Elbara : Melts The Coldest Heart

Percakapan Di Video Call



Percakapan Di Video Call

0Video call.     
0

Ya, kini Nusa dan El sedang melakukan video call. Katanya, El tidak bisa tertidur di karenakan Reza dan Mario yang sangat heboh saat bermain PS di     

kamarnya.     

Jadi, kini ia sudah berada di ruang tamu. Biasanya kalau berisik begini, ia akan ke kamar Alvira untuk menumpang tidur di sofa yang terdapat di kamar sang adik. Namun, sepertinya untuk saat ini, hal itu sangatlah tidak mungkin karena telah terjadi perang yang secara tidak langsung telah membuat hubungan mereka renggang.     

"Huh, kamu tau gak? Aku di rumah sendirian, sepi banget. Ya enak sih jadi bebas kalau mau nonton Drakor gak ada yang larang karena suaranya kekencengan, tapi kan ya sepi aja gitu." keluh Nusa di seberang sana. Wajah lucu dengan bibir yang mengerucut tampak pada layar ponsel milik El.     

Ia menatap Nusa dengan kantuk, karena memang niatnya ingin beristirahat namun juga ingin mengobrol dengan pacar.     

"Terus mau gimana? Lo mau gue kesana?" Bagi seorang cowok, tentu saja ucapan Nusa yang barusan seolah mengatakan sebuah kode untuk dirinya pergi kesana untuk menemi. Jadi, ia berkata seperti ini.     

"Eh? Enggak, bukan gitu kok tapinya maksud Nusa. Aku tuh bilang kayak gitu, ya gimana ya… Ibu sama Ayah kan udah gak ada. Jadi, orang yang ngerasain kayak aku ini, jadinya ngerasa aja gitu sepinya." jawab Nusa yang menjelaskan.     

El melihat wajah Nusa yang terlihat seperti murung. Mungkin cewek itu tengah rindu dengan kedua orang tuanya? Ia memang tidak pernah bertanya mengenai hal ini, tapi dirinya tau kalau kedua orang tua sang pacar telah tiada.     

"Gue gak bisa rangkai kata, tapi kalau bisa, gue mau ada di samping lo buat meluk lo."     

Terlihat Nusa yang mengerjapkan kedua bola mata, lalu kembali rona merah itu muncul. "Emangnya aku sedih? Enggak, sih. Aku kan cuma bilang—"     

"Bohong, itu buktinya lo mau nangis." potong El sambil menunjuk ke arah kamera. Ia melihat kilatan air mata yang berada di kelopak mata milik Nusa. Sangat kentara sekali saat seorang cewek menahan tangis seperti yang di lakukan pacarnya di seberang sana.     

Nusa tampak mengambil napas, lalu menghembuskannya dengan perlahan. Terlihat ia yang berganti posisi tiduran menjadi duduk, menyandarkan tubuh di kepala kasur. "Ya cuma sedih aja. Gak bisa lagi ngerasain gimana perlakuan Ibu sama Ayah, gak ada pertanyaan tentang gimana hari-hari di sekolah, gimana nilai mata pelajaran aku, nanya udah makan atau belum, gak pernah lagi ngerasain masakan Ibu, gak ada lagi Ayah yang royal suka jajanin aku ini itu, gak ada—"     

"Sa." panggil El yang langsung memotong segala ucapan Nusa yang seperti tengah memutar memori di kepalanya. Ia tidak ingin melihat cewek tersebut menangis, namun tindakannya telat karena Nusa sudah membasahi kedua pipinya dengan air mata.     

Nusa mengatur deru napas, merasakan dadanya yang sesak. Ia tidak ingin menangis, namun ternyata hatinya berkata lain karena ia benar-benar rindu dengan suasana rumah dengan keluarga yang lengkap. "Apa?"     

"Lo mau gak nanti siang anterin gue cek tangan gue? Jadwalnya di ubah jadi siang nanti, agak sorean sih. Bisa gak? Nanti kita jalan-jalan, sayang."     

El menatap Nusa dengan penuh perhatian, kedua bola matanya seakan berkilat sayang. Ia benar-benar tidak ingin membuat Nusa terlarut di dalam perasaan sedih, bukannya ia tidak ingin mendengarkan cerita cewek tersebut.     

