Elbara : Melts The Coldest Heart

Menemukan Titik Kebahagiaan



Menemukan Titik Kebahagiaan

0"Lo tau gak apa yang bedain lo sama cewek lain yang pernah gue temuin?"     
0

Kembali lagi bersama dengan Reza dan Alvira. Mereka sudah duduk menjauh dari brankar tempat El beristirahat, agar percakapan mereka tidak mengganggu cowok yang belum kunjung siuman.     

Mendengar pertanyaan itu, Alvira dengan mata sembab dan raut wajah kurang mendukung untuk kembali ceria pun merasa antusias dengan ucapan Reza. "Aku gak tau." balasnya sambil menggelengkan kepala.     

Reza mengulas senyuman simpul, walaupun simpul namun terlihat sangat manis membingkai di permukaan wajahnya. Ia menjulurkan tangan, mendaratkan tangan di puncak kepala Alvira.     

"Lo bisa jadi diri sendiri, gak perlu nambah-nambahin apa yang menurut lo kurang. Jadi, gue pribadi ngerasa harus banget perjuangin lo karena lo punya rasa spesial tersebut."     

"Kamu lagi nyoba ngehibur aku kan, Kak Reza?"     

"Ya itu salah satunya sih." balas Reza sambil terkekeh kecil, ia mencoba untuk menghidupkan suasana. "Tapi… jangan pikir omongan gue cuma buat sedekar ngehibur lo doang kok. Gue ngomong gini pun tulus banget," sambungnya.     

Mereka berdua saling tatap-tatapan, setelah itu Reza menarik kembali tangannya ke posisi semula.     

Mendapatkan kehangatan walaupun hanya dari tatapan Reza, membuat Alvira tersipu malu. "Sekarang aku yang gantian nanya. Kakak tau gak apa yang bedain Kakak sama cowok lain yang pernah aku temuin?" tanyanya, menatap penuh minat dengan jawaban yang akan dilontarkan oleh cowok yang berada di sampingnya.     

Kalau menurut Reza sih gampang ya menebak, ia mengulum sebuah senyuman geli. "Ya gitu doang masa lo nanya sih? Udah jelas-jelas tuh jawabannya gampang banget, ya karena gue lebih unggul. Gue ganteng alias gak malu-maluin kalau di ajak jalan, gue juga humoris dan jamin lo awet muda kalau sama gue. It's simple thing." jawabnya dengan nada bicara yang kelewat percaya diri.     

Mendengar jawaban Reza pun membuat Alvira terkekeh geli, ia tiada henti tertawa saat berdekatan dengan Reza —oh atau bahkan Mario pun juga membuatnya kembali ceria—. "Masa sih itu jawaban yang tepat? Menurut aku sih bener ya, tapi gak tepat." ucapnya dengan senyuman penuh dengan misteri.     

Reza menaikkan sebelah alisnya, seperti menuntut Alvira untuk memperjelas. "Terus apaan?" tanyanya sambil menaikkan sebelah alisnya.     

Alvira diam, ia mengalihkan pandangannya ke depan. Lalu tanpa ada rasa gengsi, ia mulai mendekatkan diri dan bersandar di bahu Reza. Mencari kenyamanan di sana, dan mendapatkannya.     

"Kak Reza itu hebat, bisa yakinin Kak Bara kalau Kakak bisa deket sama aku. Belum lagi, Kak Reza bisa nerima aku terus bener-bener pengertian banget sama aku yang masih kayak gini. Dalam artian, aku sama sekali gak sempurna buat Ka—"     

"Sttt…" Reza menaruh jemari telunjuknya di hadapan mulut Alvira, menahan agar cewek tersebut tidak melanjutkan perkataan. Karena dirinya juga tau pasti apa yang akan di katakan oleh Alvira, pasti bukan sesuatu yang terbilang menyenangkan. "Jangan di lanjutin, kalau lo aja belum percaya sama diri lo sendiri, gimana lo bisa percaya sama gue? Hm?" tanyanya sambil menjulurkan tangan, lalu menaruh helaian rambut lembut tersebut ke belakang telinga.     

Alvira mengunci tatapan pada kedua manik mata indah milik Reza, lalu tersenyum. "Terimakasih, Kakak cowok terbaik. Walaupun udah aku gampar, tapi masih aja baik hati." ucapnya sambil terkekeh kecil mengingat bagaimana dirinya yang salah paham, sehingga menuduh Reza tidak menjaga El dengan benar. Sungguh, Reza memaafkan dengan lapang dada bahkan tidak merasa sakit hati dengan perlakuannya yang tak sopan.     

