Elbara : Melts The Coldest Heart

Peduli Atau Kasihan?



Peduli Atau Kasihan?

0Tok     
0

Tok     

Tok     

Alvira mengutuk pintu kamar El. Ia membutuhkan sesuatu yang gawat, dan tidak tau ingin meminta tolong kepada siapa selain orang yang berada di dalam kamar. Ya, bantuan terdekat karena ia tidak mungkin mencari para pembantu rumah tangga terlebih dulu karena sesuatu di bawah sana akan merembas.     

"Duh gak di buka-buka lagi," gumamnya dengan cemas.     

Ia telah di didik oleh El untuk hal kesopanan. Dimana kalau ingin masuk ke dalam ruangan itu ketuk pintu terlebih dulu dan menunggu orang tersebut membuka pintu atau dari dalam berkata kalau dirinya di persilahkan masuk.     

"Kak!"     

Tok     

Tok     

Tok     

Hampir saja menyerah, namun tiba-tiba pintu terbuka dan menampilkan sosok Reza yang bertelanjang dada.     

Karena tinggi Alvira yang memang pendek, wajahnya langsung berhadapan dengan dada bidang Reza yang sangat membuatnya terdiam diri sambil mengerjapkan kedua bola mata.     

"E-eh?" Hanya ini saja yang mampu dikeluarkan dari mulut, di susul dengan kedua tangan yang segera menutupi mata. "Kak Reza kok telanjang?" tanyanya dengan gugup, jadi melupakan apa kebutuhannya yang darurat.     

Reza menaikkan sebelah alisnya. "Suka-suka." Ia membalasnya dengan malas, tidak ingin berbasa basi seperti ini. "Buka aja sih mata lo, di sekolah juga banyak cowok-cowok yang lepas baju kalau olahraga atau ekstrakulikuler. Gak usah ngerasa kayak mata lo suci banget,"     

Alvira bungkam. Kalau urusan Reza yang menjadi berkata pedas, itu sudah tidak lagi menjadi masalah baginya. Ia pun dengar perlahan menurunkan kedua tangan yang menutupi wajahnya, menatap cowok di hadapannya ini lalu mendongakkan kepala agar tidak sejajar dengan dada bidang sang mantan.     

"Maaf." gumamnya sambil tersenyum tipis. Mungkin ini semua pantas untuk dia dapatkan?     

Reza tidak peduli dengan kata maaf yang sudah pasti hanya menjadi pajangan. Ia pun menatap Alvira dengan lekat. "Lo nyari El, ya?" tanyanya langsung sebelum cewek di hadapannya ini malah mengatakan hal lain.     

Merasa di tebak, Alvira pun menekuk senyuman. Ia kembali mengingat tujuan awal kesini, kalau saja Reza tidak bertanya pada dirinya, mungkin ia lupa.     

Menepuk kening sambil berkata 'bodoh', lalu kedua kakinya seperti menyilang. "Iya, mana Kak Bara?" tanyanya sambil melongok ke samping Reza namun tidak bisa menjangkau penglihatannya lebih dalam.     

"Gak ada, pergi."     

"Hah? Kemana? Kenapa gak bilang-bilang coha sama aku?"     

"Gak tau, lagi gak mau di ganggu."     

Mendengar itu, Alvira menghembuskan napas. Satu-satunya orang yang bisa menolong ya adalah sosok yang kini ada di hadapannya. Sebenarnya, ia sangat takut meminta tolong kepada Reza, namu mau bagaimana lagi? Kalau meminta tolong Mario, bisa-bisa cowok itu ngaret.     

"Ya udah, aku minta tolong sama Kakak aja." ucap Alvira yang menatap Reza dengan sorot mata yang terlihat memohon.     

Reza menggelengkan kepala dengan tegas. "Gue sibuk banget. Lo kerjain sendiri aja,"     

"Tapi—"     

"Lo gak denger? Lo mau modus banget ya jadi cewek apa gimana nih? Nyebelin banget anjir,"     

Alvira menatap Reza dengan kedua alis yang menurun. Di saat El membebaskan dirinya, di saat itu juga orang-orang berani bertingkah seenaknya pada dirinya. Termasuk Reza yang berbicara kasar dan tidak ada rasa peduli terhadapnya seperti pada saat ini.     

