Elbara : Melts The Coldest Heart

Awal Mula Sebelum Perkelahian



Awal Mula Sebelum Perkelahian

0"El lagi baku hantam sama Bian, ngerebutin Nusa."     
0

//     

Nusa memasukkan seluruh buku yang tadi di keluarkan untuk jam pelajaran terakhir ke dalam tas, menata dengan sangat rapih.     

Ia menatap ke sekelilingnya dengan para murid yang sudah satu persatu berjalan keluar, siap meninggalkan kelas dan area sekolahan.     

Sedangkan Nusa? Ia malah kembali mendaratkan bokongnya ke atas kursi, mengambil ponsel yang berada di saku bajunya untuk menghubungi Kak Rehan supaya dirinya di jemput.     

"Lah kok baterai-nya habis?" tanyanya dalam hati.     

Merutuki kebodohan karena memang tadi pagi ia ke sekolah membawa ponsel dengan baterai yang hanya 20% saja. Sekarang, Nusa menyesal karena suka lupa men-charge ponsel sebelum tertidur.     

Terpaksa menghembuskan napas pelan, ia tidak bisa menghubungi Rehan karena ponselnya mati dan tidak hapal nomer sang kakak. "Pasti El atau Reza Mario nyimpen nomer Kak Rehan nih." ucapnya sambil menjentikkan jemari, akhirnya ia mendapatkan jalan keluar.     

Segera, Nusa beranjak dari duduknya.     

Tadi, El dan kedua sahabatnya itu langsung pergi keluar kelas dengan tas yang hanya berisi udara. Setidaknya mereka sih masih membawa buku tulis walaupun satu untuk semua mata pelajaran, jangan lupakan juga satu bolpoin yang hasil meminjam namun tidak di balikin.     

Nusa beranjak dari duduknya, lalu keluar kelas yang malah berpas-pasan dengan Moli. "Loh ini kamu ngapain lagi ke kelas aku?" tanyanya yang kebingungan, akhirnya memilih untuk menghentikan langkah karena teman barunya ini muncul lagi.     

Moli meringis, setelah itu berjinjit ingin melihat ke arah kelas karena terhalang tubuh Nusa. "Mau cari Priska, tadi aku di suruh kerjain tugas dia." ucapnya sambil mengangkat satu buku tulis dan satu buku paket yang berada di pelukannya.     

Tidak ingin ikut campur walaupun Moli temannya, namun tindakan semena-mena Priska memang tidak memiliki penghalang. "Ya udah besok aja, Li. Lagian juga aku yakin dia udah pulang kok, kalau gak mau di marahin, besok kamu dateng pagi-pahi banget terus taruh tugas dia di laci." ucapnya yang akhirnya memberikan saran.     

Mendengar itu, Moli menganggukkan kepala. Menyetujui apa yang dikatakan oleh Nusa. "Ya udah kalau begitu aku pulang aja deh." ucapnya sambil memberikan senyuman manis kepada Nusa. "Kamu pulang sama siapa? Mau aku anterin gak?" sambungnya yang bertanya.     

"Emangnya kamu bawa kendaraan?" tanya Nusa. Ya kalau Moli bawa kendaraan sih oke-oke saja menumpang karena tidak enak juga masa meminta tolong kepada El yang jelas-jelas saja dirinya tengah menjauhi cowok satu itu.     

Tapi sayangnya Moli malah meringis, setelah itu cengengesan. "Enggak, aku di jemput sama pacar aku naik motor." balasnya dengan tampang yang tidak berdosa.     

Mendengar itu, Nusa menepuk keningnya. "Kalau gitu mah gak usah nawarin, Li. Aku mah gampang pulang naik apaan, ya udah gih sana pasti pacar kamu udah nunggu." ucapnya, setelah itu melambaikan tangan. "Dadah, hati-hati dijalan."     

Moli menganggukkan kepala, ia merasa senang karena bisa bertemu dan ternyata berteman dengan seorang Nusa. Ia memberikan ibu jari pada cewek yang kini berada di hadapannya. "Ya udah ya aku duluan," sambil membalas lambaian tangan Nusa. "Dadah, aku mau pulang dulu. Kamu juga hati-hati di jalan."     

Tanpa berbasa-basi lagi, Moli langsung meninggalkan Nusa yang kini sudah menurunkan tangannya dan menatap kepergian cewek tersebut sampai benar-benar hilang dari pandangannya.     

