Elbara : Melts The Coldest Heart

Solidaritas yang Tinggi



Solidaritas yang Tinggi

0Priska, mengingat cewek satu ini dulu karena sudah lama tidak mengambil kehidupan siapapun.     
0

Terlihat, cewek itu memakai crop top dengan celana hotpants yang terlihat sangat ketat. Kaki jenjangnya yang mulus mungkin akan menjadi daya tarik bagi para cowok-cowok, namun sepertinya tidak untuk kali ini karena ia berada di kolam renang rumahnya.     

"Eh, kira-kira Nusa udah tutup kasus tentang kejahatan kita belum, ya?" Tiba-tiba, Disty bertanya dengan pandangan yang menyorot lurus.     

Ya, siapa yang bilang Priska hanya seorang diri? Tentunya ia ditemani oleh Disty dan Nika yang menginap dari kemarin di rumahnya.     

Priska adalah tipe cewek yang malas sekali untuk berenang —padahal kalau boleh sombong, ia sangat pandai berenang dan beberapa kali sempat mendapatkan medali di saat memasuki jenjang Sekolah Menengah Pertama—. Ia ada di kolam renang dan kini tengah memunculkan kepala di tengah-tengah kolam itu pun atas ajakan Nika karena ingin berenang bersama.     

Mendengar pertanyaan random dari Disty, tentu membuat Priska dan Nika kepikiran.     

"Lo pernah bertanya-tanya gak sih sama diri lo sendiri, kalau semisalnya Nusa gak baik gitu nutupin kesalahan kita sampai mungkin sekarang orang-orang udah gak kepikiran, kita dosa gak sih udah buat dia hampir celaka?" ucap Disty lagi. Memang ia yang paling waras dan juga paling berperasaan.     

Nika yang tengah memakan biskuit dan di celupkan ke susu hangat itu pun mengerjapkan kedua bola matanya. Ia tengah duduk sangai di tepi kolam dengan lutut kebawah yang di tenggelamkan ke air.     

"Kalau menurut gue nih ya, kita dosa. Pasti Tuhan udah nyatet dosa kita di buku malaikat, hii seram." ucapnya yang memberikan pendapat.     

Disty tampak mendengus, lalu memutar kedua matanya. "Mending lo diem deh, Ka. Gue lagi ngomong sama Priska, bukan lo. Lo mah makan aja situ sampai kenyang,"     

Mendengar itu, tentu saja Nika menganggukkan kepala, paham. "Oke kalau gitu. Kan gue jadi enak kalau di suruh makan gak perlu ngomong, lebih menikmati." balasnya sambil tersenyum. Memang ia adalah tipe yang paling loading lama di genk mereka, jadi wajarkan saja.     

Disty meng-iyakan saja apa yang dikatakan oleh Nika. Lalu melihat Priska yang malah melanjutkan kegiatan renangnya, ia menghembuskan napas.     

"Woy, Priska sialan! Gue lagi ngomong sama lo." Karena merasa tidak di dengarkan, Disty pun teriak memanggil Priska yang seolah-olah tutup telinga dengan topik pembicaraan yang ia bawakan.     

Priska mendengar teriakan Disty, setelah itu menyembulkan kepala dari dalam air. Air yang membasahi wajah segera ia usap, lalu menatap sahabatnya dengan sebelah alis yang terangkat. "Apaan sih? Gue lagi berenang, lo gak liat?"     

"Gak liat, gue buta. Ya lo ngeselin banget lagian, sini obrolin dulu ih." balas Disty yang pada akhirnya sebal.     

Menghembuskan napas, justru Priska sedang menghindari topik pembicaraan itu karena setiap malam terbayang-bayang. "Ah ribet lo." Namun tak ayal, ia berenang mendekati Disty yang berada tak jauh dari Nika, namun dapat di pastikan kalau sajabatnya yang sedang sibuk makan itu masih bisa mendengar pembahasan mereka.     

Priska duduk di samping Disty, menatap sahabatnya. "Apaan nih tadi? Tentang Nusa, ya?" tanyanya, pura-pura tidak terlalu mendengar.     

Disty menganggukkan kepalanya. "Iya. Menurut lo gimana? Kita insap aja kali, ya? Lagian juga udah mau lulus, jangan makin nakal nanti El tau kita yang nyakitin Nusa, bisa-bisa gak jadi lulus-lulusan." ucapnya yang mulai cemas. Masa iya tidak lulus? Memalukan namanya dan nama orang tuanya!     

