Elbara : Melts The Coldest Heart

Bersama-sama Menenangkan Nusa



Bersama-sama Menenangkan Nusa

0Nusa yang sudah melempar tubuh ke atas kasur serta bergelung di dalam selimut dengan ponsel El yang berada di tangannya pun, mulai menangis di dalam sana. Tangisannya memang tidak bersuara seperti Alvira, namun semua orang juga paham kalau tangisan tanpa suara itu adalah tangis yang terasa menyakitkan.     
0

"Sa, ini gue Mario."     

Mendengar suara bariton tersebut, bukannya berkeinginan keluar dari dalam selimut, Nusa semakin mengubur wajahnya dengan bantal. "Nusa-nya gak ada, ilang." Ia menjawab seperti ini dengan suara yang gamblang karena efek dari menangis.     

Mario melihat itu. Seluruh tubuh Nusa sudah terbaluti dengan selimut, bahkan sampai kepala. "Emangnya gak nyesek? Nanti keabisan udara loh gak bisa napas, yuk ah buka selimutnya."     

Memang, sekarang mungkin hobi Mario adalah menenangkan seseorang yang bersedih. Beberapa menit lalu, ia berhasil menengkan Reza sampai cowok tersebut tertawa. Dan kini, sepertinya ia akan menenangkan Nusa yang terlihat sedih.     

"Rambut lo mungkin kusut," Ia melangkahkan kakinya ke meja rias untuk mengambil sisir. Begitu benda yang diinginkan sudah berada di genggamannya, menjadikan ia kembali melangkah dan berhenti tepat di samping kasur El. "Lo mau sisiran dulu gak? Nih gue ambilin sisir, gue taruh di nakas." sambungnya, seperti apa yang dikatakan, ia menaruh sisir di atas nakas.     

Nusa masih diam, namun air mata pun belum berhenti keluar dari kedua bola matanya. "Gak mau, udah di bilang Nusa-nya ilang." balasnya lagi, bersikeras supaya Mario tidak mengajaknya mengobrol.     

Mario yang tadinya ingin merespon perkataan Nusa pun tersentak kala ada tangan yang menepuk bahunya dari belakang, setelah di lihat ternyata Reza.     

"Biar gue aja, lo main PS aja gih nanti gue nyusul." ucap Reza, ia ingin berbicara dengan Nusa karena mungkin merasa bersalah. Kan Alvira seperti itu sebab dirinya, maka ia hanya ingin mencurahkan yang terjadi supaya sama-sama enak.     

Mario menatap Reza. Sejauh ini, Reza-lah yang memang terlihat waras. Jadi, dirinya memilih untuk mengiyakan dengan menganggukkan kepala. "Oke, Nusa gampang di bujuk kok." ucapnya sambil menjulurkan tangan untuk menepuk bahu Reza karena cowok tersebut sudah beralih pijakan menjadi tepat di hadapannya.     

"Oke." Reza menganggukkan kepala, memberikan senyuman tipis.     

Untuk saat ini, mungkin orang-orang menjadi serius. Karena keadaan memaksa untuk bersikap dan berperilaku dewasa tanpa adanya lelucon.     

Mario melangkahkan kaki, menjauh dari Reza dan Nusa yang tampak ingin membahas masalah ini. Ia dengan senang hati akan bermain PS, karena perasaannya juga merasa terbebani dengan semua permasalahn ini. Hitung-hitung melemaskan otot-otot yang tegang.     

Sedangakan Reza? Kini ia mendekati kasur yang tengah di tempati oleh Nusa, lalu mendaratkan bokong untuk duduk di tepian. Ia mengambil napas panjang, lalu menghembuskannya dengan perlahan-lahan. "Sa—"     

"Apa, Za?" Nusa langsung saja memotong ucapan Reza yang padahal belum selesai keluar dari dalam mulut cowok tersebut.     

Reza menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, merasa bingung sendiri. "Mendingan lo keluar dulu deh Sa dari dalem selimut, gue mau ngomong. Kalau begini, rasanya gue malah ngomong sama angin." ucapnya.     

Mendengar itu, Nusa menimang-nimang. Rambutnya sudah tidak terasa sakit sih, namun lebih ke arah sedikit berdenyut. Ia tidak hanya lelah diperlakukan seperti layaknya hama oleh orang-orang, padahal kan ia tidak bersalah.     

