberangnya ini sama sekali tidak munafik dan mengakui kenyataan dengan kedamaian hati. "Mau di ajarin masak gak? Kebetulan aku bisa, walaupun bukan masakan yang wow." ucapnya, menawarkan diri karena siapa tau berminat, iya kan?     

Mendengar itu, Alvira tak merasa sakit hati karena Nusa sama sekali bukannya mengejek masakannya atau apapun itu. Ia tentu menganggukkan kepala. "Kalau Kak Nusa ke rumah ku, kalau inget, Kakak ajak aku aja." balasnya sambil menganggukkan kepala.     

Nusa sempat berpikir, se-gak enak makanan Alvira itu terasa seperti apa? Rasanya berantakan, kah?     

Bahkan, sampai secara terang-terangan kalau El makan di luar. Padahal, seperti apa yang di tangkap olehnya saat di sekolah mengenai Alvira yang sering membuatkan pacarnya bekal, pasti sang adik ini udah membuatkan menu makan. "El gak pernah cicipi masakan kamu?" tanyanya dengan hati-hati, takut menyinggung perasaan.     

Kenyataannya memang seperti itu, jadi Alvira menganggukkan kepala sambil mengulas senyuman di permukaan wajah. Senyuman yang bagi sesama cewek pun dapat di pahami maknanya. "Pernah kok, selalu di makan walaupun cuma di icip satu atau paling banyak lima suapan." balasnya.     

Disaat El mencicipi makanan yang di buat olehnya, Alvira merasakan perasaan senang sebagai seorang adik walaupun ujung-ujungnya ia menghabiskan makanannya sendiri, mau tak mau karena tidak ingin mubazir.     

Nusa tau bagaimana perasaannya, ia menganggukkan kepala. "Tapi kalian udah baikan?" tanyanya, penasaran.     

Alvira berharap sih seperti itu, saat nanti bertemu dengan El, ia sudah kembali menjadi adik kesayangan cowok tersebut. Namun, ia tidak ingin bilang tujuannya meminta maaf adalah supaya mendapatkan sifat El kembali yang terlah pudar. Ia tidak ingin terlihat lebih jahat daripada sebelumnya.     

"Semoga aja, habisnya Kak Bara kadang masih kayak Kutub Selatan. Aku ngeliatnya serem banget, gak ada ekspresi. Ternyata aku ngerasain apa yang orang-orang rasakan saat ngeliat El, auranya dingin." balasnya.     

Nusa pun setuju dengan apa yang dikatakan oleh Alvira. "Dia emang kayak gitu, selalu. Tapi seharusnya kamu kan beruntung dapet perhatian sama kasih sayang dia, gak seharusnya ngecewain. Tapi kalau udah begini, kamu juga udah bagus karena mau akui kesalahan." ucapnya dengan lembut, bahkan ia sama sekali tidak berniat marah yang berujung dendam. Seberapa murni hati Nusa? Sepertinya sudah dapat di simpulkan.     

Namanya penyesalan, pasti selalu datang belakangan dan itu yang terjadi pada Alvira. Memangnya siapa yang bilang kalau ia sama sekali tidak menyesal? Ya tentu saja menyesal!     

"Aku juga tadinya takut kalau Kak Nusa gak maafin aku, soalnya kan kemarin-kemarin aku udah kasar banget sama Kakak."     

"Gak masalah, Ra. Lagian juga emangnya aku benci kamu? Enggak. Setiap orang punya kesalahan, dan aku anggap kejadian yang kemarin itu adalah sebuah kesalahan."     

Alvira menampilkan senyuman simpul, merasa tidak enak sekaligus merasa tidak pantas di saat yang bersamaan. "Makasih ya Kak, aku gak tau lagi mau ngomong apa selain makasih." ucapnya sambil mengusap-usap lengan.     

Nusa menganggukkan kepala. El pernah bilang padanya kalau cowok itu tak benar-benar memperlakukan Alvira layaknya orang asing, El ingin memberikan jarak dan waktu supaya sang adik kesayangannya itu bisa berpikir lebih dewasa lagi mengenai keharusan menangkis egois. "Iya aku tau kok, gak perlu sungkan atau ngerasa ragu."     

Menghembuskan napas, Alvira tampak terlihat lebih rileks. "Ya udah Kak, aku mau pulang. Lagian juga pasti sebentar lagi ada Kak Bara, Kak Reza, sama Kak Mario." ucapnya.     

Hendak beranjak dari duduk, Nusa tentu saja bertanya-tanya. "Kenapa harus pergi? Kamu main aja dulu disini gak apa-apa loh, kan biar tambah ramai. Belum lagi, biar kalian tambah deket." ucapnya yang memberikan saran, lagipula kan supaya dirinya bukan cewek sendiri.     

Alvira menatap Nusa dengan lekat. Ia mau, karena kalau pulang ke rumah pun ia akan merasa kesepian yang melanda. Namun otaknya belum bisa memastikan kalau keadaan sudah membaik antara dirinya dengan El, apalagi dengan Reza yang semakin terlihat membuat cowok itu membencinya.     

"Enggak deh, Kak. Aku juga masih banyak jadwal Drakor yang numpuk di rumah,"     

"Loh kalau begitu, nonton bareng aku aja. Aku juga suka banget Drakor, seru."     

"Gak usah Kak, aku gak enak aja. Aku mau pulang,"     

Melihat raut wajah Alvira yang serius membuat Nusa menganggukkan kepala dengan paham, ia tidak akan memaksa siapapun kok. "Oh oke, yuk aku anterin sampai gerbang."     

Alvira menganggukkan kepala, lalu beranjak dari duduk. Ia sedikit membungkukkan tubuh, pertanda hormat. "Makasih sekali lagi, maaf ngerepotin."     

Nusa merasa baik-baik saja. "Terimakasih kembali, yuk." Dan akhirnya, ia yang juga sudah beranjak dari duduk pun segera melangkahkan kaki keluar rumah dengan Alvira yang mengikuti sejajar dengannya.     

Tuhkan benar, Alvira lupa menanyakan siapa saja orang yang berada di foto pajangan. Ia tidak akan bertanya, ya karena tidak ingin kembali menghadiri perbincangan di antara mereka.     

Yang terpenting, ia sudah termaafkan.     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.