Elbara : Melts The Coldest Heart

Kesempatan Kembali Bersama



Kesempatan Kembali Bersama

0Alvira membuka kedua matanya dengan tiba-tiba. Astaga, ia ketiduran di sofa ruang tamu. Dengan cepat, ia beranjak dari tidur dan melihat ke arah dinidng yang terdapat jam.     
0

"Huft, ketiduran."     

Ternyata, jam sudah menunjukkan pukul 5 sore. Ia mencari ponsel, lalu menemukan benda pipih tersebut di bawah bantal sofa.     

Di sana, ada pesan dari Mario. Segera ia membuka, dan kini terlihat-lah pesan dari cowok tersebut.     

| ruang pesan |     

Mario     

Ra, gue sama Reza pulang dulu ya.     

Mario     

Sorry kalau ninggalin lo sendirian, kita juga gak ada kerjaan di rumah lo, mendingan pulang.     

Mario     

El pergi sama Nusa, gak tau kemana. Lo gak apa-apa kan ya sendirian?     

Membaca itu, Alvira menghembuskan napasnya. Baru saja membuka mata, ternyata ia kembali sendirian tanpa peneman.     

Jemarinya menari-nari di atas layar ponsel, membalas chat yang diluncurkan sahabat dari sang kakak.     

Alvira     

Ok. Gak apa-apa,     

Send     

| ruang chat berakhir |     

Hanya itu saja yang Alvira balas, ia sama sekali tidak berniat untuk membalas lebih.     

Karena menurutnya di ponsel tidak ada hal yang menyenangkan, akhirnya Alvira beranjak dari duduk dan menggenggam ponsel pada tangan kirinya.     

Awalnya ia berniat untuk meninggalkan ruang tamu, namun tiba-tiba matanya mengarah ke sebuah surat yang tergeletak begitu saja di atas meja. Padahal, sebelumnya tidak ada kertas itu. Namun, entah siapa yang menulisnya.     

Tidak ingin bertanya-tanya di pikiran, Alvira pun sedikit membungkukkan tubuh sambil meraih kertas yang terlihat sobekannya itu.     

——     

Isi surat :     

Ini gue, Reza. Sorry ya tulisannta acak-acakkan, biasa lah anak cowok. Oh ya, gimana keadaan lo? Tadi Mario cerita ke gue kalau lo sakit gara-gara datang bulan, udah mendingan atau belum?     

Gue mau pulang dulu, ini kertasnya nyolong dari buku punya El. Terus juga gue gak punya banyak waktu buat nulis ini.     

Semoga cepet sembuh.     

——     

Kala membaca itu, Alvira mengerjapkan kedua bola matanya sebanyak tiga kali. Astaga, apa yang dilakukan Reza sangat-lah romantas, sungguh.     

Alvira tidak terlalu mengharapkan Reza yang akan menaruh rasa peduli kepadanya, karena ia sudah tau bagaimana akhirnya nanti. Namun, ternyata ia salah. Lihat, mata kepalanya sendiri membaca tulisan abstrak Reza —yang beruntung masih bisa terbaca—, dan ternyata cowok yang diharapkan bertingkah peduli untuk yang kesekian kali.     

"Aku gak tau gimana sifat kamu ke aku, Reza. Tapi sungguh, aku ngerasa kalau kamu masih milik aku. Maksudnya, kamu gak bener-bener menjauh."     

Mungkin, Alvira tidak peduli juga seberapa rasa sakit yang hinggap di hati kala mengingat betapa menyebalkannya seorang Reza yang seolah mempermainkan hatinya. Namun, ia sendiri juga yang merasa meleleh dikala cowok tersebut menunjukkan rasa peduli untuknya.     

"Gak tau ah, lama-lama makin aneh aja perasaan yang aku rasakan sekarang, huh."     

Akhirnya, Alvira memutuskan untuk melipat kertas tersebut dan menyimpannya di belakang casing ponsel supaya tidak hilang karena lupa menaruhnya. Ini, harus di abadikan dan di simpan sebaik mungkin supaya tetap menjadi kenangan yang memiliki wujud.     

Seperti ada jutaan kupu-kupu yang hinggap di rongga dada, rasa bahagia tercetak jelas saat ini.     

Bangun tidur, langsung mendapatkan rasa senang yang menghadirkan senyuman. Kalau saja Reza bisa melihat reaksi Alvira saat ini, kemungkinan besar cowok tersebut benar-benar kembali memperjuangkan cewek satu ini.     

