Elbara : Melts The Coldest Heart

Dilema Karena Memilih Pergi



Dilema Karena Memilih Pergi

0Namanya juga hidup, harus di bawa santai. Kalau terlalu tegang menjalani kehidupan, pasti akan merasa pusing karena memikirkan ini dan itu.     
0

Seperti Mario. Saat ini, setelah membuatkan minuman jahe untuk Alvira. Ia sudah bertelanjang dada dengan boxer, seluruh tubuh —kecuali kepalanya— sudah berada di dalam air.     

Rasanya sangat menyegarkan berenang di sore hari. Terik mentari tidak terlalu panas, bahkan terbilang tidak panas, dengan hembusan angin yang seolah menusuk kulit dan membuat sedikit menggigil karena hal ini.     

Menatap ke arah langit, Mario telah mendongakkan kepala untuk menikmati berbagai macam bentuk awan yang terlihat sebelas dua belas sama seperti gumpalan kapas, oh atau gulali?     

Rasanya begitu tenang. Tidak ada lawan bicara yang mengganggu dan menyebalkan layaknya Reza, dan tidak ada pula si pemilik rumah yang tengah menjalankan hubungan hangat karena baru berpacaran.     

"Rasanya tuh jomblo gak miris-miris banget, ya? Malahan banyak waktu buat diri sendiri, gak repot mikirin pasangan, gak ngerasa sakit hati juga."     

Sambil berenang, sambil mendengarkan lagu yang diletakkan di atas meja yang tak jauh dari jangkauannya —sengaja ia memindahkan meja yang tak terlalu tinggi agak dekat dengannya, supaya ia tidak jauh-jauh jika ingin melihat ponsel atau mencicipi makanan dan minuman pesanannta yang juga terdapat di meja itu—.     

Kalau boleh di pikir-pikir, dulu ia selalu menikmati sore hari di kolam renang. Namun kini rasanya sudah jarang, karena nyatanya ia lebih suka bersama dengan El dan juga Reza yang menghabiskan waktu mereka bertiga dengan banyak hal.     

Dan mumpung mereka berdua tidur, ia kembali lagi dengan hobinya.     

Merasa sudah cukup menatap langit, Mario langsung naik ke permukaan dan duduk di tepi kolam renang, menjadikan dari lutut ke telapak kaki tetap terendam di air.     

"Ih mantap banget nih. Makanannya steak, minumannya jus jeruk. Lengkap banget nikmatin kehidupan,"     

Mario mengambil piring dan di letakkan pada pangkuannya, juga tak lupa meraih peralatan makan seperti garpu dan pisau.     

"Selamat makan."     

Setelah memotong bagian steak dengan kecil, langsung dimasukkan ke dalam mulut dan di kunyah dengan perlaham seperti menikmati setiap gigitannya.     

"Wuih enak banget nih berenang sambil makan steak, gak ngajak-ngajak."     

Mendengar suara bariton yang sudah sangat di kenali oleh Mario, tidak membuat dirinya menolehkan kepala ke sumber suara melainkan tetap fokus dengan makanannya saja.     

"Gue nyadar lo gak di kamar El, gue langsung aja bangun. Eh bener juga kalau lo ada di sini, gak jauh-jauh dari air kayak mermaid."     

"Mermaid itu buat cewek, ogeb. Gue cowok, jadi panggilannya merman,"     

"Iya deh, gue kan bukan kalangannya jadi gak tau apa-apa."     

Reza. Ya memang siapa lagi selain dia? Ikutan duduk di tepi kolam renang, ia memakai boxer juga namun dadanya di tutupi dengan kaos tipis yang ketat di tubuhnya.     

Tanpa banyak basa basi, karena tubuhnya belum basah, ia langsung menceburkan diri ke dalam kolam renang. Rasa dingin menyegarkan menyambut dirinya, seolah dimanja dan di buang begitu saja setiap perasaan lelah yang ada di tubuhnya.     

Mario melihat Reza yang berenang dari sudut kiri ke sudut kanan, cowok itu menyelam. Ia sangat tau kalau Reza pandai menahan napas, jadi ingin menyelam pun tidak takut kehabisan napas.     

"Emangnya lo udah pemanasan, Za? Takut keram anggota badan lo," ucap Mario setelah melihat Reza yang menyembulkan kepala ke permukaan.     

