Elbara : Melts The Coldest Heart

Bayangan Kenangan Manis



Bayangan Kenangan Manis

0Alvira menunggu kehadiran Reza di kamar mandi. Ia dengan cemas menggenggam ponsel di tangannya, menatap layar benda pipih tersebut yang menampilkan chatan bersama dengan Reza.     
0

| ruang chat |     

Alvira     

Ketemu gak, Kak?     

Alvira     

Nanti Kakak langsung masuk kamar aku aja ya, kalau bisa sampai pintu kamar mandi.     

Jangan tanyakan bagaimana kondisi Alvira saat ini, dirinya benar-benar tidak bisa bergerak karena setiap dirinya bergerak pasti di bawah sana akan ada sesuatu yang keluar dengan gelisah.     

Reza     

Y     

Hanya itu saja? Mungkin memang Reza tidak berniat untuk banyak omong dengan Alvira, di ruang chat sekalipun.     

Alvira     

Hati-hati di jalan ya, Kak. Jangan ngebut-ngebut,     

Read     

| ruang pesan berakhir |     

Alvira mengambil napas panjang, lalu menghembuskannya dengan perlahan. Ia tidak tau harus berbuat apa karena yang namanya Reza, dimana cowok itu sudah mengaku kecewa dan tersakiti, pasti sifatnya benar-benar berubah drastis.     

Ya, sepertinya ia harus menyalahkan dirinya sendiri. Karena cowok sebaik Reza malah mendapatkan cewek sepertinya yang tidak tau rasa bersyukur.     

Kini, ia duduk di atas toilet yang tertutup —tentu saja bersih—. Ia menyudahi menatap layar ponsel yang terlihat dengan jelas kalah seorang Reza tidak akan membalas pesannya, ya masih beruntung cowok tersebut membacanya.     

Entah kenapa, Alvira merasa sangat tidak enak dengan perasaan seperti ini. El menjauhi dirinya, tidak ada lagi predikat adik kakak goals yang berada di tubuh mereka. Juga, Reza menjauhinya walaupun ia masih sempat berpikir kalau cowok itu memiliki rasa peduli terhadapnya yang tak pernah pudar. Sedangkan Mario? Jangan di tanya, dia adalah cowok paling netral dan masih tetap baik terhadapnya.     

Penyesalan memang datang di akhir. Namun sampai saat ini, tidak ada yang mengerti dengan dirinya, kenapa ia malah bersikap sangat berlebihan yang menampilkan sisi buruk dirinya?     

Tapi, ia juga belum berniat untuk meminta maaf kepada Nusa. Mungkin ini adalah hal yang menjadi pemicu juga bagi El, mengingat cowok satu itu baru mencintai Nusa dan yang pasti tidak rela kalau Alvira melakukan kesalahan dan tak meminta maaf.     

Alvira saja bingung dengan perasaannya sendiri, bagaimana orang lain yang menilai? Pasti juga semakin merasa bingung.     

"Huft…" satu helaan napas terdengar berat.     

Belum lagi, bayang-bayang Bian di kepalanya terus menghantui seperti tiada sudah.     

Throwback     

Sore yang cerah, angin berhembus dengan cukup menyegarkan. Banyak orang yang mengambil waktu-waktu seperti ini untuk menghabiskan waktu guna melepas penat. Entah itu pergi ke mall, pergi ke pantai, atau pergi ke taman.     

Yang menjadi pilihan Alvira dan Bian adalah ke taman. Cewek itu menatap sosok di hadapannya dengan sorot mata yang sangat bahagia.     

"Enak banget ya udaranya? Apalagi pemandangannya juga gak kalah indah."     

Bian, dia adalah cowok yang sangat menuruti jika sang pacar ingin kesana dan kesini. Tangannya memegang sandwich buatan Alvira yang terasa selalu menggoyang lidah, tidak pernah mengecewakan. Ia menganggukkan kepala, tersenyum manis ke sosok tersebut. "Iya, bagus banget. Pemandangan emang cantik, tapi lebih cantik sosok yang ada di hadapan aku." balasnya, menggombal.     

Mendengar itu, membuat Alvira secara tidak sadar menampilkan semburat merah muda di pipinya. "Kalau urusan gombalin aku, kan kamu emang jagonya." ucapnya sambil meraih jus kemasan berbentuk kotak, jus jambu yang menyegarkan. Tentu saja ia minum untuk menghalau perasaan malu akibat efek ucapan cowok tersebut padanya.     