"Bisa kok, tapi aku nyelesaiin episode Drama Korea dulu, gak masalah kan?"     

"Gak masalah, sayang."     

"El suka manggil aku kayak gitu?"     

"Kayak gimana, Sa?"     

"Sayang." Nusa mengulang panggilan El padanya yang berubah, memang terdengar manis dan sangat romantis baginya yang baru pertama kali merasakam berpacaran.     

Mendengar itu, El mengulum senyum seperti memiliki sebuah perasaan bahagia tersendiri di dalam hatinya. "Apa, sayang?" Ia menanggapi dengan menggoda, menaik turunkan kedua alisnya. Mungkin, ia belajar seperti ini dari ahlinya seperti Reza dan Mario yang memang sudah terkenal dengan predikat buaya.     

Nusa yang mendengar itu merasa malu, ia menaruh ponsel di kasur —sehingga yang El lihat saat ini hanyalah langit-langit kamar cewek tersebut—. "Aaaaaaaa El mahhhhh!!! Nusa malu, tau!!!!" Hanya seruan-nya saja yang terdengar.     

Dengan itu, El terkekeh. Ia merasa berhasil membuat Nusa malu sampai salah tingkah. "Apa sih? Gue mah biasa aja ya, lo kenapa malu?"     

"Habisnya kamu kayak jebak Nusa! Biar Nusa bilang sayang ke kamu, abis itu kamu yang jawab."     

"Emangnya gak boleh?"     

"Gak lah, nyebelinnnnnn!"     

"Masa? Nanti gue di ambil cewek lain, nangis."     

Terlihat Nusa yang mengintip dengan sebagian wajah yang ternyata di tutupi dengan selimut. "Masa sih? Selagi bukan Priska, aku mah ikhlas kamu begitu sama cewek lain panggil sayang-sayangan selain sama aku."     

El tertawa ringan. "Oh…" Hanya itu saja tanggapannya. Ia tidak akan pernah benar-benar melakukan apa yang dirinya katakan barusan. Mendapatkan Nusa adalah hal terindah baginya, jadi ia memilih untuk membalas tanpa minat supaya percakapan mereka tentang ini tidak berlanjut.     

"Ya udah sana lo nonton," ucapnya lagi karena ternyata Nusa juga tidak merespon setelah ia mengatakan kata 'oh' saja.     

Terlihat kamera yang bergoyang-goyang dari seberang sana, ternyata saat ini wajah Nusa sudah kembali tampil di layar ponsel.     

Dengan wajah imutnya, ia bertanya. "Kamu mau bobo?" tanyanya dengan nada bicara seperti anak kecil, mengubah kosa kata 'tidur' menjadi 'bobo'.     

El menganggukkan kepala. Ia sama sekali tidak jijik dengan pilihan bahasa yang Nusa gunakkan, asal tidak ke arah jorok dan juga kasar. "Iya, ngantuk." jawabnya.     

Terbukti, saat ini El sudah menguap kantuk dengan kedua matanya yang mulai sayu. Ia seperti sudah enggan di ajak bicara, takutnya tidak nyambung atau bahkan tidak merespon.     

Nusa paham, lalu menganggukkan kepala. "Oke deh, Nusa juga mau lanjut nonton deh, kira-kita kita jalan jam dua aja, ya? Nanti jam satu aku siap-siap, mumpung ini masih jam sebelas." ucapnya yang mengatur pertemuan mereka.     

Bagi El, itu memang tak masalah. Jika nanti sampai ke rumah sakit agak telat, itu tidak masalah. Apalagi kalau sampai terlalu cepat, mereka bisa berdiam diri dulu di kantin rumah sakit.     

"Iya gampang, nanti gue jemput lo. Jangan dandan cantik-cantik,"     

"Emangnya kenapa sih, El? Ya kan biar enak di lihatnya gitu,"     

"Jangan. Lo begitu aja udah cantik, apalagi dandan."     

Nusa menganggukkan kepala, walaupun ia masih tidak paham dengan maksud cowok itu. "Ya udah nanti aku pakai bedak sama liptint aja." ucapnya yang menyetujui.     

"Hm." Mata El sudah terasa 5 watt.     

"Selamat tidur, El. Nusa sayang sama kamu,"     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.