Elbara : Melts The Coldest Heart

Martabak Spesial, Pakai Kacang



Martabak Spesial, Pakai Kacang

0"EL CEPETAN LO TURUN KE BAWAH, ADA PRISKA NHHHHHHHH!!!"     
0

El tentu saja mendengar jeritan Mario walaupun agak samar-samar. Ia tengah mengacak-acak rambutnya yang memang berjambul, sangat keren. Tangan kirinya masih di perban, tapi tidak menghalangi dirinya untuk melakukan aktivitas.     

Tunggu sebentar, tadi apa yang teriakkan oleh Mario? Priska ada di rumahnya? Tapi untuk apa?"     

Sungguh, mungkin Priska tau rumahnya karena cewek itu adalah penguntit yang sangat handal. Namun, untuk langsung menginjakkan kaki di rumah ini, tentu saja Priska tidak pernah karena sudah pasti kalau dirinya akan mengamuk.     

"Duh ada aja gue mau tidur," gumam El sambil menghembuskan napas dengan kasar.     

Mumpung masih beberapa jam jadwal cek tangannya, ia tadinya ingin mempergunakkan waktu tersebut untuk tertidur lebih dulu. Namun ternyata ada saja halangannya, menyebalkan.     

Brak!     

Pintu kamar El tiba-tiba terbuka dengan cukup keras, memperlihatkan Mario yang kelimpungan sudah masuk ke dalam kamarnya. Mungkin, cowok satu ini merasa ribet karena di tangannya sesak dan penuh akan makanan untuk camilan.     

"Priska tuh di ruang tamu, gue kaget anjir." ucap Mario sambil menurunkan segala makanan yang di peluknya ke atas meja bundar yang berada di kamar El yang tidak ada isinya, alias meja tersebut kosong.     

El mendengus. "Ngapain?" tanyanya.     

Mario tampak menaikkan kedua bahu, bahkan ia sampai mengatur napasnya lebih dulu. "Gak tau sih gue, sendirian duduk di ruang tamu. Tapi, ada Alvira udah balik. Gue rasa sih mereka kesini bareng, jangan-jangan tuh nenek lampir mau modus sama lo." balasnya dengan heboh.     

Hei, bukan Mario kalau tidak heboh.     

Penjelasan dari Mario sudah sangat membantu El untuk menyimpulkan kalau cewek tersebut benar-benar sangat amat menyebalkan. "Ribet." gumamnya, lalu mulai berjalan meninggalkan Mario. Sebelum itu, "Tolong kabarin Nusa ya, Rio. Lo tau kam sandi hp gue." Setelah itu, ia berlalu.     

Entah apa yang diperlakukan Priska lagi. Ia pikir kalau cewek itu akan membawa masalah baru yang membuatnya sangat mumet, tidak ada kapoknya.     

El menuruni satu persatu anak tangga, tatapannya langsung melihat dua orang cewek yang ia kenal, sedang berbincang.     

Ia tidak tau apa yang dipikirkan oleh Alvira. Mengapa membawa orang yang menjadi ketidaksukaan baginya? Itu sama saja seperti membuka celah Priska untuk masuk ke dalam hidupnya, bedanya, cewek itu masuk melalui kepolosan Alvira yang tengah dilema.     

El melangkahkan kaki mendekati mereka, lalu sesampainya di sana pun berdehem dengan cukup keras agar mereka berdua sadar akan kehadirannya saat ini.     

Alvira dan Priska pun serempak menoleh ke arah El, keduanya terkejut karena cowok itu menampilkan wajah yang benar-benar datar dengan tatapan dingin yang terlihat menusuk.     

"Eh Kak Bara—"     

"Lo masuk ke kamar." potong El dengan cepat sebelum Alvira meluncurkan deretan kalimat yang penuh dengan basa basi kepadanya.     

Mendengar itu, Alvira menggelengkan kepala. "Enggak, aku masih mau disini. Lagian juga kan ada Kak Priska, masa iya aku tinggal?" balasnya, yang merasa tidak setuju saat sang Kakak menyuruhnya untuk masuk ke kamar.     

El menghembuskan napasnya perlahan. "Gue gak mau marah sama lo, sebelum gue marah, mendingan lo masuk kamar." ucapnya yang mempertegas ucapan. Ia hanya tidak ingin Alvira merasa tersakiti dengan kata-kata yang keluar dari mulutnya, karena ia tau kalau dirinya akan hilang kendali.     

