Elbara : Melts The Coldest Heart

Penyesalan Seorang Alvira



Penyesalan Seorang Alvira

0Seperti kebanyakan para cewek pada umumnya, perut akan terasa sakit seperti di tekan dengan beron yang berat. Belum lagi, tubuh menjadi terasa pegal-pegal, seluruh badan. Suasana hati pun ikut terbawa arus, terkadang merasa senang, bahagia, ingin tiba-tiba menangis, dan lain sebagainya.     
0

"Duh sakit banget…."     

Alvira mengeluh perutnya yang melilit, seperti sangat sakit. Ia mendaratkan bokong di atas sofa ruang Tv, tadinya ia ingin berjalan ke dapur untuk membuat minuman jahe supaya menghangatkan. Namun, sepertinya ia tak kuat.     

Bahkan, kini kedua mata Alvira tampak berkaca-kaca. Menatap tangannya yang tengah menahan perut dengan sekuat tenaga agar rasa sakit itu menguap, namun rasanya sia-sia karena ternyata tidak berpengaruh apapun, tidak berhasil.     

Memang begini masa periode para cewek, perutnya akan merasa serba salah. Alvira pun belum memasukkan makanan apapun ke dalam mulutnya, mungkin itu juga salah satu penyebab perut sakit selain karena datang bulan.     

"Huh, mau ngapa-ngapain jadinya kerasa susah banget nih. Kalau ada Mommy, pasti aku bakalan di layanin kayak puteri kerajaan. Mau nelfon pun takut ganggu karna lagi kerja, apalagi di luar kerja yang udah pasti jadi super duper sibuk." Karena biasanya, Mira juga pasti akan membuatkan jamu untuknya. Setiap Alvira datang bulan, pasti seperti itu. Namun, di bulan ini sepertinya tidak akan ada jamu spesial racikan sang Mommy.     

Menghembuskan napas dengan perlahan, akhirnya Alvira memutuskan untuk mengatur deru napas supaya rasa sakitnya tidak terlalu terasa.     

Ia memilih untuk bermain ponsel yang berada di genggamannya saat ini, lalu membuka aplikasi bertukar pesan untuk setidaknya mengirimkan pesan pada sang Mommy.     

| ruang chat |     

Alvira     

Mommy, perut aku sakit banget. Datang bulan, biasanya kalau ada Mommy aku di manja-manja. Di kamar aja sambil nonton film, sekarang aku sendirian.     

Send     

| ruang chat berakhir |     

Tidak ada tanda-tanda pesan akan di baca. Di jam-jam seperti ini, justru Mira sedang sibuk dengan pekerjaannya.     

Alvira juga tidak mengatakan kalau hubungannya dengan El sedang tidak baik. Kalau dirinya mengadu, takutnya sang kakak semakin tidak suka dengannya. Jadi, ia lebih memilih untuk diam saja daripada mengatakan apa yang dirinya rasakan saat ini.     

Biasanya, di rumah super megah yang ditinggali olehnya kini. Ia tidak pernah merasa kesepian, sungguh. Namun entah mengapa setelah bertengkar dengan El, segalanya seperti terpecah belah, ia bingung.     

Karena melihat Mira yang belum membalas, tangan Nusa menari-nari di atas layar ponsel untuk mengecek riwayat chat terakhir dengan Bian. Dan terlihat kalau cowok tersebut sedang online.     

"Tumben banget ini Bian daritadi online terus? Biasanya kalau sore hari gini, dia milih buat lari sore dan ponselnya ditinggal di rumah."     

Kenapa Alvira tau? Pertama, ia adalah mantan pacar Bian yang terlama, jadi tentu saja tau mengenai cowok tersebut dengan kegiatan bahkan sampai jam-jamnya. Kedua, itu karena Alvira juga diam-diam selalu cek kapan terakhir kali Bian online dan cowok itu tidak pernah online saat sore hari. Namun kali ini malah berbeda.     

"Jangan-jangan, Moli?" gumamnya yang menebak, kira-kira siapa yang menjadi alasan seorang Bian online. Dan ia pun mengingat saat di kantin, dimana dirinta melihat dengan jelas kalau cowok itu memperlakukan Moli selayaknya ratu seperti Bian yang dulu melakukan hal itu padanya.     

"Ra, VIRA WOY YA AMPUN!"     

