Elbara : Melts The Coldest Heart

Tamparan Yang Menyakitkan



Tamparan Yang Menyakitkan

0"Lo mau disini apa turun ke ruang TV?"     
0

El menatap Nusa yang sudah berbaring di atas kasurnya dengan pandangan yang terfokus ke arah layar ponsel, cewek ini menonton kartun yang sama seperti apa yang ditonton sebelumnya.     

Mendengar itu, Nusa pun mengalihkan sebentar pandangan ke sumber suara. Mendapati El yang sudah memakai pakaian santai, astaga cowo satu itu sangat keren dengan style apapun yang melekat ditubuhnya.     

"Mau, tapi kamu liat dulu keadaannya udah membaik atau belum." ucapnya, malah mengembalikan pandangan kembali ke ponsel. Ia lalu tertawa kecil ketika melihat ada bagian film yang menurutnya lucu.     

Sejenak El memperhatikan Nusa, ia begitu terpana saat melihat cewek tersebut tertawa. Hanya dengan menonton film kartun saja, tapi bisa menghadirkan tawa yang begitu manis.     

Namun, tidak ingin banyak basa basi, ia pun menganggukkan kepalanya. "Oke, lo tunggu disini."     

Nusa menahan ponsel dengan satu tangan, dan tangan yang lain memberikan tanda 'oke' dengan ibu jari dan telunjuk yang melingkar sedangkan tiga jari tersisa berdiri. "Siap bos, nanti chat aku atau gak telepon aja ke hp ini. Jangan lupa tutun pintunya, gak enak kalau diliat orang." ucapnya yang cengengesan karena terlalu banyak permintaan kepada sang pacar.     

El sendiri mah tentu saja tidak masalah dengan banyaknya permintaan ini, menjadikan dirinya menganggukkan kepala. Ia berjalan ke arah Nusa terlebih dulu sebelum pergi dari kamar, setelah berada tepat di samping cewek tersebut, ia langsung saja membungkukkan tubuhnya.     

Cup     

Mencium kening Nusa.     

"Jangan ke bawah, nanti gue yang samper lo ke atas. Kalau gue belum nyamper lo, jangan turun."     

Mendengar perintah balik dari El, Nusa mengerti dan menganggukkan kepalanya. "Iya, noted." ucapnya.     

Karena El yang membungkukkan tubuh, menjadikan pandangan mereka langsung bertemu karena Nusa juga menurunkan ponsel dari pandangannya.     

Tatapan mereka terkunci satu sama lain, menjadikan El segera berdehem kecil karena merasa malu telah mencium kening Nusa. Namun tetap, tenang saja karena ekspresinya masih sedatar papan penggilas cucian.     

Dengan cepat, El kembali menegakkan tubuhnya. Setelah itu, menatap ke arah Nusa lagi. "Dah ya." Hanya itu saja yang ia katakan, setelah itu mulai membalikkan badan dan pergi meninggalkan cewek tersebut yang tengah menatap kepergiannya dengan kedua pipi yang memerah.     

"El dingin aja ganteng banget, ini romantis sama aku… duh rasanya jantung mau copot ya Tuhan." ucap Nusa sambil mengibas-ngibaskan kedua tangan di hadapan wajah, ponsel milik El tergeletak begitu saja di atas perutnya. Ia sibuk mengontrol degup jantung yang tiba-tina seperti habis berlari marathon.     

El mendengar apa yang dikatakan oleh Nusa, ia menarik senyuman simpul.     

Ceklek     

Selesai menutup pintu kamar, ia mengambil napas panjang lalu menghembuskan dengan perlahan. Sekarang, kembali lagi dengan permasalahannya kepada Alvira yang mungkin di bawah sana akan kembali di bahas, lagi dan lagi seperti tiada hentinya.     

Ia memutuskan untuk segera melangkahkan kaki, menuruni satu persatu anak tangga sampai kedua bola matanya menatap Alvira yang sedang menangis di hadapan Reza.     

PLAK     

Suara tamparan itu terdengar sangat kencang, menjadikan El buru-buru dengan langkahnya dan kini kakinya sudah menginjak lantai dasar.     

"Kalian pada kenapa?" tanyanya yang langsung menghujam mereka bertiga dengan pertanyaan yang dilontarkan dengan tajam.     