Ia menghembuskan napas, merasa kalau apa yang dikatakan Reza tak perlu di masukkan ke hati. "Aku minta tolong buat beliin pembalut, Kak." gumamnya dengan pelan, pipinya merasa panas karena malu. Ini adalah kali pertama ia meminta di belikan barang ini ke cowok selain El. Habisnya mau bagaimana lagi? Kalau ia berjalan lama-lama untuk menghampiri para pelayan, pasti bercak darah akan terlihat di celananya. Juga, ia lupa karena tidak memiliki stock di rumah.     

Reza langsung saja melamun. Ia menatap Alvira seolah-olah berkata, 'Hah? Lo serius?'.     

Namun, mata Alvira sama sekali tidak menunjukkan kalau cewek itu tengah bercanda. Menjadikan Reza langsung saja mengambil napas panjang, lalu menghembuskannya dengan perlahan. Kini, ia tau kalau cewek itu tidak berbohong sama sekali.     

"Ada kriterianya gak? Kan banyak jenisnya." Ya memang mau bagaimana lagi? Melihat Alvira juga yang seperti menahan sesuatu dengan kaki di silang, ia cukup paham dengan itu.     

Alvira tersenyum, akhirnya ada orang yang mau dirinya minta tolong. "Yang ada sayap-nya, Kak." jawabnya.     

Mendengar itu, tentu saja Reza yang sama sekali belum pernah beli barang-barang cewek apalagi begituan pun menaikkan sebelah alisnya. "Gila, gimana cara tau ada sayap apa gak-nya sih?" tanyanya yang mengeluh dengan sebal.     

Alvira menekuk senyuman. "Ada kok di gambar depannya, Kak. Kalau gak nanti tanya aja ke mbak-mbak atau mas-nya."     

"Ogah." ucap Reza dengan spontan. Ia membayangkan jika dirinya menanyakan hal itu ke kasir. Sungguh, malu.     

Alvira kecewa mendengar jawaban Reza. Ya sebenarnya ia juga berpikir kalau cowok tersebut juga memiliki hak untuk menolak, namun kan ini dalam kondisi yang gawat darurat dan dirinya meminta tolong. "Kakak serius?" tanyanya dengan nada bicara yang terdengar sangat sedih. Bagaimana tidak sedih memangnya saat ada perempuan yang berada di posisinya?     

Tadinya sih memang menolak karena kan ia cowok. Ya gengsi-lah saat di suruh untuk membeli barang cewek yang termasuk ke dalam privasi seperti itu. Namun, kala melihat raut wajah Alvira yang seperti anak kecil merajuk dan memohon di waktu bersamaan, ia akhirnya kembali menghembuskan napasnya.     

"Oke, gue beliin. Tapi kalau salah, gak usah nyalahin gue." ucap Reza pada akhirnya, tanpa senyuman, wajahnya datar.     

Padahal, tadi Alvira mendengar dengan jelas tawa Reza dan Mario yang dalam artian cowok tersebut bahagia. Namun saat melihat dirinya, seolah senyuman itu juga ikut menguap.     

Alvira kembali tersenyum, menatap Reza dengan senang. "Makasih banyak ya Kak, aku tau kalau Kakak masih care sama aku." ucapnya dengan mada bicara malu-malu.     

Reza menaikkan sebelah alisnya, merasa tidak paham dengan 'care' yang di maksud oleh cewek tersebut. "Maksud lo itu apaan ya? Gue? Peduli sama lo? Darimananya?" tanyanya yang seperti mengulang untuk meminta penjelasan.     

Alvira tersenyum simpul. "Itu buktinya Kakak mau di minta tolongin aku untuk beli barang, tapi Kak Reza akhirnya mau dan setuju. Ya menurut aku, Kakak itu masih care sama aku." ucapnya yang menjelaskan lebih detail lagi. Mungkin kalau saat ini ada Mario sebagai penonton percakapan mereka, pasti cowok itu sudah menyahut.     

Reza mendengus, lalu menarik senyuman miringnya. "Gue nge-iyain suruhan lo karena kasihan aja sama lo, emangnya siapa lagi yang bisa lo minta tolong selain gue? Gue gak mau tinggi hati, tapi gak mungkin lo ganggu El yang ada di amuk. Gak mungkin juga lo suruh Mario, pasti dia ngobrol dulu sama ibu-ibu komplek."     

Satu yang Alvira simpulkan dari perkataan Reza, cowok itu kasihan terhadapnya.     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.