Elbara : Melts The Coldest Heart

Permohonan Alvira



Permohonan Alvira

0Reza menatap layar ponsel dengan lesu. Tidak ada pesan yang dikirimkan Alvira untuknya, dan hari-hari sebelumnya pun cewek itu memang tidak pernah mengirim pesan duluan, pasti selalu ia yang bergerak duluan seakan mengemis perhatian.     
0

Mengambil napas panjang, lalu menghembuskannya dengan perlahan.     

"Ngapa lo? Asma?"     

Pertanyaan Mario membuat suasana hati Reza menjadi memburuk, pertanyaan macam apa itu?     

Reza memutar kedua bola matanya, tidak selera bercanda sih sebenarnya, namun memang candaan Mario sangat menggoda untuk di ladeni. "Kalau gue asma, lo apaan?"     

"Gue mah sehat."     

"Sehat kok ngerokok, paru-paru lo yang tewas."     

"Lo juga ngerokok ya sialan."     

Jadilah adu mulut di antara mereka. El mah hanya menjadi penyimak, menatap kedua sahabatnya yang memang tiada henti bertengkar.     

"Bentar ya gue ke kamar mandi dulu," ucapnya yang pamit. Tanpa menunggu jawaban kedua sahabatnya pun langsung melangkahkan kaki untuk menaiki anak tangga satu persatu, menuju kamarnya karena ia lebih nyaman menggunakkan kamar mandi disana.     

Mario menaikkan bahu, merasa capek karena beradu pendapat dengan Reza. "Minum dulu deh sial, gue haus banget." ucapnya yang menghentikan kalimat-kalimat yang keluar dari mulut untuk menangkis pembahasan Reza, setelah itu menjulurkan tangan untuk meraih segelas jus yang telah di sediakan tuan rumah.     

Reza merasa setuju, lalu melakukan hal yang sama.     

"Wih, pada mau kemana nih? Udah pada ganteng banget,"     

Mendengar suara yang terdengar lembut masuk ke indra pendengaran pun membuat Reza dan Mario langsung menolehkan kepala secara bersamaan. Terlihat Alvira yang memakai hoodie oversize dengan selana pendek berwarna hitam selutut. Terlihat menggemaskan, lucu.     

Reza terpaku, seolah menatap Alvira tanpa berkedip seperti terkena pesona dari cewek itu.     

Sedangkan Mario? Ia dengan berbangga hati langsung merapikan jambul, lalu menaik turunkan alis serta tangan yang mulai membenarkan kerah kemejanya. "Iya lah jelas gue ganteng, kalau di samping gue tuh bukannya ganteng, tapi genteng noh atap rumah."     

Alvira hanya terkekeh saja, ia selalu tertawa kala Mario melontarkan perkataan yang menurutnya lucu. "Aku nanya loh, bukannya di jawab." Walaupun ia seolah bertanya dengan Mario, namun sesungguhnya mata tidak bisa berbohong kalau ia sedang mencuri-curi pandang untuk melihat ke arah Reza yang seolah tidak ingin melihat dirinya.     

"Oh ini kita mau hang-out, biasalah anak muda. Sebelum ujian, ya seneng-seneng dulu. Mau makan sianh juga, sekalian El sarapan." jawab Mario dengan sangat amat jujur.     

Reza menatap layar ponsel yang sesungguhnya ia hanya pura-pura memfokuskan perhatian kesana, ia melihat beranda Instagram berulang kali. Takut hatinya tambah ragu jika melihat cewek yanh sudah di pastikan meliriknya saat ini.     

Mendengar jawaban Mario, tentu saja Reza langsung menyenggol kaki cowok tersebut. Pasalnya, mereka tau kalau El tidak ingin sarapan dengan menu yang dibuatkan oleh Alvira. Namun mereka malah mau pergi ke luar yang sudah pasti cewek tersebut sudah membuatkan makanan.     

Alvira mengerjapkan kedua bola mata, lalu membungkam mulut. Entahlah, ia seakan tidak tau harus merespon dengan bahasa yang seperti apa. "O-oh begitu." Tanggapannya, sambil menghela napas lelah.     

Tepat pada dini hari, subuh. Alvira memasak, walaupun ia tau kalau masakannya jauh dari kata enak. Tapi hei, ia sudah berusaha sekuat tenaga untuk tetap membuatkan El makanan. Ia pun sebenarnya juga tidak nafsu dengan apa yang ia masak karena rasanya aneh, tapi tetap menikmatinya. Tidak sangka akan mendapatkan jawaban El yang tidak ingin mencicipi masakannya walaupun hanya di tarik dari garis kesimpulan.     