Mendengar seseorang yang memanggil dengan lama-lama meninggikan suara, membuat Alvira terkejut bahkan sampai terlonjak dari duduknya. Ia menatap ke sumber suara, dan di sana ada Mario yang tengah memeluk boneka superman. Boneka milik El yang dibelikan dari dirinya.     

"Ih apaan sih Kak Mario berisik banget tau gak? Untung aja Vira gak punya riwayat sakit jantung, kalau punya pasti barusan kambuh."     

Mario terkekeh kecil, lalu menghampiri Alvira dan duduk tepat di samping cewek tersebut namun tetap saja menjaga jarak. "Ya maaf, lagian lo gue panggil gak denger. Melamun terus sih kerjaan lo, jadinya gak tau kalau gue udah manggil lo berkali-kali sampai kerasa capek mulut gue."     

Mendengat itu, Alvira sedikit meringis. Ia dengan cepat membalikkan ponsel, dari yang terlihat jelas layarnya yang menampilkan ruang pesan bersama Bian, kini sudah menjadi terlihat logo apel tergigit.     

"Maaf Kak, aku lagi gak fokus aja." balas Alvira.     

"Lo kenapa? Sakit? Gue lihat-lihat sih lo juga pucet banget keliatannya, belum makan?" ucap Mario yang sadar dengan penampilan Alvira saat ini yang terlihat jauh lebih lemas daripada sebelumnya.     

Alvira tersenyum kecil. Kalau fisiknya sakit sih itu tak masalah, namun ini hatinya juga merasa sakit seperti di tekan. "Enggak, kok. Perasaan Kak Mario aja kali? Aku tuh lagi datang bulan, makanya perutnya ini sakit banget."     

"Oh begitu. Lo udah minum yang anget-anget, belum?" tanya Mario. Tuh kan, dalam diam tuh ia masih care kepada Alvira karena merasa tidak ada alasan baginya untuk bersikap layaknya El dan juga Reza kepada cewek yang satu ini.     

Menggelengkan kepala dengan lemah, Alvira menghembuskan napas dengan perlahan. "Belum nih. Tadi niatnya turun ke sini tuh mau ke dapur, mau buat minuman jahe gitu. Tapi gak kuat, perutnya sakit banget."     

"Mau gue bikinin?"     

Alvira termenung. Bukan, bukan Mario yang ia harapkan mengatakan hal semanis itu, tapi Reza. Ia bukannya tidak menghargai penawaran Mario, namun hatinya tiba-tiba lebih akan merasa senang jika tawaran itu berasal dari seseorang yang ia kecewakan dengan sangat.     

Menganggukkan kepala, samar-samar. "Boleh."     

Mario sadar dengan perubahan raut wajah Alvira. Ia juga sadar kalau cewek satu itu tengah merasa memiliki pengharapan yang jelas tidak terwujud.     

"Lo nyari Reza, ya?" tanya Mario to the point, menatap Alvira dengan sangat lekat.     

Alvira yang mendengar itu pun mulai masuk ke dalam manik mata Mario lebih dalam lagi, seolah-olah mengatakan kalau pertanyaan seperti itu tidak perlu di tanyakan karena sudah tau jawabannya.     

Seolah paham dengan arti tatapan Alvira, Mario menganggukkan kepala. "Reza ada kok di atas, lagi tidur. Makanya gue ke bawah, suntuk. Niatnya mau berenang sambil bilang sama ART di rumah lo buat di bikinin jus sama steak, eh malah ketemu lo disini."     

Alvira mengubah arah pandangnya menjadi menatap ke lantai dua, dimana terlihat pintu kamar El walaupun hanya sudut bagian kiri saja. Tatapannya teduh, lalu memutuskan untuk menundukkan kepala. "Bisa tolong buatin minuman Alvira sekarang? Aku kayaknya mau tiduran sebentar di sofa, sakit banget perutnya." ucapnya kala kembali mendongak untuk melihat cowok yang berada di sampingnya.     

Mengerti dengan perkataan Alvira, Mario menganggukkan kepala sambil beranjak dari duduknya.     

Dan Alvira pun membaringkan tubuh di atas sofa, membiarkan Mario yang pamit pergi untuk mbuatkan minum untuknya.     

Ia memiringkan tubuh, dan satu air mata menetes membasahi pipinya.     

"Vira nyesel banget, Kak Reza."     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.