Elbara : Melts The Coldest Heart

Berakhirnya Hubungan Reza Vira



Berakhirnya Hubungan Reza Vira

0Reza mendengar semua percakapan Bian dengan Alvira. Bahunya merosot, karena lututnya yang terasa sangat lemas.     
0

Ia tau, bahkan tidak akan menyalahkan Reza untuk semua hal ini. Namun, ia juga tidak bisa menyalahkan Alvira.     

Dari awal, El juga telah memperingati dirinya karena Alvira belum bisa lepas dari Bian. Dan ya, dulu dengan sangat percaya dirinya ia bilang akan menanggung segala konsekuensinya. Dan, inilah konsekuensi yang dirinya dapatkan.     

Ternyata, sakit hati memang benar rasanya lebih sakit daripada apapun. Kini, dadanya terasa menyesak dan tidak tau harus berbuat apa.     

Reza menyembunyikan tubuhnya di balik tiang penyangga sekolah, posisinya benar-benar tidak akan terlihat oleh siapapun —kecuali orang yang berada satu posisi dengannya—.     

Kata siapa Reza sendirian? Seperti yang dikenal, ada Reza pasti ada Mario, begitu juga dengan yang sekarang. Mario melihat Reza yang seperti tidak berdaya, setelah itu menjulurkan tangan untuk menepuk-nepuk bahu cowok dihadapannya dengan sangat pelan.     

"Sabar, bro. Masih banyak cewek yang ngantri, tapi bukan Alvira." ucap Mario dengan sorot mata menurun, bahkan perkataannta saat ini mengundang sedih.     

Reza menarik napas panjang, lalu menghembuskannya dengan perlahan-lahan. "Gue gak tau mau gimana…" lirihnya.     

Mario yang melihat Reza pun merasa kasihan. Belum pernah melihat sang sahabat yang mengalami kesedihan mendalam seperti ini. Memang benar, jalan terbaiknya adalah jomblo yang tidak akan kecewa dengan siapapun.     

"Ya gak gimana-gimana lah oneng, yuk ah mendingan kita nongkrong aja." ucapnya. Ia tidak bisa mneghibur dengan mengerti apa yang dirasakan oleh Reza saat ini, namun dirinya bisa menghibur hanya dengan mengajak sahabatnya ke suatu tempat untuk menguapkan pikiran.     

Reza menganggukkan kepala, setuju dengan apa yang dikatakan oleh Mario. "Oke, tapi lo yang traktir." ucapnya. Nada bicaranya masih lesu, namun raut wajahnya benar-benar sangat meledek.     

Mendengar itu, dan juga melihat raut wajah Reza, akhirnya Mario memutuskan untuk menganggukkan kepalanya. "Ya udah ayo sekali aja, gue yang traktir tapi jangan mahal-mahal. Budget di bawah sejuta," ucapnya.     

Reza memberikan ibu jari tepat di hadapan Mario. "Oke, kan kalau begini lo keliatannya ganteng." ucapnya sambil menaik turunkan alis, lalu terkekeh kecil. Ia juga tengah berusaha untuk tidak terlalu larut dengan permasalahan hatinya.     

"Ya iyalah gue ganteng, emangnya lo, jelek terus." cibir Mario.     

Sudah seharusnya sebagai seorang sahabat itu saling menghibur. Walaupun terkadang malah terdengar seperti ejekan, namun bagi keduanya itu tetap candaan selagi konteksnya memang tidak terlalu menyinggung dengan sangat parah.     

Reza menyentil kening Mario, setelah itu berdecak kasar. "Nyesel gue puji lo, sialan." ucapnya. Setelah itu, ia melihat ke arah langit yang terang benderang, namun cahaya matahari tertutup awan. Sepertinya, cuaca siang ini berawan namun cerah. "Ayo ah kelamaan, nanti abis itu ke rumah El." sambungnya.     

Ke rumah El setelah pulang sekolah adalah sebuah tradisi yang tidak boleh ditinggalkan begitu saja, apapun alasan dan kondisinya.     

Mario menganggukkan kepala, setuju. "Ya udah ayo GC, tapi derita kita banget nih kalau liat bos pacaran." balasnya.     

Reza tersenyum pahit, ia mulai detik ini akan sadar diri kepala Alvira dan tidak ingin terlalu memaksakan kehendak takdir.     

