Elbara : Melts The Coldest Heart

Lelehnya Seorang Elbara



Lelehnya Seorang Elbara

0"Bohong, kata siapa aku masih sayang sama Bian dan jadiin kamu pelarian?" Tidak, suara lembut khas cewek itu bukan berasal dari Nusa.     
0

//     

Mereka berdua langsung menolehkan kepala ke arah sumber suara, menjadikan Nusa langsung menelan saliva dengan susah payah. Ia tidak ingin berurusan lagi dengan Alvira, jadi lebih memilih untuk beranjak dari duduknya.     

"Aku mau ke kamar El, mau manggil dia suruh makan."     

Setelah itu, Nusa melesat meninggalkan Reza yang kini sudah bersama dengan Alvira yang saling menatap satu sama lain.     

Nusa melangkahkan kaki, menaiki satu persatu anak tangga untuk menuju lantai dua, dimana kamar El berada. Memangnya mau kemana ia? Tidak ada tujuan lagi selain kabur ke El, kalau ke Mario, sudah dapat di pastikan ujung-ujungnya juga malah ke Reza dan Alvira lagi.     

Sampai pada di sebuah pintu yang memang juga ternyata ada nama El di depannya, Nusa tau kalau itu adalah kamar dari orang yang di tuju. Menjadikan dirinya langsung saja mengangkat tangan, lalu mengetuk pintu sebanyak tiga kali.     

Tok     

Tok     

Tok     

Tidak ada sahutan apapun dari dalam, namun juga tidak terdengar suara percikan air. Oke, pasti kamar El sangat besar sehingga jarak kamar mandi ke pintu masuk kamar cukup jauh. Maka dari itu, suara air pun atau kegiatan lainnya di dalam kamar tidak akan terdengar.     

"El, ini aku, Nusa!" serunya yang mulai mengatakan kalau dirinya-lah yang mengetuk pintu.     

Mungkin sudah sekitar dua menit Nusa hanya berdiri saja di depan pintu, tanpa adanya pemilik yang berniat untuk membukakan.     

Ceklek     

Senyuman Nusa mengembang ketika pintu di hadapannya sudah terbuka, ia sangat bosan kalau tidak ada peneman mengobol karena satu-satunya bahkan tontonan —televisi—, tidak bisa di tonton seperti fungsinya karena di jadikan tempat berbincang kedua insan yang tengah bermasalahan.     

Namun senyuman Nusa menurun kala melihat sosok yang muncul dari balik pintu, menjadikan kedua pipinya yang memerah seperti layaknya kepiting rebus.     

Refleks, Nusa langsung saja menutup penglihatan dengan kedua tangannya. "Ngapain gak pakai baju?!" tanyanya, karena shock dengan penampilan El saat ini yang bagian bawah tubuhnya hanya di tutupi dengan handuk yang melingkar di pinggang.     

El menaikkan sebelah alisnya. "Lah aturan gue yang nanya, lo ngapain di sini? Gue baru ninggalin lo beberapa menit doang."     

"Habisnya di bawah ada Alvira, kayaknya marah banget sama aku, El. Makanya aku kesini, gak mau jadi pemicu marahnya Vira."     

"Ya udah sini masuk,"     

Nusa yang mendengar itu pun membelalakkan kedua bola mata walaupun El tidak bisa melihatnya karena kedua tangannya menutupi mata, ia tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh El. "Mau ngapain?!" serunya, bertanya.     

"Lo berisik, masuk aja sih nanti pintu kamarnya gue buka kok." ucapnya, lalu memutuskan untuk berbalik badan dan meninggalkan Nusa yang masih saja di depan pintu kamar.     

Tidak mendengar apa yang dikatakan oleh El lagi, menjadikan Nusa diam-diam mengintip dari celah jemari yang tangannya menutupi wajah. Dan nihil, sama sekali tidak ada El di sana yang tadi sempat berhadapan dengannya.     

"Masuk, jangan berdiri di depan pintu, pamali."     

Mendengat perkataan El lagi, menjadikan Nusa melangkahkan kaki masuk ke dalam kamar. Benar kata cowok tersebut, karena pintu kamar pun terbuka dengan lebar.     

"Lo ngapain ngerasa gak enak sama Alvira? Dia mah biarin aja, keras kepala." ucap El sambil menurunkan handuk dari pinggulnya.     

"AAAAAAAAA!!!" teriak Nusa dengan refleks.     

