Elbara : Melts The Coldest Heart

Menyimpan Rasa Peduli



Menyimpan Rasa Peduli

0"Lah lo mau kemana bro?"     
0

Mario yang melihat Reza menyambar jaket plus mengambil kunci motor pun langsung melayangkan pertanyaan. Ia menatap sahabatnya, sesudah mem-pause game yang tengah di mainkan.     

Sedangkan Reza? Ia segera memakai jaket tersebut ke tubuhnya. Ia memakainya sedikit terburu-buru, karena sejujurnya ia tengah menjadi cowok munafik yang kini berpikir kalau diriny harus cepat karena kalau tidak Alvira merasa tidak enak.     

"Ada deh," jawabnya yang sok misterius. Dan itu malah mengundang Mario untuk bertanya lebih lanjut lagi, ia sendiri juga agak menyesal sih menjawab dengan kalimat barusan.     

Mario menaikkan sebelah alisnya. "Dih mau kemana lo oneng, ikut dong gila. Masa gue sendirian di sini, El minggat ke kamar tamu." ucapnya yang langsung sigap minta ikut dengan sahabatnya yang satu itu.     

Reza tentu saja menggelengkan kepala, tidak setuju dengan apa yang dikatakan oleh Mario. Enak saja cowok itu malah ingin ikut? Bisa-bisa kebongkar sudah kalau ia akan membeli pembalut untuk Alvira, membuka celah Mario yang akan meledeki dirinya dengan sangat menyebalkan.     

"Gak, lo gak usah ikut lo ah. Sini aja justru jagain rumah, lo kan yang paling sigap."     

"Ya lagian lo mau kemana?"     

Seperti anak ayam yang ingin di tinggal induknya, ya Mario seperti itu jika di samakan.     

"Najis lo ah, kayak gak pernah jauh aja anjir dari gue. Gue cuma mau ke minimarket, gak lama-lama juga." balas Reza. Untung saja saat ini ia berdiri dan jaraknya jauh dari Mario. Kalau tidak, sudah di pastikan kalau dirinya akan mengetuk kepala cowok satu ini.     

Mario menaikkan sebelah alisnya. Tidak biasa Reza keluar dari rumah El, karena memang biasanya mereka ini tuh duduk anteng di depan televisi untuk bermain PS. Dan jika bosen, mereka akan main bareng game online yang berada di ponsel masing-masing.     

"Mau ngapain sih tumben banget? Pakai acara privasi segala gak ngasih tau mau ngapain,"     

"Lo mau nitip gak? Kalau gak, gue mau berangkat."     

"Nitip lah."     

Reza menaikkan sebelah alis. Melihat ke lantai depan Mario yang disana masih terdapat banyak camilan belum terbuka, jadi apa yang cowok itu ingin dititipkan darinya? "Nitip apaan lo? Itu semua makanan gak cukup buat lo?" tanyanya.     

Mario menggelengkan kepala, tentu saja itu bukanlah hal yang ia maksud. Menggelengkan kepala, lalu menampilkan senyuman lebar sampai memperlihatkan giginya yang sempurna. "Kalau ketemu cewek cantik, nitip ya. Jangan lupa mintain nomor telepon, thanks." ucapnya sambil menaik turunkan kedua alisnya.     

Mendengar itu, Reza seperti merasa menyesal karena sudah membuang-buang waktu dengan Mario yang sama artinya dengan membuang-buang waktu untuk hal yang sama sekali tidak bermanfaat. "Niat, doa, dan usaha. Bukannya, niat, nyuruh temen, nikmatin hasil tanpa usaha."     

"Ngomong apaan si lo? Gak ngerti gue, saking pinternya gue gak paham sama omongan lo."     

"Emang kan susah ngomong sama orang ogeb."     

Setelah itu, Mario menatap Reza yang berlalu begitu saja. Cowok tersebut keluar dari kamar, tidak mengatakan apapun lagi membuat dirinya sudah menebak kalau tadi ia melihat sahabatnya yang satu itu mengobrol dengan Alvira. Jadi, ya pasti karena cewek satu itu membuat Reza bela-belain keluar rumah.     

"Emang pusatnya tuh Alvira, pakai munafik segala bilang mau move on kalau nyatanya mah punya perasaan yang lembek."     

