Elbara : Melts The Coldest Heart

Kencan di Cafe



Kencan di Cafe

0Sore yang cukup terik menghadirkan pemandangan yang menyegarkan penglihatan.     
0

Bian, cowok yang tidak terlalu terkenal semenjak putus hubungan persahabatan dengan El. Kini, sudah rapih memakai kaos hitam di balut dengan kemeja, jangan lupakan celana jeans hitam serta sneakaers yang membuat penampilannya terlihat semakin oke.     

Ia menolehkan kepala ke arah spion moto besar miliknya, menatap wajah seorang cewek yang cukup cantik walaupun tidak banyak sapuan make-up yang membuat penampilannya agak sedikit terlihat lebih pucat.     

"Turun, lo mau di atas motor terus? Gue mau turun duluan tapi gak bisa, kehalang badan lo."     

Karena melihat cewek itu yang hanya diam saja di motor padahal mereka sudah sampai di tempat tujuan, menjadikan pada akhirnya Bian menegur.     

Sadar kalau sudah sampai, si cewek pun langsung mengerjapkan matanya berkali-kali. "Eh?" gumamnya dengan refleks. Lalu, ia langsung saja menatap spion yang juga memantulkan wajah Bian. "Maafin Moli, habisnya baru pertama kali di ajak jalan-jalan kayak gini, jadi terlalu nikmatin pemandangan." balasnya.     

Moli, cewek yang memang belum genap dua hari di dekati oleh Bian. Namun, cowo itu mampu untuk menarik perhatiannya dengan cepat. Bahkan, saat di ajak jalan pun dirinya seolah terhipnotis dan sama sekali tidak bisa menolaknya.     

Akhirnya, Moli memutuskan untuk turun dari motor Bian. Lalu tak lupa secara mandiri melepaskan helm dari kepala, ia memeluk helm tersebut.     

Bian menggelengkan kepala, tidak habis pikir karena apa tadi yang dikatakan oleh Moli? Cewek tersebut baru pertama kali di ajak jalan-jalan seperti ini?     

"Baru di ajak sama cowok, apa gimana maksud lo?" Bian bertanya dengan kedua alis yang bertaut dengan sempurna.     

Mendengar itu, Moli menggelengkan kepala. "Bukan sama cowok doang, sama semua orang juga gak pernah di bawa jalan-jalan selain bareng keluarga." balasnya.     

Sambil mengobrol ringan, Bian juga melepaskan helm dari kepala, lalu turun dari motor kebanggaannya.     

"Sama temen lo? Biasanya kan orang pinter lebih banyak temen daripada orang caper."     

"Temen? Mungkin ada kali ya yang ngajak aku, tapi aku gak punya waktu buat hang-out begini. Ini juga harusnya aku belajar buat kelulusan nanti, tapi pas aku pikir-pikir ya gak masalah ngeluangin waktu buat kamu."     

"Lo punya strict parents?"     

"Iya, kedua orang tua aku terlalu ambis aku mendapatkan sekolah dengan hasil terbaik biar masuk ke universitas unggulan."     

"Lo gak keberatan? Maksud gue, lo kehilangan masa remaja lo buat belajar yang menurut gue terlalu berlebihan kayak gitu."     

Bian menatap Moli. Pantas saja di sekolah cewek satu ini sangat diam dan lebih mirip seperti orang-orang introvert, ternyata memang ada alasan khusus dengan semua di kehidupannya.     

Moli tampak berpikir. Ia mulai melangkah kala Bian menggenggam pergelangan tangan dan membawanya seolah mengekori cowok tersebut. "Gak keberatan sih, lagipula aku suka belajar. Untuk masalah kehilangan masa muda, itu bagian dari konsekuensi yang udah aku pertimbangkan dari dulu kok."     

"Gila ya lo, tapi bagus sih. Pasti nanti lo jadi lulusan terbaik di SMA besar Adalard tahun ini,"     

Moli tersenyum manis, sebenarnya ia juga sudah mempersiapkan diri dengan berbagai macam materi Ujian Sekolah. Namun, baginya ia belum cukup mendalami dan masih ingin menggali materi pembelajaran lebih banyak lagi. "Makasih ya, Bian."     

