Elbara : Melts The Coldest Heart

Peringatan Keras



Peringatan Keras

0Alvira cemberut, ia masuk ke dalam kamarnya dengan wajah yang di tekuk. Bagaimana tidak merasa sebal? Di saat ia ingin sekali mengobrol dengan Priska, di saat itu juga kedatangan El dengan raut wajah dingin yang tidak suka dengan cewek yang ia bawa ke rumah.     
0

"Lagian juga yang bener aja, Priska lo bawa kesini? Ya udah konsekuensinya lah El marah,"     

Mendengar itu, Alvira langsung menolehkan kepala ke sumber suara dan melihat sang mantan calon pacarnya sedang berdiri di pintu kamarnya.     

"Ih Kak Reza ngapain masuk-masuk kamar aku!" pekik Alvira, ia tidak menjawab apa yang dikatakan oleh cowok satu itu.     

Reza menggelengkan kepala. "Aneh lo." ucapnya. "Jelas-jelas gue ada di pintu kamar, yang dalam artian gue belum masuk ke kamar lo."     

"Tapi kan sama aja! Gimana kalau aku lagi buka baju atau apa gitu?!"     

"Nyatanya gak, kan?"     

Alvira menghela napas, lalu ia mendaratkan bokong di tepian kasur. Tas punggungnya pun sudah terlempar yang tergeletak di lantai kamar, ia pun tidak berniat mengambil dan merapihkannya. Suasana hati sedamg buruk, malah ada Reza yang sekarang sifatnya menjadi seperti El.     

"Kakak kenapa sih? Mau jadi kayak Kak Bara juga? Kerjaannya cuma ngomelin aku sepanjang hari," ucapnya yang mendumal. Ia berpikir, kalau dirinya sudah besar dan mampu kok menentukan pilihannya sendiri seperti tadi dengan Priska.     

Reza yang mendengar itu pun menaikkan sebelah alis, ia menyilangkan tangan di depan dada.     

"Gak, tapi gua setuju sih kalau harus berubah kayak El. Lo itu susah banget di aturnya, sumpah. Gue gak ngerti apa yang ada di pikiran lo sampai lo bawa Priska kesini. Lo gak nyadar kalau udah bikin dia mikir kalau lo bisa di jadiin perantara biar dia bisa masuk ke kehidupan El?"     

"Enggak, aku gak ada pikiran kayak gitu."     

"Nah itu dia. Karena lo gak punya pikiran sampai sana, lo kejebak tuh sama kepolosan lo. Tanpa lo sadar, nanti Priska jadi boomerang."     

Alvira menatap Reza dengan sinis. Sebenarnya sih tidak enak ya mengobrol dengan jarak yang seperti ini, namun ia juga tidak ingin membiarkan Reza masuk ke dalam kamar begitu saja.     

Mengambil napas panjang, lalu menghembuskannya dengan perlahan. "Kakak, Kak Bara, Kak Mario, kemana aja? Aku nungguin di parkiran, kendaraan kalian udah pada ilang. Gak ada satu pun yang nungguin aku, sedih banget. Kalau gak ada Kak Priska, mungkin aku belum mau pulang. Dia yang peduli sama aku, terus aku salah peduli sama dia? Nawarin minuman doang sambil mengobrol, salah?" Akhirnya, ia membuka suara untuk menuangkan pikiran.     

Reza menyimak, tangannya benar-benar masih berada menyilang di depan dada. Entah apa tanggapannya, tapi merasa tidak simpati karena ini membahas tentang Priska.     

"Lo emang gak salah peduli, gak salah nawarin minum sampai ngobrol pun gak masalah. Tapi yang bikin lo salah, lo ngelakuin semua itu buat Priska. Yang dimana, lo tau sendiri dia bisa jadi licik dan jahat di satu waktu. Gue gak mau lo jadi korban dia, walaupun bukan korban bully." ucapnya dengan tatapan yang mulai melembut.     

Mendengar itu, Alvira menaikkan sebelah alisnya. Merasa terheran dengan apa yang dikatakan oleh cowok itu, segalanya terdengar seperti Reza yang masih peduli dengannya. "Kak Reza kenapa sih? Masih peduli sama aku, atau gimana? Katanya Kakak mutusin buat gak lagi-lagi deket sama aku, sekarang Kakak bilang begitu." ucapnya dengannmada bicara yang rendah.     