…     

Sesampainya di minimarket …     

Gila. Hanya satu kata itu yang membuat Reza mengumpat di dalam hati. Untuk pertama kali dalam hidupnya, ia membeli pembalut. Walaupun ia memiliki Mommy, tetap saja tidak pernah menyuruhnya untul membeli barang seperti ini.     

Bukan, ia sama sekali tidak berpikir kalau dirinya merasa di rendahkan jika kaum-nya membeli ini untuk cewek. Namun, satu hal yang menjadikannya ragu adalah perasaan malu.     

Karena saat ini, ia sudah berada di deretan rak berisikam berbagai macam pembalut dengan berbagai merk. Belum lagi, para orang yang berlalu lalang yang memiliki satu tujuan dengannya untuk berbelanja kesini pun melihat ke arahnya dengan tatapan aneh.     

"Duh, gue berasa artis nih di liatin kayak gitu sama orang-orang." Dengan percaya diri, ia malah mengatakan hal seperti ini dengan nada pelan.     

Dari ujung kanan dan ujung kiri rak yang menampilkan pembalut yang kotakan, entahlah apa sebutannya karena Reza sekarang sudah kebingungan.     

"Ini keunggulannya apaan sih sampai merk-nya beraneka ragam? Kan kalau rokoh tuh rasanya beda-beda ya, nah ini apaan yang beda anjir kalau fungsinya sama."     

Reza menatap kemasannya juga yang memiliki perbedaan warna. Ada yang berwarna orange, ada yang pink, ada yang hijau, ada yang biru. "Kenapa gak sekalian warna pelangi?"     

Daripada kebingungan sendiri dan terlihat seperti orang bodoh yang hanya berdiri di depan rak pembalut sedangkan dirinya adalah cowok, menjadikan ia langsung saja membalikkan tubuh yang langsung menyuguhkan dirinya dengan rak handbody para cewek.     

Akhirnya, Reza mencari terlebih dulu di internet tentang apa itu pembalut yang bersayap supaya memudahkan untuk langsung mengambil dan membayarnya dengan manahan rasa malu.     

"Duh lagian kan yang punya burung itu cowok, yang di pakein sayap malah yang cewek."     

Kalau ada Mario, pasti mereka tengah heboh membicarakan pendapat masing-masing. Untungnya, ia tidak jadi mengizinkan cowok tersebut untuk ikut dengannya. Satu orang cowok membeli pembalut saja sudah terlihat memalukan, apalagi dua cowok yang membelinya secara bersamaan? Takut mengundang pemikiran manusia yang tidak-tidak, menjerumus ke arah negatif.     

"Dih, ternyata ada sayapnya sih bener." ucap Reza yang sedikit tertawa karena merasa lucu dengan barang milik cewek yang satu ini. "Ini sayap fungsinya apaan coba? Duh pantesan cewek susah di pahami, barang-barangnya aja bikin bingung."     

Setelah itu, Reza kembali menaruh ponsel di saku celana. Ia membalikkan tubuhnya kembali. Setelah itu, ia mendekatkan diri ke rak. Mengambil beberapa kotak yang ada sayapnya, namun dengan merk yang berbeda-beda. "Bodo amat deh beli banyak, biar sekalian malu. Daripada besok Alvira gak stok lagi terus tiba-tiba nyuruh gue, gue ogah."     

Sudah mengambil 5 kotak pembalut berbeda, kini berada di dalam pelukannya karena lupa tak mengambil keranjang. Dengan memasang wajah badak, ia langsung saja berjalan ke arah kasir tanpa peduli dengan lirikan orang lain.     

"Nih Mbak, pakein kantung belanja bahan aja yak." ucapnya. Karena biasanya mendapatkan kantung kresek berwarna putih tipis, bisa-bisa ia malu dan ketahuan Mario.     

Si penjaga kasir pun menganggukkan kepala. "Oke Mas. Ini banyak banget belinya? Buat pacarnya, ya?" tanyanya yang ternyata penasaran sambil senyum-senyum sendiri.     

"Enggak Mbak, ini buat kambing saya. Kebetulan kambing saya cewek, baru puber." balas Reza dengan spontan mengatakan hal yang funny.     

Si penjaga kasir pun tertawa. "Totalnya seratus lima puluh ribu ya, Mas."     

"Oke."     

Setelah bayar dengan uang pas, Reza mengambil kantung belanja tersebut lalu keluar dari barisan kasir yang masih kosong. "Kalau bukan demi lo, Ra. Gue ogah banget kayak gini,"     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.