Bian tersenyum kecil.     

"Kamu tau gak sih? Aku mah gak pernah gombal, aku bilang sesuai kenyataan. Baik, ramah, cantik, ya walaupun kadang cengeng."     

"Ih bukan cengeng itu namanya sedih, tau!"     

"Sama aja, sama-sama keluar air mata. Untungnya gak jelek kamu pas nangis, masih manis."     

Alvira mendengus sebal kala mendengar ucapan Bian, melempar kacang sukro yang memang tersuguh di hadapannya ke wajah cowok itu. "Enak aja! Masa iya aku di katain jelek?" balasnya.     

Kacang sukro itu mengenai pipi Bian, dan jatuh ke kemejanya yang langsung ia makan. "Siapa yang bilang kamu jelek, coba? Aku tuh tadi gak bilang kayak gitu, kamu-nya aja yang salah artiin."     

"Tapi ya sama aja intinya, huh." Alvira menjulurkan lidah, lalu meraih sandwich yang memang ia buat dari rumah dan membuatnya tiga porsi karena biasanya Bian itu tidak cukup hanya satu kali makan, biasa para cowok memiliki perut seperti karet yang mungkin tidak bisa merasa kenyang.     

Bian tersenyum kecil. Ia makan dengan pemandangan indah, yaitu pemandangan cewek cantik yang kini terlihat sangat serius memakan sandwich yang berisi berbagai macam bahan isian.     

"Kenapa liatin aku? Nanti salah makan, malah kamu makan tangan kamu tuh." tegur Alvira sambil menunjuk tangan Bian yang menggenggam sandwich, merasa terlalu di perhatikan oleh cowok satu itu. Ya walaupun mereka sudah perpacaran hampir menyentuh satu tahun, tapi tetap saja ia tidak bisa saat di tatap dengan sorot mata penuh kelembutan dan juga kasih sayang.     

Bian mengangkat bahunya, lalu menggigit sandwich. Ia mengunyahnya dengan nikmat, sengaja karena tidak ingin membalas pertanyaan Alvira dengan cepat. "Emangnya gak boleh?" tanyanya begitu sudah berhasil menelan kunyahan makanan tersebut. "Habisnya kamu cantik banget, gak bisa di lewatin gitu aja, sumpah. Kayak kalau gak mandang kamu, aku ngerasa rugi berat."     

Alvira terkekeh dengan apa yang dikatakan oleh Bian. "Rasanya mau tetep sama kamu terus, apapun yang terjadi, because you treat me like a queen." ucapnya dengan nada serius.     

"Kalau kamu bilang begitu, aku juga ngerasa hal yang sama kayak kamu."     

"Janji kita bisa tetep bersama gak sih? Aku bener-bener sayang sama kamu, aku gak pernah ngebayangin kalau kamu pergi."     

"Emangnya siapa yang mau pergi? Gak ada."     

Sebagai layaknya cowok, Bian sangat hebat karena cowok satu ini tidak pernah merasa bosan dengan pacarnya. Yang dimana, para cowok biasanya itu lebih dominan bosenan dan tidak bisa bertahan dengan satu cewek. Namun Bian berbeda.     

Dan tepat pada sore itu, janji mereka berdua terbang bersama hembusan angin menyejukkan pertanda ingin pergantian hari menjadi malam.     

Throwback off     

Alasan mengapa Alvira menerima Reza yang mendekatinya, ya ini alasannya. Ia selalu saja terbayang kenangan manis yang dulu pernah di lakukan bersama dengan Bian, ia ingin menghilangkan seluruh bayang-bayang tersebut yang selalu datang tiba-tiba seperti saat ini.     

Alvira pun jujur sangat tidak enak kalau terlihat seperti menjadikan Reza sebagai pelarian. Namun nyatanya, ia tidak bisa dekat dengan seseorang seperti itu karena hati masih memilih yang lalu.     

"Pantesan Reza jahatin aku, ternyata aku emang perlakuan aku lebih jahat daripada dia ke aku."     

Alvira merasa bodoh, namun juga tidak tau harus bersikap seperti apa dengan Reza. Mungkin, ia harus minta maaf. Namun nanti, ia tidak akan minta maaf yang sekedar omongan, mungkin harus di sertai dengan hadiah?     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.