Elbara : Melts The Coldest Heart

Caper Di Area Parkir



Caper Di Area Parkir

0"Ayo."     
0

"Lah mau kemana?"     

Bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak 10 menit yang lalu dan kini El, Reza, Mario dan tentunya juga Nusa sudah berada di area parkir.     

Nusa menaikkan sebelah alisnya, ia menatap El dengan sorot mata yang bertanya-tanya. Dirinya pikir, Rehan yang akan menjemputnya hari ini, ternyata mungkin pikirannya salah.     

El menghembuskan napas, setelah itu menaruh alih tasnya ke Reza. "Nih bawain." ucapnya saat benda tersebut sudah berada di tangan sang sahabat. "Kita jalan." ucapnya sambil menjulurkan tangan, menengadah di hadapan Nusa yang menurutnya bawel karena banyak bertanya, padahal mah cewek ini baru bertanya satu kali saja.     

"Apaan?" tanya Nusa yang tidak mengerti dengan maksud tangan El yang sudah berada di hadapannya.     

El menghembuskan napas, ia tidak suka basa basih sih, ya namun dirinya juga enggan berbicara panjang karena malas. "Siniin tas lo, gue yang bawa." balasnya yang memperjelas apa yang dimaksud sebelumnya.     

Membulatkan mulut, setelah itu Nusa menurunkan tas dari kerua bahunya lalu diletakkan ke tangan El yang menengadah itu. "Ini, peka banget ternyata Bara ya jadi cowok. Pengertian banget kalau Nusa habis pinjem banyak buku di perpustakaan,"     

Berkat ucapan El tadi pagi kepada sang penjaga perpustakaan yang membuat Nusa berada di sana, akhirnya ia kan terus-menerus melihat-lihat rak perpustakaan. Yang langsung membuatnya terpaku dengan beberapa buku yang rasanya sangat ingin dirinya baca. Jadi, saat jam istirahat kedua tadi pun segera kesana untuk membaca dan kembali melihat-lihat yang kali saja ingin tambah meminjam.     

Mario memperhatikan tas Nusa yang bercorak bintang-bintang yang memiliki mata dan mulut itu, lalu menganggukkan kepala saat menyadari dimana letak beratnya. "Ah lo kayaknya mah bawa-bawa bom kali, masa tadi pagi gue liat tas lo kempes banget sekarang berisi." ucapnya sambil terkekeh kecil, entahlah merasa lucu saja jika sang bos di luluhkan dengan cewek yang tak di sangka-sangka prilakunya seperti ini.     

Nusa cemberut, lalu mendengus kecil. "Ya maaf, aku hilaf sumpah, malah minjem enam buku sekaligus." balasnya yang merasa aneh dengan dirinya sendiri juga, lalu menggaruk tengkuk yang sama sekali tidak gatal.     

Reza menggeleng-gelengkan kepala, ia sudah memakai tas milik El di gendongan depan. "Gila lo ya, Sa. Gue baca satu aja bisa abis satu tahun, kalau enam buku ya ibaratnya keburu lulus." ucapnya dengan nada bicara yang penuh dengan guyonan.     

"Habisnya suka baca, mau gimana lagi?" balas Nusa sambil mengangkat bahunya, merasa tidak tau menahu untuk hal yang satu ini.     

Mario menyipitkan kedua bola mata, menatap Nusa dengan sorot mata yang lebih intens lagi daripada sebelumnya. "Kalau suka sama El, mungkin gak?" tanyanya dengan nada bicara menggoda sambil menaik turunkan kedua alisnya.     

Mendengar itu, tidak ada jawaban dari Nusa yang dimana langsung membuat cewek satu itu gelagapan lalu mengguncang sedikit lengan El. "Bara, udah ayo berangkat aja. Tuh Mario lama-lama nyebelin banget soalnya," sambil bilang seperti ini malah kedua pipinya terlihat bersemu merah yang memang terlihat jelas kalau seseorang melihat wajahnya kali ini.     

"Ih blushing.." ucap Reza yang menjadi ikut menggoda Nusa, karena memang merasa lucu saja kalau melihat seorang cewek gelagapan hanya karena ucapan ringan seperti itu yang menandakan kemungkinan memang kalau Nusa menyimpan rasa yang belum tersampaikan kepada El.     

El yang merasa lengannya di guncang pun akhirnya menganggukkan kepala. Daritadi dirinya hanya menjadi saksi bisu yang memperhatikan bagaimana setiap inci ekspresi wajah Nusa, yang dimana memang menunjukkan seperti suka dengannya.     

