Elbara : Melts The Coldest Heart

Kebahagiaan dan Ketidakrelaan



Kebahagiaan dan Ketidakrelaan

0Alvira menatap Reza yang kini berada di sampingnya, tiada henti menggenggam tangannya dengan sangat erat seolah-olah kalau di lepas maka dirinya akan kabur entah kemana.     
0

"Kenapa? Kok daritadi liatin aku terus? Emangnya ada yang aneh sama aku? Aku jadi jelek gara-gara nangis, ya?" Pertanyaan ini pun langsung keluar dari dalam mulut Alvira dengan jelas, ia bahkan menatap Reza dengan sebelah alis yang terangkat.     

Reza menatap Alvira, lalu menggelengkan kepala. "Di perpustakaan itu dilarang ngobrol, Ra." ucapnya yang memperingatkan.     

Ya, mereka berdua tengah berada di perpustakaan dan duduk bersebelahan dengan Reza yang terus-terusan memandang Alvira dengan tangan yang masih menggenggam satu sama lain.     

Reza ingin menenangkan Alvira, dan itu yang sampai saat ini dirinya lakukan untuk cewek tersebut. Bahkan, sampai Alvira sudah merasa lebih baik pun dirinya masih saja menempel pada cewek satu itu.     

Alvira terkekeh, Reza benar-benar tau bagaimana cara menghibur seseorang dengan versi terbaik. Menjadikan dirinya juga senang memiliki crush seperti cowok yang kini berada di sampingnya. "Makasih ya udah buat aku jadi lebih baik, makasih juga udah hibur aku kayak gini." ucapnya sambil tersenyum simpul.     

"Kalau perlu, mau bolos gak?"     

"Bolos pelajaran?"     

"Keluar sekolah."     

Reza dengan entengnya berkata seperti itu, apalagi sambil cengengesan. Seperti mengatakannya tanpa rasa bersalah sedikitpun, mengajak bolos sekolah seperti mengajak ke kantin saking entengnya.     

Mendengar itu, Alvira mengetuk pelan kepala Reza karena cowok satu itu memang terdengar rada menyebalkan. "Ih gak jelas, udah nih ya kita lebih baik di sini aja dulu nanti kalau bel masuk bunyi, ya kita balik ke kelas masing-masing." balasnya sambil tersenyum.     

Reza menganggukkan kepala, mengiyakan apa yanh dikatakan oleh Alvira. Barulah ia melepaskan genggaman tangan mereka. "Udah gak nangis lagi kan?" tanyanya untuk memastikan kalau cewek yang berada di sampingnya ini sudah merasa baikan dengan apa yang dibujuk olehnya.     

"Udah baikan kok." balas Alvira, senyumannya tidak pernah pudar dari permukaan wajah semenjak kehadiran Reza yang membawa suasana hatinya semakin membaik.     

Reza tersenyum, lalu menjulurkan tangannya untuk mengelus puncak kepala Alvira dengan segenap rasa kasih sayang. "Makan yuk, lo laper gak?" tanyanya, lalu ia menepuk-nepuk perutnya. "Gue laper banget." sambungnya.     

Mendengar itu, Alvira menggelengkan kepala. Ia tau kalau saat ini pasti El berada di kantin, sudah pasti karena memang setiap hari sang kakak tidak pernah absen datang ke kantin.     

Seakan-akan paham dengan apa yang saat ini tengah dipikirkan oleh Alvira, membuat Reza memindahkan tangan dari puncak kepala cewek tersebut menjadi ke rahang yang tirus. "Ya udah lo tenang aja, kita di sini. Lagian juga kita bisa pura-pura baca buku, tuh tadi gue udah ambilin buku buat lo." ucapnya sambil menunjuk ke arah buku yang saat ini tepat berada di hadapan Alvira.     

Alvira pun langsung menatap buku yang di maksud oleh Reza, lalu membaca judulnya dengan sebelah alis yang terangkat. "Metamorfosis?" tanyanya, lalu menatap ke arah cowok yang berada di sampingnya dengan raut wajah yang tidak mengerti.     

Reza menganggukkan kepala. "Iya, metamorfosis. Emangnya kenapa? Gak ya, gue gak ada maksud apa-apaan sumpah. Gue ambil tuh buku gara-gara itu yang tadi paling deket sama jangkauan tangan gue." balasnya sambil terkekeh.     