Mereka berdua melangkahkan kaki, dan melupakan kalau mereka ini masih berada satu pijakan dengan pandangan Alvira yang menjadikan cewek tersebut dapat melihat kehadiran mereka berdua.     

Alvira melihat Reza dan Mario. Yang tadinya kilat matanya menunjukkan kesedihan pun kini seperti melihat harapan baru yang hadir tepat di hadapannya.     

"KAK REZA!" Namun, Alvira hanya memanggil Reza karena saat ini, cowok tersebut hanyalah orang yang bisa menenangkannya.     

Mendengar itu, mau tak mau Reza memutar tubuhnya dengan berdecak di dalam hati mengenai dirinya yang lupa kalau sedang bersembunyi dari cewek satu itu. "Hm?" balasnya.     

Mario yang menyadari hal itu bahkan melihat Alvira yang melangkahkan kaki ke arah mereka pun langsung saja menepuk bahu Reza, seakan-akan paham dengan situasinya. "Gue ke parkiran duluan ya, sepuluh menit, lama gue tinggal." ucapnya, setelah itu melanjutkan langkah untuk pergi ke parkiran dan meninggalkan Reza dengan Alvira yang tampaknya ingin berbicara empat mata.     

Kini, tinggal-lah Reza dan Alvira yang saling bertatap-tatapan. Keadaan mereka terlihat canggung, ini karena Reza-lah yang seperti enggan berbicara dengan Alvira.     

"Cepetan mau ngomong apaan?" tanya Reza yang tidak menyukai basa basi sejak saat ini.     

Alvira mengetahui ada perubahan dari Reza pun langsung saja menaikkan sebelah alisnya. "Kamu kenapa? Kok malahan ada di deket sini sih? Abis ngapain?" tanyanya dengan kalimat yang berbondong-bondong.     

Reza menggelengkan kepalanya. "Gue denger semua omongan lo sama Bian," jawabnya. Terbesit senyuman pahit nan miris yang terukir jelas di permukaan wajahnya.     

"T-tapi itu gak kayak yang kamu bayangin." Alvira masih mencari pembelaan dengan segala deretan kata yang ia sambung menyambung di dalam pikirannya.     

Mendengar itu menjadikan Reza mendengus, sudah malas berbicara dengan cewek seperti Alvira. "Sekarang apaan mau lo? Gue udah gak ada waktu lagi buat lo." ucapnya sambil tersenyum, kali ini bukan senyuman yang penuh dengan ketulusan.     

"Tapi kenapa?"     

"Lo masih tanya kenapa?"     

"Iya, kan Vira butuh penjelasan."     

"Lo kalau butuh penjelasan, tanya aja deh sama diri lo sendiri. Kalau lo masih sayang sama Bian, lo kenapa bersikap seolah-olah lo sayang sama gue? Lo selalu jadiin pelarian di saat Bian sakitin lo, pas lo baik-baik aja, lo gak ada buat gue. Apa emang itu fungsi adanya gue di hidup lo? Jadi pelarian."     

Alvira menggelengkan kepala dengan perlahan, apa yang dikatakan Reza sangat menyedihkan saat di dengar olehnya. "Gak gitu, Kak. Kakak salah paham sama aku. Jangan gara-gara semua ini, Kak Bara, Bian, Kak Reza jadi benci semua sama aku." ucapnya dengan nada bicara yang pelan karena suaranya seperti tercekat di ujung tenggorokkannya.     

"Semua ini bukannya masalah yang tanpa alasan, Ra. Semua ini gara-gara lo, sorry kalau nyakitin. Lo lebih baik sakit hati karena itu semua gak sebanding sama sakit yang orang-orang rasain gara-gara lo, lo tau?"     

"Jangan jahat sama aku."     

"Terus cuma lo doang yang boleh jahat sama orang-orang terutama Nusa? Udah berapa kali perkataan lo yang nyakitin dia tapi lo gak ada kata maaf sama sekali, huh?"     

"Jangan bahas Nusa, aku gak suka ya!"     

Reza menampilkan smirk di permukaan wajahnya. "Udah ya, gue gak ada waktu lagi buat lo. El sama Nusa udah official, tapi gua sama lo, gue putusin mau break dulu aja dari PDKT-an yang ternyata cuma gue doang yang berharap sama lo."     

Lalu, Reza membalikkan tubuhnya. Setelah itu tidak memperdulikan Alvira yang kembali menangis.     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.