Akhirnya, Nusa menuruti apa yang dikatakan oleh Reza. Ia membuang napas kasar, lalu menggulingkan tubuh sehingga selimut membebaskan dirinya. Kini, ia beranjak dari tidurnya dan duduk di atas kasur mengahadqp cowok tersebut. "Tolong ambilin sisir." pintanya kala melihat sisir yang berada di atas nakas, mungkin benda tersebut yang tadi diambilkan Mario untuk dirinya.     

Reza menganggukkan kepala, setelah itu meraih sisir yang sesuai dengan permintaan Nusa. Lalu menjulurkan tangan, yang langsung di raih oleh cewek tersebut. Sebelum berbicara, ia memperhatikan rambut Nusa yang jatuh. Padahal cewek itu baru saja di jambak, namun rambutnya sama sekali tidak kusut.     

"Mau ngomong apa?" tanya Nusa yang kini to the point. Kedua matanya terlihat sembab, bahkan memerah yang sama dengan hidungnya.     

"Maafin gue ya, kalau aja tadi di bawah gue gak berantem sama Alvira, pasti gak bakal kayak gini." ucapnya dengan sorot mata penuh penyesalan, bahkan kedua alisnya menurun.     

Nusa tersenyum simpul, dengan perlahan menghapus jejak air mata yang berada di pipinya. "Gak masalah," balasnya dengan suara pelan.     

"Lo bilang gak masalah, tapi lo dalam masalah, Sa."     

"Emangnya mau gimana? Aku gak tau,"     

Nusa menghembuskan napas, setelah itu meletakkan sisir yang sudah selesai di pergunakkan ke atas kasur. Tangannya masih dengan setia menggenggam ponsel ber-kamera tiga boba milik El.     

Reza menganggukkan kepala, paham dengan apa yang saat ini tengah dihadapi oleh Nusa.     

"Gue gak mau gara-gara ini lo jadi benci sama Alvira. Dia emang kasar, gue juga gak tau kenapa dan cukup kaget juga."     

Nusa menganggukkan kepala, lebih tepatnya mungkin juga ragu saat menganggukkan kepalanya? "Emangnya salah ya suka sama El? Apa gimana sih? Aku gak ngerti." ucapnya, lebih dulu menarik napas supaya dadanya tidak merasa sesak. "Aku di kata ngerebut El, aku di kata ngerebut Bian, dan tadi nih barusan, aku di kata bikin kamu putusin hubungan sama Alvira." sambungnya.     

"Gue minta maaf, ngewakilin Alvira dulu. Tapi kapan-kapan, mungkin Alvira bakalan malu kok sama dirinya sendiri dan bakalan minta maaf sama lo, Sa." balas Reza. Ia tidak tau bagaimana cara menenangkan Nusa, ia juga tidak ingin ada sentuhan fisik karena cewek di hadapannya ini sudah milik sanh sahabat.     

Nusa menganggukkan kepalanya lagi, dengan lesu. "Gak apa-apa si kalau gak minta maaf juga,"     

"Janhan ngejauhin El gara-gara Alvira lagi. Emangnya gue sama Mario gak ngerasa? Lagian juga lo manggil El jadi pakai nama dia sih yang biasanya Bara, masih marah?"     

"Bukannya gitu, ah Nusa sendiri juga gak tau deh. Beneran jadi pusing,"     

Reza menatap Nusa yang mengacak-acak rambutnya, terlihat lucu namun cewek tersebut bukan kriteria cewek yang termasuk ke dalam sasarannya. "Lo yang sabar, oke? Gue bakalan bantuin lo kok."     

"Gimana kamu mau bantuin aku? Kalau kamu sendiri sama Alvira aja udah hancur."     

Skakmat. Reza tidak tau ingin berkata apalagi, niatnya ingin menenangkan, malah dirinya yang seperti tertampar dengan kenyataan yang ada.     

Lalu, Reza menelan salivanya dengan susah payah. "Ya kalau gitu, gue bakalan minta bantuan kok lewat perantara El, gampang." ucapnya yang meralat perkataannya barusan.     

Nusa terkekeh, padahal ia sendiri pun tau kalau Reza sama sekali tidak melontarkan lelucon.     

"Makasih ya, Za." ucap Nusa, lalu menolehkan kepalanya ke arah Mario. "Makasih juga ya, Mario."     

"SIAP YA RATU-KU, APAPUN UNTUK NENANGIN NUSA!!"     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.