Elbara : Melts The Coldest Heart

Sifatnya Tidak Sama Lagi



Sifatnya Tidak Sama Lagi

0Reza sudah berada di rumah El, ia melangkah mendekati ruang tamu yang memang itu adalah ruangan yang di lewati ketika ingin ke lantai dua.     
0

Matanya melihat ada Mario di sana, tiduran di sofa panjang dengan mata yang terfokus ke layar ponsel.     

"Baby shark du du du du, baby shark du du du du, baby shark du du du du, baby shark!"     

Mendengar nyanyian Mario membuat Reza memutar kedua bola matanya. "Heh, lu udah gede anjir, Rio. Tontonannya masa baby shark sih? Ya ajak-ajak lah." Ia yang tadinya terlihat kesal, ternyata sama saja seperti sang sahabat.     

Dalam diam, mereka memang suka sekali nonton film anak-anak. Apalagi, film animasi yang ada nyanyiannya. Mungkin, mereka sampai hafal berbagai macam nyanyian para tontonan anak kecil. Ya mereka memang terkadang positif, terkadang juga menonton yang negatif, tidak perlu di jelaskan.     

Mario menghentikan nyanyian, lalu menatap ke sumber suara dimana ada orang yang mengomentari dirinya. "Eh sini lah bro," ucapnya sambil tersenyum lebar. Ia meninggalkan ponsel dan meletakkan di atas meja, setelah itu berganti posisi dari tiduran menjadi duduk tegak di sofa. "Eh lo bawa apaan anjir?" sambungnya, bertanya.     

"Kepo lo jadi orang," ucap Reza. Ia mengganti genggaman tote bag yang tadinya berada di tangan kanan menjadi ke tangan kiri. Seolah-olah tengah menyembunyikan barang tersebut dari sahabatnya karena pasti Mario akan bertanya-tanya, tentu ia tidak akan jawab.     

Mario mendengus. "Wah jangan-jangan lo beli yang ada di kasir ya?" tanyanya sambil menatap Reza dengan sorot mata mencurigakan, menatap cowok tersebut dari atas sampai bawah, lalu kembali menatap lekat sang sahabat seperti tengah mengintrogasi.     

Sedangkan Reza yang mendengarkan tuduhan tersebut pun langsung saja membelalakkan kedua bola matanya karena merasa tidak benar apa yang dikatakan oleh Mario. "Gue tenggelemin lo ke laut, kalau ngomong seenaknya aja. Mana mungkin anjir gue beli gituan, mau main sama siapa? Lagian juga gak minat banget, gue nanti lakuin pas udah ada istri." jawabnya.     

Sebagai seorang cowok, tentu saja Reza paham dengan apa yang dikatakan oleh Mario mengenai benda yang di tuduh dirinya beli.     

Mario tergelak tawa, ia melihat wajah Reza yang pucat. Tau sekali kalau se-buaya-nya mereka, tidak akan pernah sampai kelewatan seperti itu. Mungkin, mereka terkadang bandel, tapi bukan berarti mereka juga liar dengan pergaulan bebas.     

Bagaimana bisa Reza dan Mario bergaul bebas sedangkan memiliki sahabat seperti El yang memiliki segalanya, seakan sangat sempurnya. Mempunyai Mommy dan Daddy yang benar-benar perhatian kepada mereka, sehingga bersahabat dengan El itu menghadirkan rasa sayang yang meningkat.     

Jadi, tidak ada waktunya untuk masuk ke dalam pergaulan bebas karena tidak bermanfaat.     

"Terus lo beli apaan si? Pakai di umpetin segala?"     

"Apa aja boleh lah, suka-suka gue."     

Reza menatap Mario dengan seolah-olah malas, ia tau kalau cowok tersebut tidak akan pernah puas. "Dah ah, gue mau ke atas duluan." sambungnya karena Mario tidak membalas perkataannya yang barusan.     

Sebelum Reza benar-benar pergi, tentu saja Mario membuat cowok tersebut mengurungkan niat. "Gue tebak, itu pesenan Alvira, kan? Dari tingkah lo nih yang kayak gitu seolah-olah minta gue tebak, pasti lo beli barang cewek, kan?"     

Layaknya seorang cenayang, Mario menebak apa yang saat ini berada di dalam tote bag yang tengah di bawa oleh Mario. Lihat saja, ia memang cowok kepo di antara Reza dan juga El.     