Menganggukkan kepala, Reza memberikan senyuman terbaik juga. "Sama-sama, peluk ya." ucapnya.     

Tanpa menunggu jawaban Alvira, Reza pun langsung membawa cewek tersebut untuk masuk ke dalam dekapannya, memberikan rasa nyaman sekaligus hangat yang jujur saja Alvira belum dapat merasakannya kembali sejak putus hubungan dari si cowok bernama Fabian.     

…     

"Enak banget ih, sumpah."     

"Ra, itu kan cuma bubur."     

Alvira terkekeh kecil mendengar tanggapan Mario dengan apa yang dirinya katakan. Diam-diam, ia melirik ke arah Reza yang makan dengan di temani oleh game online. Oke, dirinya tidak masalah dengan hal itu karena toh kan sejak tadi cowok tersebut sudah terus menerus bersamanya. Jadi, bermain game adalah waktu tersendiri untuk Reza.     

"Ya gimana ya, emang Kak Rio gak pernah ngerasain gitu perbandingan bubur yang satu dengan yang lain? Dan ya, menurut Vira ini salah satu bubur yang terbaik."     

"Masa sih? Coba sini gue mau nyoba bubur lo, kali aja gitu kan rasanya beda."     

Baru saja Mario ingin menyendokkan bubur styrofoam milik Alvira, tiba-tina saja tangannya di tahan oleh seseorang.     

"Lo sentuh gue gampar lo,"     

Itu adalah Reza, cowok tersebut menepis tangan Mario setelah itu. Lalu, meninggalkan game online-nya untuk kali ini terfokus makan supaya tidak kejadian seperti tadi lagi. Bayangkan kalau sendok bekas Mario itu mendarat di makanan Alvira, sangat tidak etis sekali, iya kan?     

Mario tertawa, namun bukan yang terbahak-bahak karena tidak mungkin mengundang bising karena El masih berada di posisinya. "Gila, bakalan ada orang yang kayak El nih, alias El kedua coming soon." ucapnya yang mengajak Alvira untuk tertawa.     

Dan ya, Alvira tertawa. Lagipula ia tidak keberatan dengan tindakan Mario kok, ia tau betul kalau cowok tersebut hanya melakukan tipuan dan tidak mungkin begitu saja menyentuh makanan miliknya, apalagi dengan sendok bekas.     

"Kok Kak Reza over banget ya sama aku? Jadi serem ih, sumpah." ucap Alvira yang diakhiri dengan sebelah matanya yang berkedip, pertanda kalau apa yang dikatakannya sudah sekongkol dengan cowok di hadapannya karena yang berada di sampingnya adalah Reza.     

Mendengar itu, tatapan Reza sendu, menolehkan kepala ke arah Alvira. "Lo pikir begitu? Kalau iya, ya udah gue bakalan ubah pemikiran gue kok, serius. Lo gak nyaman, gue tinggalin sifat gue." ucapnya yang sedikit panik karena mendengar kalau cewek di sampingnya ini merasa seram dengannya.     

Oke, Mario yang berniat ingin menjahili Reza, malah dirinya yang akan terperangkap di zona bucin memuakkan. Muak? Ya, karena sudah tau kalau dirinya ini jomblo!     

Ia memilih untuk menutup telinga dan sok sibuk dengan ponselnya saat ini.     

Alvira mengerjapkan kedua bola matanya, merasa takjub dengan perkataan yang dikatakan oleh Reza untuknya.     

'Kalau lo gak suka sama sifat gue, gue gak bakalan ubah. Kenapa? Katanya lo nerima gue apa adanya, tapi kok malah ngeluh.'     

Dulu, itu adalah jawaban Bian saat baru pertama kali pacaran dengan Alvira. Mungkin saat itu usia Bian memang masih kecil sehingga belum dewasa, namun sama aja, iya kan?     

"Hei cantik, kok malah bengong?"     

Mengerjapkan kedua bola mata untuk yang kedua kali, Alvira pun kembali ke dunianya yang nyata dengan Reza yang berada di sampingnya. "E-eh? Enggak kok Kak, bukan apa-apa." balasnya sambil tersenyum sangat manis.     

Benar, Reza bisa menjadi titik kebahagiaan untuk dirinya yang pernah jatuh dan terluka bahkan sempat tidak memiliki cara untuk bangkit.     

"Ya udah, sini ya gue suapin makannya. Dari tadi gue liatin lo makan kayaknya lesu banget,"     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.