Daripada Alvira melihat kemarahan El, ia memutuskan untuk menatap Priska dengan sorot mata menyesal. "Maaf ya Kak, aku ke kamar dulu." ucapnya sambil beranjak dari duduk, setelah itu mengambil gelas jus miliknya untuk di bawa.     

Semakin Alvira menjauh, semakin El melihat gerakan sang adik dan memastikan masuk ke dalam kamar sampai tubuh tersebut menghilang dari jangkauan jarak pandangnya.     

Setelah cukup puas dengen kepergian Alvira, El mematap Priska yang kini tengah melihatnya dengan sorot mata… entahlah? Yang lihat, cewek itu malah tersenyum lebar ke arahnya.     

"Ngapa lo? Kesambet?" tanya El, ia melihat Priska dari atas sampai bawah yang cewek tersebut masih memakai seragam sekolah.     

Priska menggelengkan kepala, setelah itu mengubah senyuman lebarnya menjadi senyum simpul. "Duduk sini di samping gue, kita ngobrol empat mata dengan duduk nyaman di sofa." ucapnya dengan sangat santai walaupun ia tau kalau cowok di hadapannya menatap ia dengan sorot mata yang seolah mengusir secara terang-terangan.     

El menatap Priska tambah tajam, ia tidak mengerti dengan cewek satu ini yang terlihat sangat kebal dengan amarahnya. "Gue mau lo balik." ucapnya, lagi-lagi di pertegas supaya Priska mengerti dengan perkataannya.     

"Lo kenapa sih malah ngusir gue? Jelas-jelas Alvira kok yang ngundang gue ke sini. Tamu itu raja, El. Berhubung gue cewek, berarti sekarang gue ratu-nya lo karena lo pemilik rumah yang berarti raja gue."     

"Ngimpi."     

"Gue gak mau balik, rumah gue kan disini."     

"Gak usah ngelunjak, Ka."     

"Siapa yang ngelunjak? Gue kan cuma mampir, di tawarin minum sama adik lo. Tanpa gue, mungkin Alvira bakalan di culik om-om kali. Lo gak sadar kalau lo kehilangan rasa peduli sama dia?"     

"B aja, perhatian gue sebelumnya gak pernah kurang ke dia."     

"Tapi masa gara-gara masalah sepele—"     

"Lo diem!"     

El akhirnya menggertak Priska yang langsung membuat cewek banyak omong itu langsung membungkam mulut, padahal kalimatnya belum selesai di katakan.     

Priska membeku, ia menatap El dengan sorot mata yang kali ini terlihat sedikit takut.     

"Lo gak tau apa-apa, karena lo bukan siapa-siapa." ucap El dengan nada dingin, tatapannya seolah menghujam hati Priska. "Lo enyah dari sini." sambungnya.     

Oke, mendengar itu mungkin Priska takut. Namun, bukannya bergerak untuk memakai tas dan keluar dari rumah ini, ia malah kembali menunjukkan senyuman. "Jangan marah-marah terus ih, tuh aku ada jus stroberi tadi di buatin Alvira, di minum dulu gih." ucapnya yang malah menawarkan minuman.     

El menggelengkan kepala dengan pelan, merasa tidak habis pikir dengan apa yang dikatakan oleh Priska. "Lo gila ya?"     

"Iya, gara-gara lo." jawab Priska sambil menganggukkan kepala. "Tapi perlu lo inget, El. Gue kesini, duduk di ruang tamu rumah lo ini, itu semua Alvira yang maksa gue."     

El percaya dengan omongan Priska karena ia tau kalau Alvira yang sekarang mulai memberontak. Tidak mengindahkan segala perintahnya, juga mengabaikan segala perintah.     

"Terus ngapain lo iya-in? Gue gak nerima alesan," ucap El.     

"Gue cuma bilang, perlakuin gue kayak cewek pada umumnya, El. Jangan kasarin gue terus," ucap Priska dengan kedua alis yang menurun.     

El berdecih, sebal. "Cewek lain aja gue diemin," jawabnya.     

"Oh jadi ini ceritanya gue beruntung banget ya bisa kena marah sama lo? Karena gak semua cewek dapet amarah lo, bahkan Nusa juga gak bisa mancing-mancing lo marah. Berarti intinya, gue spesial banget." ucap Priska, seperti biasa, perkataannya sok percaya diri.     

"Spesial lo itu kayak martabak, martabak spesial pakai kacang. Alias, gue gak peduli sama keberadaan lo, Ka."     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.