Reza pun sendiri bingung dengan apa yang dirasakan saat ini. Ia memang benar masih peduli dengan Alvira, tidak munafik dengan menyembunyikan perasaan. Namun, yang ia lakukan saat ini adalah menggelengkan kepalanya. "Enggak, gak usah geer. Gua gak mau El kecewa sama tingkah lo, Ra. Sorry kalau sekarang bahasa gue nyakitin lo, tapi tingkah lo gak bisa berubah."     

Jika beberapa haru lalu mereka bisa saling bertukar tawa, entah mengapa sejak beberapa hari ini menjadi renggang. Dan tepat pada hari ini segalanya mengatakan kalau mereka benar-benar terlihat seperti enggan menjalin hubungan.     

Alvira menatap Reza dengan kedua mata yang berlinang air mata. "Jangan jahat-jahat…" lirihnya dengan nada bicara yang tercekat.     

Tadinya, ia masih memiliki harapan karena dekat dengan Reza, berarti ia masih memiliki tumpuan untuk dijadikan tempat bersandar. Namun, entah mengapa egonya sangat tinggi, sehingga muncul sebuah perasaan yang tidak rela jika Bian malah memiliki ketertarikan dengan Nusa.     

"Lo bisa gak sih ngertiin El? Gue cape nasehatin lo, dari lembut sampai kayak sekarang loh. Lo gak ada perubahan, semakin lama di diemin, semakin itu juga lo malah ngelunjak dengan pelan-pelan ngelakuin semua larangan dari El. Lo mau bebas? Gue kasih tau, El sayang sama lo begitu juga sama gue dan Mario, makanya kira over banget sama lo. Sekali-kali rasanya lo harus ngertiin kita semua. Gimana El yang sayang sama Nusa, dan gima gue yang sayang sama lo. Tapi lagi-lagi lo kayak anak kecil, lo gak tau seberapa kecewanya gue."     

Reza memberikan penjelasan apa yang saat ini dirinya rasakan. Suaranya semakin panjang kalimat, semakin terasa tenggorokkannya yang tercekat. Bagaimana rasa sakit yang ia rasakan saat ini, hanya dirinya sendiri yang tau.     

Sebagai seorang cowok, mendekati cewek dengan serius adalah hal yang paling menguras tenaga untuk berjuang, tentu saja memiliki harapan supaya bisa menjalin kasih dengan targetnya.     

Namun, di saat sang target ternyata tidak bisa di gapai, apalagi saat mengetahui karena cewek yang diincarnya masih memiliki perasaan denhan masa lalu, itu adalah the real sakit yang sesungguhnya.     

Alvira sudah menangis dalam diam, ia menatap Reza dengan sorot mata yang menurun bahkan terkadang berkabut karena pandangannya tertutupi dengan air mata. Lidahnya kelu, tidak bisa mengatakan apapun untuk saat ini.     

Entah apa yang Alvira rasakan juga, namun terlihat kalau cewek tersebut menyesal. Tidak ada yang tau kalau Alvira merasa benar-benar sesal, atau perasaan itu hanya sesaat saja.     

"Lo gak perlu bilang maaf, atau kalimat sejenisnya. Gue gak butuh, gue malah bersyukur udah di jauhin dari cewek yang kayak lo, Ra." ucap Reza yang sudah tau apa yang akan Alvira katakan, karena motif cewek itu selalu serupa.     

Keras kepala, bertarung lidah, kalah argumentasi, menangis, meminta maaf, lalu melakukan hal yang serupa lagi. Bagi Reza, itu sangat basi dan sudah sedikit memuakkan.     

Kata-kata Reza bahkan kini menghujam hati Alvira dengan sangat. "Kak Reza serius? Mau bilang semua kata jahat ke aku?" tanyanya, merasa sedih.     

Reza menganggukkan kepala. "Biar lo sadar, gue mau lo berubah. Lo sama sekali gak bisa di bilangin pelan, berarti ini peringatan dengan keras."     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.