Mendengar itu, Reza terkekeh kecil. "Selamat, anda belum beruntung." Padahal mah apa yang di tebak oleh Mario sangatlah benar, dimana ia membeli barang milik Alvira. Sengaja ia berkata seperti ini dan memasang wajah serius supaya Mario tidak mengetahui kebenaran. Sudah ia bilang, sahabatnya yang satu itu akan meledek.     

Tidak ingin mendengar ucapan mario lebih lama lagi karena Reza mengingat Alvira yang segera membutuhkan barang-barang yang tengah bersamanya saat ini, ia memilih untuk kabur dari hadapan Mario dengan menaiki satu persatu anak tangga dengan cepat.     

Kini, Reza sudah berada tepat di depan pintu kamar Alvira dan tanpa berbasa-basi lagi langsung masuk ke dalam sana sebelum Mario menguntit dirinya dan mengikuti kemana ia pergi. Mario tidak akan berani membuka kamar Alvira dengan sembarangan, jadi dirinya aman dan menutup kembali pintunya.     

Seperti apa yang dikatakan Alvira di pesan, ternyata benar cewek itu tidak ada di ruang kamar. Kasur king size itu terlihat sedikit berantakan, bukti bahwa Alvira memang ada disini.     

Dengan ragu, Reza melangkahkan kakinya mendekati pintu kamar mandi. Darimana ia tau itu pintu kamar mandi sementara ia baru pertama kali masuk ke dalam kamar Alvira? Ya jawabannya karena itu adalah satu-satunya pintu yang memungkinkan kamar mandi.     

Tangannya sudah mengepal, bersiap untuk mengetuk pintu yang kini sudah berada di hadapannya.     

Tok     

Tok     

Tok     

Akhirnya, ia berhasil mengetuk pintu berwarna putih tersebut. Menunggu seseorang merespon, ia tidak mengatakan kalau ini dirinya. Yang dalam artian, pesanan Alvira sudah sampai.     

Ceklek     

Pintu pun terbuka, menampilkan kepala Alvira dari celah pintu. "Mana Kak?" tanyanya yang langsung menjulurkan tangan untuk meminta barang pesanannya.     

Reza menyerahkan paper bag di tangannya, dan di terima baik oleh Alvira. "Gue beliin banyak, gak ngerti." ucapnya.     

Setelah berkata seperti itu, Reza berbalik badan dan tidak peduli dengan pertanyaan Alvira yang dilontarkan untuknya. Ia berjalan ke arah kasur, lalu mendaratkan bokongnya di sana.     

Ia tidak lagi menoleh ke arah Alvira, tangannya meraih ponsel di saku celana dan memusatkan perhatian di sana sampai bermenit-menit lamanya.     

Kenapa ia masih ada di kamar Alvira? Ya untuk memastikan saja apa cewek itu sudah merasa baikan atau belum.     

Setelah beberapa menit, akhirnya terdengar ada suara pintu yang terbuka. Tanpa menoleh pun, Reza sudah tau kalau itu adalah Alvira yang baru saja keluar dari kamar mandi.     

"Loh? Kok Kak Reza masih di sini?" tanya Alvira dengan sebelah alisnyang terangkat. Ia membawa tote bag yang tadi di berikan oleh Reza, merasa tidak masalah dengan berbagai macam merk yang dibelikan untuk dirinya, ia melangkahkan kaki ke arah lemari pakaian untuk menaruh semua itu.     

Reza yang sedang melihat sosial media milik Nusa pun langsung menonaktifkan ponsel, setelah itu menaruh di saku celana kembali. Ia berdiri dari duduknya, menatap Alvira. "Nungguin lo bilang makasih sama gue," jawabnya dengan nada datar.     

Alvira mengerjapkan kedua bola matanya. Astaga, iya dirinya lupa ingin mengatakan terimakasih!     

"Makasih banyak ya Kak Reza." ucapnya sambil menghampiri cowok tersebut dan berdiri tepat di hadapan cowok tersebut. "Makasih udah nahan malu buat beli ini, Alvira gak keberatan tadi di beliin banyak merk, nanti aku ganti uangnya, berapa itu totalnya?" sambungnya.     

Reza mendengar ucapan terimakasih dari Alvira sesuai dengan perkataannya. Lalu tanpa merespon, ia langsung berjalan keluar dari kamar.     

Yang berubah, tidak mungkin sama.     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.