Mendengar jeritan Nusa membuat El menaikkan sebelah alisnya sambil menoleh ke cewek tersebut. "Ya ampun punya pacar kayak toa, sekarang apalagi?" tanyanya.     

Nusa yang kembali menutup mata dengan tangan kanannya pun menunjuk El dengan tangan kirinya. "Itu kamu ngapain buka handuk di depan aku?" tanyanya dengan panik.     

El terkekeh, lalu menghampiri Nusa dan berhenti tepat di hadapan cewek itu. "Buka mata lo, dan liat sendiri."     

"Gak, dasar modus, nyari kesempatan dalam kesempitan."     

"Enak aja, gue bukan cowok kayak gitu."     

Nusa pun berpikir demikian, El juga tidak mungkin bertindak lancang kepadanya. Jadi, ia memilih untuk menurunkan tangan dan membuka kedua bola mata dengan perlahan-lahan.     

Ia langsung menurunkan pandangan, dan benar saja ternyata El sudah memakai celana pendek. Jadi, sekarang Nusa-lah yang malu dengan pemikiran negatif yang muncul di kepalanya.     

El terkekeh saat melihat ekspresi Nusa, lalu menjulurkan tangan untuk mengacak-acak puncak kepala cewek tersebut. "Dasar lugu." ucapnya sambil menampilkan senyuman simpul.     

Wajah Nusa memerah, rasanya ingin tenggelam dari muka bumi saking malunya.     

El yang sadar pun mengambil tangan Nusa dan di tuntun cewek tersebut untuk duduk di tepi kasur. Kamarnya yang selalu tertata rapi —kecuali saat Reza dan Mario datang yang sudah pasti menjadi kacau balau—, menjadikan segala sesuatu di kamarnya sangat enak untuk di pandang.     

"Lo tunggu di sini, tuh ada hp gue mainin aja."     

Nusa menaikkan sebelah alisnya ketika sudah sadar dan berada kembali pada dunia nyata. "Gak ah, ngapain aku malah mainin hp kamu kalau aku aja juga punya hp kok."     

"Masa, mana?" tanya El.     

Mendapatkan pertanyaan seperti itu, menjadikan Nusa langsung merogoh saku bajunya. Dan baru menyadari kalau ponselnya ada di ruang Tv. "Ada di dalem tas, di ruang Tv." balasnya dengan wajah yang cemberut.     

"Nah ya udah."     

"Emangnya kamu masih lama, El?"     

Menimang-nimang pertanyaan Nusa, lalu El menggelengkan kepalanya. "Gak lama sih, kali aja lo canggung deket-deket gue." ucapnya sambil terkekeh kecil.     

Nusa menggelengkan kepala dengan perlahan. "Ih dari beku jadi narsis ya, bos." jawabnya sambil ikutan terkekeh.     

El tidak lagi menjawab, setelah itu melangkahkan kakinya, mendekati lemari pakaian untuk mencari kaos yang menjadikan style-nya saat ini terlihat lebih santai.     

Nusa memperhatikan El, lalu akhirnya mengambil ponsel cowok tersebut untuk di mainkan. "Kok hp-nya gak di kasih kata sandi?" tanyanya, yang membuka ponsel cowok tersebut dan langsung ke beranda utama.     

"Sengaja, biar gak ribet."     

"Nanti kalau hp-nya ilang? Terus si pencuri gampang utak atik, gimana?"     

"Lo doain hp gue ilang?"     

Nusa bungkam, lalu menggelengkan kepala dengan perlahan. Ayolah, bukan itu maksud Nusa. "Enggak, bukannya begitu." balasnya yang sedikit gelagapan.     

El mendengus ringan, tidak lagi membalas ucapan Nusa. Dirinya pribadi sih tidak suka di saat ponselnya di mainkan dengan orang lain, namun entah mengapa malah membiarkan Nusa secara terbuka melihat-lihat ponselnya.     

Bukan galeri yang Nusa lihat, bukan kontak telepon, bukan media sosial, melainkan kamera.     

Cekrek     

Cekrek     

Dua foto selfie dirinya terabadikan di ponsel milik El, terlihat kecantikan natural yang terlihat jelas di layar ponsel tersebut.     

"Lo cantik, gue kayaknya perlu pasang foto lo jadi walpaper."     

Nusa mendongakkan kepala, dan tersentak saat El yang sudah berada di hadapannya dengan jarak wajah mereka yang hanya beberapa inci saja, menjadikan deru napas masing-masing pun terdengar jelas.     

"Ngapain bengong? Ayo foto berdua."     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.