Mendengar itu, Reza menolehkan kepala ke arah Mario yang bertanya. "Udah lah, gila. Gak ada orang yang berani berenang tanpa pemanasan," balasnya.     

"Ya kali gitu."     

"Lo perhatian banget, suka lo sama gue?"     

Mario hampir saja tersedak kala mendengar apa yang dikatakan oleh Reza. Cowok asal-asalan kalau berbicara, ingin ia lempar dengan bantal —agar tidak sakit— namun sadar dirinya berada di luar rumah. "Lo kayaknya sakit, Za. Mana mau gue sama lo. Ini jangan cuma gara-gara Alvira, lo jadi homo." ucapnya yang merinding.     

Tepat kala selesai Mario berbicara, Reza tertawa terbahak-bahak. Apalagi saat melihat temannya yang buru-buru menyambar minum dan meneguknya dengan cepat, ia hampir menangis. "Bercanda, gue juga gak punya pikiran jadi kaum pelangi. Gak ada minat gue, masih mau mikirin Alvira." balasnya.     

Mario mencibir, bisa-bisanya Reza berkata seperti itu padahal sifatnya menjadi kasar saat bersama dengan Alvira. "Lo move on aja deh, kesel gue liat lo yang munafik."     

Menikmati steak di tepi kolam renang rasanya memang sangat berbeda, dan malah mengundang selera makan.     

Reza terdiam, dirinya juga tidak mengerti dengan apa yang dirasakan. Ia sakit ketika mengetahui fakta kalau Alvira tidak bisa bersamanya karena cewek tersebut masih memiliki perasaan terhadap sang masa lalu.     

"Tadi lo tau gak? Alvira kesakitan, sekarang mungkin masih ada di ruang Tv lagi tiduran."     

"Oh gitu."     

"Lo gak ada simpati? Katanya lo masih mau mikirin dia? Peduli sama dia, gak ada sama sekali?"     

"Mau gimana sih emangnya, Rio? Gue tuh gak bisa ya ikutin kemauan hati gue. Ya gue emang masih suka sama dia, bukan berarti gue bisa perlakuin dia kayak kemarin-kemarin lagi."     

Mario paham dengan perkataan Reza. Lagipula, ia seperti biasa yang tidak memilih siapapun dalam kasus yang satu ini. Ia tidak memaksa Reza peduli dengan Alvira, atau sebaliknya tak memaksa Alvira untuk menyadari kehadiran Reza. Mungkin, ia berperan untuk menasehati hati yang tersesat.     

"Terserah lo deh, lo udah di kasih saran sama gue, boy. Tinggal lo gunain pikiran sama hati lo, mau gimananya kan urusan lo."     

"Gue sendiri aja bingung, Rio."     

"Kalau bingung, ya pegangan lah."     

"Mau gak lo pegangan sama gue? Soalnya gak punya cewek." ucap Reza dengan alis naik turun dengan senyuman menggoda.     

"Sialan lo, gue tendang lo ya!" seru Mario yang panik.     

Kalau bagi cewek sih pegangan tangan, pelukan, atau apapun itu pasti terlihat wajar. Namun kalau kedua cowok yang seperti itu, rasa-rasanya memiliki tanda tanya yang besar.     

Puas meledeki Mario, lagi-lagi Reza tertawa terbahak-bahak sampai hampir saja air mata keluar dari ujung matanya. "Duh capek deh gue ngeledekin lo, mendingan berenang lagi." ucapnya, lalu setelah bermenit-menit mengobrol dengan Reza sampai melupakan renangnya, akhirnya ia kembali menyelam.     

Mario melihat Reza, sejujurnya ingin membantu. Namun, ia tidak tau apa yang harus dilakukan.     

"Ya udah lah, nanti juga ketemu ujungnya. Mau balik sama Alvira atau gimana juga gue tetap support sama keputusan dia."     

Akhirnya, Mario tetap saja melanjutkan makannya dengan nikmat. Kakinya terasa dingin, lalu menariknya dari air dan berganti menjadi duduk bersilang.     

Terkadang, orang yang memilih untuk pergi karena merasa terasa jauh lebih sakit karena sebuah keharusan.     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.