Mereka bisa bersama, namun terkadang salah satu dari mereka bisa memiliki perasaan yang berbeda.     

…     

"DOR!"     

"Gue tebas ya pala lo, Rio."     

Reza mengelus dada kala terkejut dengan tingkah Mario, ia menatap jengkel cowok tersebut sambil meluncurkan sumpah serapah di dalam hati untuk sahabatnya.     

Mendengar itu, gelak tawa Mario terdengar dengan jelas, seolah puas kala mendapati Reza yang terkejut. "Lagian lo bengong aja, gila lo ya. Tuh di meja pojok sana, banyak banget cewek-cewek cantik lagi liatin kita. Lo gak tertarik?" ucapnya yang menunjuk ke sudut ruangan yang benar saja terdapat cewek cantik yang seolah saling berbisik membicarakan Reza dan Mario —kesimpulan ini di ambil karena mereka berbisik dengan pandangan lurus ke arah dua cowok tersebut—.     

Reza mendengaus, lalu melirik sekilas ke arah yang dimaksud oleh Mario.     

"Apaan sih? Kan gue ngajak lo ke cafe buat minum kopi anjir, gue pusing. Bukannta buat nyari cewek," balasnya sambil geleng-geleng kepala dengan tingkah Mario yang benar-benar selalu memusatkan perhatian pada cewek manapun.     

Mario tertawa, lalu menepuk pundak Reza yang memang kini mereka duduk di sofa yang dalam artian bersampingan. "Ya lo mah pinter dikit kek, ke cafe tuh jangan cuma nongkrong lah. Minimal, lo punya satu kenalan cewek baru." ucapnya seolah mengajarkan taktik yang menjadi pegangannya.     

Reza memutar kedua bola mata, lalu agak berdecih. "Sorry ya, masih stuck sama—"     

"Alvira, bla bla bla bla basi." potong Mario yang memang sudah bosan dengan kemunafikan cowok yang berada di sampingnya.     

"Bodo ah, suka suka gue."     

"Emang suka-suka lo, tapi gue yang pusing sama hubungan lo dengan Alvira. Kayak pakar cinta nih gue, ngurusin orang-orang tersesat di hati kayak lo sama Alvira."     

Reza seolah tuli, lalu menjulurkan tangan untuk meraih minuman coffee latte-nya. Ia meneguk, lalu tidak mempedulikan ocehan Mario yang kembali mengatakan kalau ia harus segera mengambil keputusan.     

Tiba-tiba, ia berhenti meneguk minumannya di kala melihat seseorang yang di kenal. Dan ternyata, ia memang mengenalnya. Segera di taruh minuman kembali ke atas meja, lalu menepuk-nepuk paha Mario agar cowok tersebut berhenti berbicara.     

"Mario, woy Mario, ogeb!"     

Karena jengkel, akhirnya Reza memperkencang tepukannya pada paha Mario sampai berbunyi.     

"Sialan!" umpat Mario yang kesakitan, menjadikan mereka sebagai pusat perhatian bagi beberapa orang. "Apaan sih? Gue lagi nasehatin lo malah di tepuk-tepuk gitu."     

Reza menghembuskan napas kasar, tidak ingin banyak basa basi pun akhirnya ia menjukurkan tangan lalu mengarahkan kepala Mario kepada objek yang menjadi pandangannya saat ini. "Lo liat tuh siapa, jangan marah-marah terus." ucapnya.     

Mario kini sepenuhnya sudah menatap sosok itu, lalu menaikkan sebelah alisnya. "Hah? Serius?" tanyanya yang merasa terkejut. "Itu Bian bukan sih?" sambungnya.     

"Iya, oneng. Sama cewek yang populer gara-gara pinter banget, iya kan?"     

"Eh iya anjir, kok bisa selera Bian turun?"     

Plak!     

Reza menepuk kening Mario. "Bukan itu anjir yang jadi pembahasan kita, penampilan mah gak penting."     

Mario meringis. "Terus apaan, ogeb?"     

"Mereka lagi deket?"     

"Artinya gimana tuh ya, Za? Otak gue rada lemot,"     

"Artinya gue bisa balik lagi ke Alvira, kan? Bian juga udah nemuin sosok pengganti Alvira, pasti Alvira gak punya pilihan lain terus akhirnya milik buat move on deh."     

Akankah masih ada kesempatan untuknya kembali bersama Alvira?     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.