El melangkahkan kaki, mendekat ke arah mereka dengan raut wajah datar. Mendengar tamparan keras, apalagi sang sahabat yang menjadi sasarannya membuat dirinya begitu kesal. Kini, apalagi yang berada di pikiran Alvira?     

"Ra, lo ngapain nampar Reza?" tanya El yang berusaha untuk tidak mengeluarkan nada tinggi pada sang adik yang tentu saja masih menjadi kesayangannya sampai pada detik ini.     

Mendengar itu, Alvira menggelengkan kepalanya sambil menatap tangan yang bekas menampar Reza dengan keras seperti tidak memiliki hati.     

Tanpa mengatakan apapun lagi, Alvira segera berlari meninggalkan para cowok dan tidak menjawab pertanyaan El. Ia sendiri juga terkejut dengan apa yang ia lakukan, makanya memilih untuk menjauh dan kini menaiki anak tangga untuk pergi ke kamarnya.     

Sedangkan El? Ia selesai memperhatikan Alvira yang kabur karena tubuh cewek mungil tersebut hilang di balik dinding, setelah itu menatap Reza.     

"Lo ngapa lagi sama adik gue?" tanyanya, mencoba untuk menelaah masalah lebih dulu sebelum memusuhi Reza hanya dengan apa yang dilihat bahwa sang adik menangis bahkan sempat menampar cowok yang kini berhadapan dengannya.     

Reza memegangi pipinya yang panas. Posisinya tadi dengan Alvira sama-sama berdiri, dan ya bertepatan dengan El yang bertanya, ia menjatuhkan diri di sofa. "Gue… gue gak salah, El." ucapnya dengan nada bicara yang tercekat di tenggorokkannya.     

Mendengar itu, Mario yang memang duduk manis karena tidak ingin ikut campur pun akhirnya menghembuskan napas, tak ayal dirinya menyimak segala pembicaraan Reza dengan Alvira.     

"Reza gak mau lagi PDKT-an sama Alvira, El." Mario yang menjawab, mewakili Reza yang sepertinya sakit sehabis di tampar. Bukan, bukan sakit fisik, namun sakit hati.     

El memijat pangkal hidungnya. Ia baru ke bawah loh, namun sudah disuguhkan pertengkaran yang dramatis. Ia ingin mendengarkan kejelasan lebih lanjut, jadi memilih untuk mendaratkan bokong di atas sofa, bersebrangan dengan sofa yang ditempati oleh Reza dan Mario sehingga kini mereka saling tatap-tatapan satu sama lain.     

"Emangnya kenapa? Coba jelasin masalahnya sebelum gue emosian,"     

"Iya El, gue tau banget lo gak bisa liat Alvira sakit hati apalagi nangis kayak tadi. Tapi, kalau misalnya gue di posisi Reza, gue juga bakalan putusin hal yang sama kayak dia."     

"Adik gue salah? Apa kesalahannya? Gue mau tegor, dia terlalu manja."     

"Kesalahan Alvira, dia masih sayang sama Bian. Jadiin Reza pelarian, lo pikir itu hal sepele?"     

El sudah tau kalau ini akan terjadi, jadi ia memilih untuk menatapi Reza dengan sorot mata yang berkilat penuh salah. "Ini alesan gue ngelarang lo sama semua cowok buat deketin adik gue. Bukan karena gue terlalu over dan gak ngebiarin Alvira deket lagi sama cowok, bukan. Karena gue tau, kalau hati dia masih ada cowok brengsek."     

Reza menghembuskan napasnya, ia sendiri juga tidak menyangka akan mendapatkan sebuah tamparan yang menyakitkan. "Gue pikir, gue bisa jadi pengganti, makanya gue dari awal bersikeras mau deket banget sama Alvira. Ternyata prediksi gue salah, El. Sorry, gue malah buat Alvira nangis yang berarti gue ingkar janji." ucapnya dengan nada lesu, merasa bersalah.     

Sebagai cowok yang gemar bercanda, penampilan Reza kali ini terlihat kacau. Maka, Mario memutuskan untuk merangkul sang sahabat dan menepuk-nepuk bahu yang seharusnya tegar itu.     

"Gue yang harusnya minta maaf sama lo, masih ada cewek yang lebih baik, tapi bukan adik gue, Za."     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.