Setelah itu, Nusa melanjutkan langkah. Satu-satunya orang yang bisa dimintai tolong adalah Bian, ia langsung saja berjalan ke arah kelas tempat cowok yang dimaksud berada.     

Langkahnya di perlambat, ia menatap ke arah lapangan yang cukup ramai. Apalagi terdengat suara seperti perkumpulan orang bermain basket, ia pun berjalan kesana dan mendapatkan genk El yang hanya berisi tiga orang dan juga genk Bian yang total ada lima orang.     

Berjalan kesana tanpa pedulikan siapapun, walaupun saat ini banyak sorot mata yang menatap penasaran ke arahnya dan menunggu kejadian yang selanjutnya akan ada hal apa.     

Nusa berhenti di pinggir lapangan, tepat dimana bagian Bian berada. Ia mengambil napas, lalu menghembuskan dengan perlahan karena berusaha untuk tidak menatap El yang sadar dengan kehadiran dirinya saat ini.     

"Bian!"     

Kandas sudah, El berharap di panggil, namun Bian-lah yang malah di butuhkan oleh Nusa.     

Si pemilik nama pun sadar, lalu mengambil aba-aba untuk menghentikan permainan sejenak. Ia menolehkan kepala ke sumber suara, setelah itu senyuman hadir di permukaan wajahnya karena melihat sosok yang memang mampu menghadirkan senyuman bagi siapapun yang melihatnya. "Eh si cantik." ucapnya, lalu menghampiri Nusa sambil berlari kecil.     

"Sikat, bos." ucap Mario yang mendekati El, biasa ya namanya juga kompor.     

El tidak menyangka kalau Bian seberani itu dengannya. Memanggil Nusa cantik tepat di hadapannya? Seperti memanggil maut untuk menjemput, iya kan?     

Nusa tersenyum. Keadaan yang hening malah membuat suaranya terdengar jelas padahal sudah di ucapkan dengan suara yang pelan. "Anterin Nusa pulang yuk, ponselnya habis baterai jadi aku gak bisa hubungi Kak Rehan." ucapnya.     

Bian tentu saja menganggukkan kepala dengan tegas. "Wah boleh, buat ratu-nya Bian apa sih yang enggak." balasnya, setelah itu menjulurkan tangan untuk mengelus puncak kepala cewek yang berada di hadapannya.     

Nusa mah hanya terkekeh, belum sempat dibawa Bian pergi dari sini, terdengar deheman berat.     

"Ekhem."     

Nusa dan Bian pun langsung menolehkan kepala ke sumber suara. Dan di sana, ternyata terdapat El yang sudah bersilang tangan di dada. "Mau kemana lo?" tanyanya pada Nusa.     

Sedangkan Nusa? Dengan wajah polosnya pun menjawab. "Pulang sama Bian, El mau ikut juga?"     

Untuk yang bertanya kenapa El main basket padahal cedera? Biasa, cowok keras kepala. Katanya selagi tangan kanan masih berfungsi dengan baik, maka selama itu juga dirinya masih bisa beraktivitas dengan sangat baik.     

El menggelengkan kepalanya, tidak setuju dengan apa yang dikatakan oleh Nusa. "Gak, lo pulang sama gue. Inget perjanjian awal, Sa-sayang." Awalnya hanya ingin memanggil 'Nusa', namun langsung di ubah dengan panggilan 'sayang'.     

Nusa menaikkan sebelah alisnya. "Orang Nusa maunya sama Bian," ucapnya. Ia memutuskan untuk mendekatkan diri ke Bian dan malah hal itu membuat El menatap dirinya dengan sangat tajam.     

"Ayo pulang sama gue."     

"Gak mau, El bau."     

"Bau-an Bian, gue masih ganteng."     

"Bodo amat, El pulang aja sana sama Reza sama Mario tuh mereka jomblo."     

"Gak."     

Bian yang malah menyaksikan pertengkaran pun langsung menatap El dengan sorot mata yang tidak suka. "Lo gak denger kalau Nusa maunya sama gue?" tanyanya, menegaskan.     

Di saat itu juga, Nusa merasa kalau ada tangan kekar yang melingkari pinggangnya yang ramping.     

Di penglihatan El pun sama, ia merasa marah begitu melihat Bian yang menyentuh Nusa cukup intim. Menjadikan dirinya langsung menarih Nusa menjauh, dan….     

BUGH!     

"SIALAN JUGA LO, UDAH GUE BILANG KALAU NUSA CEWEK GUE, BIAN!"     

Satu pukulan mendarat di rahang Bian.     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.