Anehnya lagi, El merasa tidak masalah dengan hal itu. Sungguh? Ya! Dia merasa kalau Nusa menyukai dirinya, ya itu adalah sebuah hal yang wajar. Coba bayangkan kalau Priska yang ketauan menyukai dirinya? Wah, jelas saja langsung mengambil langkah seribu.     

"Ayo ayo." ucapnya yang mulai naik ke atas motor dengan beban tas milik Nusa yang disampirkan pada dada bidangnya, bukan di punggung. "Lo berdua, naik ke motor. Tunggu gue di rumah," sambungnya sambil menatap Reza dan Mario secara bergantian.     

"Aye-aye, captain!" seru Reza dan Mario sambil hormat, seperti layaknya awak kapal bajak lauk yang bekerja sebagai antek-antek kapal.     

Setelah itu, sesuai dengan perintah El, Reza dan Mario masing-masing sudah menaiki motor besar mereka dan langsung saja memakai helm juga sebagai alat pengaman saat berkendara.     

"EL, SAYANG!"     

Baru saja selesai memakai helm, tiba-tina terdengar suara menggema yang terdengar di telinga mereka berempat. Yang tentu saja sudah dapat menebak siapa kira-kira sang pemilik suara, jangan ditanyakan lagi, oke?     

Tidak ada yang menolehkan kepala, keempatnya hanya menatap ke depan seolah-olah tidak mendengar panggilan tersebut.     

"Nenek lampir." gumam Mario sambil mendengus kecil. Ingin memundurkan motornya juga menjadi segan karena pasti akan bertatapan langsung dengan si pemilik suara.     

"Huft, gak di respon nih? Gue capek-capek ngejar kalian tau gak? Biar gak keluar sekolah duluan,"     

Hening, tidak ada yang menjawab.     

"Ya kali gue ngajak ngomong raga tanpa jiwa? Serem amat. Heh, ini gue serius. El, aku juga serius tau mau ngomong sesuatu."     

Akhirnya, daripada mercon tersebut berisik, lebih baik El menolehkan kepala yang ternyata cewek tersebut sudah ada di sampingnya.     

"Hm?" balas El, hanya dengan deheman.     

Dia Priska, menatap ke arah Nusa dengan sorot mata yang menilai. "Bisa gak dia gak usah denger apa yang mau aku bilang sam—"     

"Bacot, ngomong." selak El dengan tajam, lalu tangannya mengambil kedua tangan Nusa supaya melingkari tubuhnya dari belakang. Tidak ada perkataan apapun darinya, membuat Nusa juga merasa deg-degan, namun saat ingin menarik tangannya pun ternyata di tahan oleh dirinya.     

Priska tersentak sambil melihat tangan Nusa yang ditarik oleh El. Namun tetap saja, di pandangannya yang genit itu adalah Nusa. Tak menutup kemungkinan walaupun El yang duluan memulai supaya sentuhan tersebut terjadi.     

"Gue mau izin ke lo buat masuk tim basket cewek, gimana menurut lo?" tanyanya dengan kedua bola mata yang berbinar, menandakan kalau dirinya sangat berharap kalau El akan meresponnya dengan jawaban yang sangat terbaik.     

Reza mencibir, setelah itu menggelengkan kepalanya. "Cabut aja yok, gak penting banget anjir." ucapnya sambil menaikkan standar motornya, dan kini ia menahan bobot motor dengan tumpuan kedua kakinya yang sudah berpijak di tanah.     

Mario menganggukkan kepala, merasa setuju dengan apa yang dikatakan oleh Reza. "Nah iya udah ayo cabut anjir. Caper banget tiba-tiba mau masuk basket cewek, ada gak adanya lo kan gak penting. Lagipula, urus aja noh tim cheerleaders lo yang kegenitan." ucapnya, mengikuti jejak Reza yang sudah memundurkan motor lalu bersiap melaju untuk keluar dari area parkir.     

Nusa menatap Priska, sorot wajahnya biasa saja bahkan tidak menampilkan ekspresi apapun, namun tatapan datar pun tidak.     

Sedangkan El? Tanpa banyak basa basi, ia langsung saja melajukan motornya dan membawa Nusa menjauh dari Priska.     

"Liat aja lo Nusa, semua penolakan yang gue terima itu semua hadir gara-gara lo."     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.