Menghembuskan napas, Alvira kira ada maksud Reza yang mengambil buku tersebut. "Tapi aku gak suka sama begini-ginian, mendingan baca novel sih enak." ucapnya sambil mendorong buku di hadapannya supaya menjauh.     

Reza terkekeh, setelah itu memajukan tubuhnya supaya lebih mendekat ke arah Alvira. "Lo jangan gemesin banget, bikin gue mau cepet-cepet official sama lo, tau gak sih?"     

Cup     

Setelah itu, satu kecupan mendarat tepat di kening Alvira, menjadikan cewek tersebut langsung mengerjapkan kedua bola matanya dengan cepat karena cukup terkejut dengan perlakuan cowok disampingnya ini.     

…     

Bel masuk sudah berbunyi, kini, saatnya perpisahan Alvira dengan Reza.     

Cewek mungil itu mulai melambaikan tangannya, mereka berpisah di dekat lapangan karena mereka tidak ingin saling antar mengantar.     

Saling berbalik badan, dan tidak menolehkan kepala lagi. Apalagi Reza, cowok satu itu sudah berlari kecil agar cepat sampai di kelasnya.     

Begitupun juga dengan Alvira yang sudah melangkahkan kaki, menelusuri koridor yang akan membawa ke kelasnya.     

Dari jalannya saat ini, ia melihat Bian yang berjalan ke arahnya. Ia pun memperhatikan, sampai jarak mereka sudah dekat. Biasanya, Bian akan menyapa atau sekedar memberikan senyuman. Namun tidak untuk kali ini yang dirinya sendiri pun tak tau apa alasannya.     

Sampai pada akhirnya, Bian hanya berlalu melewati Alvira tanpa melirik sedikitpun, bayangkan saja.     

"Bian!" Akhirnya, Alvira yang tah tahan pun memutar tubuhnya sambil memanggil cowok tersebut.     

Si pemilik nama pun menolehkan kepala, lalu tatapannya bertemu dengan manik mata Alvira yang menyorot kebingungan. "Apa?" balasnya tanpa minat, seperti biasa.     

Alvira tersenyum kecil, lalu berjalan menghampiri Bian. "Kok lewat gitu aja gak nyapa Vira?" tanyanya.     

Melihat raut wajah Alvira menjadikan Bian tau kalau cewek tersebut habis menangis, namun dirinya lebih baik bungkam dan tidak terlalu banyak bicara. "Penting? Lagipula lo udah punya Reza, masih ngarep gue bakalan nyapa lo?" tanyanya.     

Mendengar itu, Alvira mendengus, lalu menggelengkan kepala. "Emangnya mantan itu harus jadi musuh, ya? Ya walaupun aku udah ada doi baru, kan bukan berarti kita berdua itu berenti menyapa." balasnya. Niatnya baik kok, bukan berarti masih mengharap kembalinya seorang cowok yang saat ini berada di hadapannya.     

"Terus? Ngarep lo?" Sengaja, Bian memberikan kepahitan pada Alvira saat ini.     

Alvira menggelengkan kepala. "Mantan terindah tapi perlakuannya bikin aku sakit terus, males." balasnya sambil menekuk senyuman.     

Bian pun tidak mengerti dengan jalan pikir Alvira, padahal cewek itu sudah mempunyai Reza. "Udah sana lo jangan deket-deket, nanti jadi gue yang kena sama El, Mario, Reza, ogah gue bonyok terus." ucapnya dengan malas. Bukannya pengecut, namun bertengkar dengan orang yang itu-itu saja rasanya membosankan.     

Mendengar itu, Alvira mendengus. "Kamu kenapa sih, Bian? Kok jadi aneh gini, biasanya walaupun ketemu juga gak terlalu sinis sama aku." ucapnya dengan kedua alis yang berkerut karena merasa aneh dengan tingkah cowok di hadapannya.     

Bian menggelengkan kepala. "Gak apa-apa, dah sana lo balik ke kelas."     

Baru saja Bian ingin melangkah menjauh lagi dari hadapan Alvira, cewek ini langsung menahan tangannya menjadikan ia langsung memutar tubuhnya kembali. "Sekarang apalagi?"     

Alvira menatap kedua manik mata Bian dengan dalam. "Jujur sama aku, kamu udah punya pengganti aku, iya kan?" tanyanya dengan nada bicara yang seperti tidak rela.     

Bian dengan yakin menganggukkan kepalanya. "Ada, jadi gue harap lo gak kegenitan sama gue karena lo punya Reza, ini peringatan ya buat lo."     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.