Mario yang sadar pun menggaruk-garuk kepala, merasa tidak enak kepada Alvira. "Eh sorry, Ra. Bukannya mau nolak masakan lo apa gimana, tapi kita kan makan di luar sambil nyari cewek juga. Kan kalau disini ceweknya cuma lo, udah jadi punya Reza masa gue embat juga."     

Bukannya tambah benar, perkataan Mario membuat emosi dari mata kaki sampai ubun-ubun. Reza mendengus, namun sepertinya hanya Mario yang dapat mendengar.     

"Eh sorry, gak sengaja." bisik Mario dengan polosnya, seperti tak ada salah.     

Reza mematikan ponsel, lalu mendongak dan menatap Alvira. "Yo, jalan." ucapnya sambil beranjak dari duduk.     

Alvira seketika terlihat senang, ia menatap Reza dengan senyuman. Ternyata, cowok itu mengajak dirinya nongkrong?     

"Ayo, udah siang nih, gue laper banget malem cuma makan sama Nusa."     

Namun di saat mendengar suara bariton milik sang kakak, menjadikan Nusa berbalik badan dan melihat El yang memang berjalan seperti lurus di belakangnya. Ternyata, Reza bukan menatapnya. Pupus harapan, kilatan di bola matanya menjadi sendu. Senyuman pun menurun, tidak ada gairah untuk menunjukkan kalau dirinya senang.     

Reza dan Mario yang tidak peka —kalau Reza lebih tepatnya sih pura-pura tidak peka—, mereka menganggukkan kepala secara bersamaan.     

"Ayo, gue laper juga mau isi perut sama kopi." balas Mario sambil menepuk perut seperti para cacing yang meronta-ronta meminta makanan.     

Reza memutar bola mata, kini sudah tak lagi menatap Alvira yang terlihat sendu. "Laper mah makan, bukannya ngopi, nanti asma."     

"Palalu asma, lambung kena mental lah bos."     

"Oh gitu, pengalaman banget lo ya."     

Mario tertawa, lalu langsung saja merangkul Reza untuk berjalan lebih dulu untuk keluar rumah mewah El karena dapat di lihat kalau El ingin berbicara dengan Alvira.     

Sedangkan El, kini sudah berhadapan dengan Alvira. "Gue mau pergi sama mereka." Izinnya, karena ini memang diperlukan karena takut cewek di hadapannya ini mencarinya.     

Alvira menahan tangis, padahal kedua bola matanya tampak berkaca-kaca. "Oke, hati-hati dijalan."     

Niatnya tidak ingin mengobrol lebih lama lagi, namun ternyata El baru saja ingin berbalik badan dan tangannya sudah di tahan. "Kenapa?" tanyanya dengan wajah datar, mengembalikan posisinya menatap sang adik.     

"Kakak kenapa gak mau makan masakan aku? Kan aku bikinnya pakai usaha, aku bangun pagi-pagi banget loh buat Kakak."     

El sebelumnya sangat menghargai apa yang dibuatkan Alvira untuknya, namun tidak untuk akhir-akhir ini.     

"Kan aku udah berubah, gak permasalahin lagi gimana hubungan Kakak sama Kak Nusa. Kenapa sih masih seolah-olah anggap aku yang salah? Kenapa ilangin sifat-sifat Kak Bara yang dulu ke aku? Bahkan aku ngerasa kayak Kakak bener-bener jauh dari aku, kita kayak orang asik."     

Akhirnya, tanpa disadari air mata Alvira meluruh membasahi kedua pipinya.     

El melihat itu, ingin rasanya membawa Alvira ke dalam pelukannya seperti tadi malam. Namun, sesuatu di hatinya terasa menepis pemikiran itu. "Gue mau lo minta maaf sama Nusa,"     

Padahal hanya mengatakan maaf, namun rasanya sangat sulit dilakukan oleh Alvira untuk dinyatakan pada Nusa.     

Alvita menghembuskan napas. "Kirim nomor teleponnya ke aku Kak, soalnya nomor Kak Nusa ke hapus."     

"Buat?" tanya El yang bingung.     

"Minta maaf, kan?" Alvira memberikan penjelasan.     

Mendengar itu, El mendengus. "Minta maaf secara langsung, gak ada sejarahnya minta maaf online." Setelah itu, ia meninggalkan Alvira yang semakin menangis.     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.