Elbara : Melts The Coldest Heart

Bukan Seperti Alvira



Bukan Seperti Alvira

0Bian seolah tidak memiliki peran, lalu menyuruh para teman-temannya untuk pergi dari lapangan dan segera pulang. Ia menatap ke arah Alvira yang kini sudah menundukkan wajah, ia sangat tau kalau cewek itu jadi tidak di pedulikan karena orang-orang sangat sibuk mengurusi El dan Nusa yang sudah official tepat hari ini.     
0

Mau tidak mau, Bian menghembuskan napas dengan perlahan. Ia mencoba berdamai dengan masa lalu, namun tidak bisa. Tapi pada akhirnya, ia melangkahkan kaki ke arah Alvira dan menggenggam erat jemari lentik yang sudah sangat lama tidak bertautan dengannya.     

"Ayo, mending pergi dari sini." ajaknya.     

Alvira yang menurut pun hanya menganggukkan kepala, ia masih menunduk namun tau siapa sosok yang mengajaknya keluar dari keramaian ini.     

Bian menghembuskan napas, lalu memutuskan untuk berjalan sambil menuntun Alvira dengan menyamakan langkah cewek itu yang pelan.     

Sampailah mereka pada sebuah koridor yang sudah sepi dan tidak ada lagi orang yang berlalu lalang, menjadikan pilihan tempat yang bagus untuk mengobrol empat mata tanpa takut ada yang menguping pembicaraan mereka.     

"Lo ngapain bertindak kayak tadi? Sama aja lo malu-maluin diri sendiri." ucap Bian, tidak melupakan tangannya ikut terlepas karena tidak ingin berlama-lama di dalam genggaman tangan milik sang mantan pacarnya.     

Mendengar itu, menjadikan Alvira menaikkan pandangan dan langsung terlihat raut wajahnya yang kacau karena menangis. "Aku gak bisa liat Kak Bara sama kamu berantem rebutin Nusa. Aku jadi inget dulu kalian sering berantem gara-gara aku, dan sekarang kayak aku udah tergantiin di setiap hidup semua orang." balasnya dengan deretan kalimat tersebut yang seperti tercekat di ujung tenggorokkannya.     

"Lo kenapa sih masih kayak anak kecil, huh?"     

"Kenapa juga semua orang bilang aku kayak anak kecil? Ya ini kan emang sifat aku, daridulu aku tuj kayak gini. Terus, salah?"     

"Gak semua dan gak setiap saat orang harus ngertiin lo, Ra. Lo lupa kalau setiap orang juga perlu dingertiin, gak cuma lo doang."     

Alvira merasa sedang dimarahi saat ini, lalu menghembuskan napas dengan perlahan agar rasa sesak di hatinya tidak timbul semakin dalam dan menyesakkan. Ia tidak ingin menjawab apa yang dikatakan oleh Bian, rasanya memang sedang diintimidasi oleh cowok satu ini.     

"Lo pernah jadi sosok manis dan penuh pengertian, kenapa gak lo pertahanin aja sifat lo yang kayak gitu biar gak semakin buat kecewa banyak orang?"     

Throwback     

Di sebuah taman yang terlihat cukup ramai pengunjung karena ini adalah sore hari, dimana orang-orang membutuhkan waktu keluar rumah setelah selesai dengan pekerjaannya masing-masing.     

Ada keluarga yang tengah piknik sore, banyak anak kecil yang bermain dan berlarian sambil menggenggam balon di tangan kirinya, juga ada taman bermain kecil, belum lagi ada para remaja yang tengah kasmaran pun memilih untuk tinggal disini dan mengisi kekosongan.     

"Cakep banget ya awannya, kayak gulali." ucap Alvira sambil menunjuk ke arah langit, menunjuk gumpalan awan putih bersih.     

Mendengar itu, Bian langsung menolehkan kepalanya. Ia lalu mengangguk setuju mengenai betapa indahnya awan, apalagi dipadukan dengan warna langit jingga yang semakin memanjakan pemglihatan bagi siapapun yang melihatnya.     

"Iya, mau gulali?" tanya Bian, yang langsung menawarkan cewek di sebelahnya yang bernotabene sebagai pacar kesayangan.     