Setelah merasa percakapan mereka bisa di lanjutkan di dalam cafe, mereka berdua pun menghentikan pembicaraan dan langsung masuk ke dalam tempat yang luar biasa instagramable. Banyak sekali spot foto yang dapat di gunakkan, ini adalah salah satu cafe di Jakarta yang hits.     

Mereka sampai di tempat untuk mengorder menu yang ada di cafe ini.     

"Lo mau makan apa? Yang kenyang, biar nanti malam lo gak kelaperan." ucap Bian sambil menatap Moli yang memang memiliki tinggi badan yang jauh lebih pendek daripada dirinya.     

Moli melihat ke buku menu, kedua matanya seperti mencari makanan dan minuman yang sesuai dengan lidahnya. "Aku mau corndog mozarella, kentang goreng large, sama ice cappuccino-nya." ucapnya kepada sang kasir cewek yang memang sudah siap mendata pesanannya.     

"Oke, Kak. Satu corndog mozarella, satu kentang goreng berukuran large, dan satu ice cappuccino. Kalau Mas-nya apa?" Sang kasir seperti mengulang kembali pesanan Moli, setelah itu menatap Bian yang ternyata masih menatap buku menu.     

Bian merasa tidak ada yang cocok, namun tidak enak juga kalau hanya minum karena mereka pasti akan mengobrol dan lebih enak sambil makan. "Samain aja deh Mbak, tapi saya minumannya di ganti cold brew."     

Si kasir juga mengulang pesanan Bian, lalu menyebutkan total biaya mereka yang membuat dirinya langsung mengambil dompet dan mengambil kartu ATM. "Bayar pakai debit aja ya Mbak," ucapnya. Ia memang jarang memiliki uang cash di dompet, selain saat bersekolah.     

Moli yang melihat totalnya pun membelalakkan kedua bola mata. Padahal, mereka hanya memesan menu yang sederhana. Tapi, total biaya makanan dan minuman mereka tidak main-main. Ingin mengeluh supaya pakai uang masing-masing, namun seolah tatapan Bian memperingati kalau ingin protes nanti saja.     

"Baik Kak, di tunggu ya pesanannya. Silahkan di ambil nomor mejanya, terimakasih sudah memesan."     

Setelah mendengar itu, Bian dan Moli secara bersamaan mengatakan terimakasih. Lalu, mundur dari antrean.     

"Lo mau duduk di indoor atau outdoor nih?"     

"Indoor aja, Bian."     

Akhirnya, Bian mencari tempat duduk yang sekiranya kosong dan bisa di duduki dengan kapasitas yang sesuai, untuk dua orang.     

Akhirnya, ia memilih untuk duduk di dua kursi saling berhadapan dengan satu meja yang menjadi penghalang. Terletak di dekat jendela, mungkin kalau siang hari tidak akan di tempati siapapun karena cahaya matahari bisa masuk.     

Mereka berdua duduk di sana, dengan Moli yang meletakkan nomor meja di tengah-tengah meja juga meletakkan tas miliknya di atas sana.     

"Bian, udah keberapa kali ngajak cewek ke tempat ini?" tanya Moli tiba-tiba, ia menatap Bian dengan sorot mata yang sangat lekat.     

Bian menatap Moli, ia baru saja membenarkan duduknya di kursi namun sudah di suguhi dengan pertanyaan seperti itu. "Lo mau tau jawabannya?"     

Moli menggelengkan kepala dengan perlahan, lalu cengengesan. "Ya gimana ya? Ya gak juga pengen tau sih. Seharusnya gak perlu di tanya, pasti Bian udah banyak banget bawa cewek kesini."     

"Gak usah sotoy lo, tau dari mana?"     

"Ya kan kamu terkenal buaya, aku aja gak tau cewek keberapa yang kamu deketin."     

Bian menatap mata Moli, namun cewek itu tidak sedih sama sekali seolah juga mencari teman saja untuk berjalan-jalan, dan kebetulan dirinya hadir. Ia menggelengkan kepala secara perlahan. "Ini jadi hak lo mau percaya atau gak, tapi satu yang harus lo tau. Lo cewek pertama yang gue bawa ke sini,"     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.