"Kita bukan cuma nyakitin Nusa, tapi juga nyakitin El." balas Priska dengan nada bicara yang tercekat di tenggorokkannya.     

Ucapan Priska membuat Disty dan Nika secara bersamaan menaikkan sebelah alis mereka, bahkah Nika sampai mendekat sambil membawa makanan dan segelas susu hangat miliknya untuk menyimak lebih jelas.     

"Gimana maksud lo?" tanya Disty, kalau Nika tetap menjadi yang menyimak saja.     

Priska mengangkat kedua bahunya. Ia belum bercerita mengenai hal ini kepada Disty dan Nika, rasanya menyakitkan karena tau kebenaran bahwa dirinya tengah membohongi kedua sahabatnya itu.     

Mangambil napas, lalu menghembuskannya dengan perlahan-lahan. Entah apa yang dirasakannya saat ini, ia sepertinya terpaksa harus mengatakan pada kedua sahabatnya. Ia sudah berjanji tak mengatakan, namun ia juga telah berjanji pada Disty dan Nika kalau di antara mereka tidak ada rahasia.     

"Gue yang buat tangan El patah." ucapnya yang akhirnya mengakui, ia kini bahkan menundukkan kepala karena rasa bersalah seakan memberatkannya.     

Mendengar itu, Disty membelalakkan kedua bola mata, tak terkecuali Nika yang berhenti makan dan nyaris tersedak karena sedang minum susu hangat.     

"Apa-apaan dah lu?" tanya Disty dengan kedua alis yang bersatu. Ia menatap Priska dengan sorot yang seolah-olah meminta penjelasan yang lebih. "Lo gila kali ya, Ka? Lo kan sayang sama dia, ngapain lo lukain dia?" tanyanya, tak habis pikir.     

"Tapi bukan gue yang lukain dia, gue gak bermaksud bikin dia luka parah kayak gitu."     

"Terus siapa?"     

"Bian."     

"Lo ada perjanjian apaan sih sama tuh anak? Ogeb ya lo? Heran gue sama lo. Kita bertindak udah kejauhan, ini lagi lo bikin masalah."     

Nika mendengar perdebatan Disty dengan Priska. Ia masih asik memakan cookies walaupun wajahnya kesal dengan Priska. Ia tidak akan mencoba masuk ke percakapan kedua temannya, karena ia tau dirinya hanya mengacau.     

Priska menyisir rambutnya yang basah, ia mengangkat bahu setelahnya. "Gue cuma bilang kalahin El di balap motor, gue udah bilang jangan lukain dia, jangan kasar."     

"Maksudnya? Katanya El kecelakaan?"     

"Gue gak bisa dapetin El, makanya gue mau bikin El down. Gue emang jahat, lo berdua gak seharusnya punya temen kayak gue. Gue gak ada perasaan kasihan, dan itu bener. Gue dengan egoisnya buat perjanjian sama Bian, karena Bian pikir mau ngalahin El di balapan sekali-kali mau bales dendam. Gue kira dia bales dendam-nya sehat, ternyata bikin El patah tulang."     

Disty menjulurkan tangan, lalu mengetuk-ngetik kepala Priska.     

"Sakit, sialan." keluh Priska.     

Disty menghembuskan napas. "Lo udah gila, ya? Mati lo sama keluarga Adalard."     

"Gue udah berani jujur sama lo berdua, jangan ada pembicaraan sama orang lain, gue mohon." ucap Priska dengan raut wajah yang memohon, ia benar-benar takut karena dirinya sendiri juga kesal dengan cowok bernama Bian.     

Nika menghembuskan napas, lalu tersenyum. "Gue tau lo emang salah, Ka. Bahkan kesalahan lo yang ini fatal. Tapi, kita tetep ada di samping lo, kita ada di pihak lo kok." ucapnya dengan tulus.     

Mendengar perkataan Nika yang ada benarnya juga menjadikan Distu menghembuskan napas untuk yang kesekian kali. "Gue juga selalu ada buat lo, Ka." ucapnya, tidak jadi kesal.     

Priska terharu. Apalagi, Nika kini yang sudah beranjak dari duduknya, lalu berjongkok di dekat Priska dan memeluk tubuh sahabatnya yang mungil. Disty pun ikut memeluk.     

Persahabatan mereka memang salah dan tercela, namun solidaritas masih tinggi.     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.