Ada kalanya Alvira yang menyebalkan dan tukang ngatur menjadi sosok yang manis. Lihat, sekarang cewek itu tengah duduk manis di samping Bian dengan tangan yang menggenggam cone es krim dan menikmati makanan dingin tersebut.     

Menggelengkan kepala, Alvira menoleh ke arah Bian. "Gak ah, udah kenyang aku. Udah makan bakso, kebab, kripik pedes, sekarang makan es krim, lengkap banget kebutuhan perut aku udah terpenuhi." ucapnya sambil mengusap-usap perut yang seperti kekenyangan.     

Bian terkekeh saat melihat raut wajah Alvira yang terlihat sangat menggemaskan saat mengeluh apa yang cewek itu rasakan. "Ya udah, aku cuma nawarin, sayang." Setelah itu, ia menuntun kepala ceweknya untuk bersandar pada pundaknya.     

Saat ini, mereka sengaja menghabiskan waktu sore hari hanya di taman. Karena di sekitar taman juga terdapat beraneka ragam tukang jajanan, jadi tidak perlu berkeliling terlalu jauh dan bingung akan tujuan kemana mereka akan pergi.     

"Kenapa ya aku sayang sama kamu?" tanya Alvira tiba-tiba, mendongakkan kepala agar bisa lebih jelas menatap wajah Bian walaupun hanya bisa melihat bagian rahang kokoh cowoknya saja.     

Bian menaikkan sebelah alisnya, lalu menganggukkan kepala. "Ya jelas karena aku ganteng lah, kalau gak ganteng juga kamu gak bakalan mau sama aku." balasnya sambil terkekeh kecil, lalu menampilkan raut wajah sok keren yang sialnya memang malah terlihat keren.     

"Yee bukan! Itu karena kamu bisa ngertiin aku, orang ketiga setelah Dad sama Kak Bara." ucapnya dengan ceria, tidak lupa mulutnya juga yang memakan es krim.     

Mendengar itu, Bian tersenyum hangat. Tangannya terjulur, dan mengusap puncak kepala Alvira dengan perlahan dan penuh kelembutan. "Karena aku sayang kamu, dan aku tau kalau kamu juga sayang sama aku." balasnya dengan penuh kasih sayang, tatapannya pun lembut dan penuh dengan ketulusan.     

"Oke kalau begitu, aku juga sayang sama mas pacar yang satu ini."     

"Emang pacar kamu ada berapa?"     

"Lima!"     

Alvira mengulum senyuman geli, siap tergelak tawa. Namun Bian tau kalau sang pacar sedang bercanda, jadi dirinya mencoba memancing.     

"Oh ya emangnya siapa deh?" tanyanya sambil menaik turunkan kedua alisnya secara bergantian.     

Alvira mengulum senyuman. "Zayn Malik, Nick Bateman, Chris Curtis, Janis Danner, sama kamu."     

Mendengar itu, Bian tertawa. Lalu, tangannya beralih menjadi mengkelitiki pinggang ramping Alvira.     

Jadi, di hampir pergantian sore menuju malam, menjadikan kedua insan ini terlihat sangat serasi dengan tawa yang serasi.     

Throwback off     

Alvira menggelengkan kepala. "Tapi kam konteksnya beda. Aku gak bisa ngertiin posisi Kak Nusa, gak bisa, Bian." ucapnya dengan lirihan.     

Bian mendengus, setelah itu menghembuskan napas dengan perlahan-lahan. "Gue gak minta lo buat ngertiin Nusa, tapi gue tuh nyuruh lo buat ngertiin Kakak lo sendiri, El. Lo terlalu egois banget, sumpah. Sampai sosok yang selalu prioritasin keadaan lo, malah jadiin lo buta kayak gini gak mau balas kebaikan dia."     

Alvira diam, tidak mengatakan apapun. Mungkin pikirannya sedang bertengkar dengan satu sama lain, seperti bergulat dengan pikirannya sendiri.     

"Jangan sampai lo jadi jahat sama orang lain, terlebih lagi ke Nusa yang gak tau apa-apa. Dia udah berusaha jauhin El, El-nya aja tuh yang ungkapin perasaannya. Dan inget ya Ra satu hal, kita udah selesai. Gue gak mau Reza malah marah sama gue cuma gara-gara lo." Bian beranjak dari duduknya, berniat meninggalkan Alvira sendirian agar bisa berpikir jernih. "Gue harap lo ngerti."     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.