Elbara : Melts The Coldest Heart

Kesepian Menyelimuti Vira



Kesepian Menyelimuti Vira

0Alvira memegang kepalanya yang terasa nyut-nyutan. Sudah di tinggal Bian, di tinggal Reza pula, ah ya jangan lupakan El yang juga tidak mengunjungi dirinya sewaktu di UKS.     
0

Segalanya terasa sangat menyebalkan. Ya, segalanya. Sekarang, kepalanya pusing, dan perutnya seperti menjerit kelaparan.     

"Sial, kalau begini mendingan tadi aku nyuruh Kakak UKS buat beliin makanan daripada nunggu Kak Bara yang seakan-akan datang namun kenyataannya tidak.     

Nusa mulai beranjak dari tidurnya di atas brankar, lalu berjalan dengan perlahan ke arah luar UKS yang memang di ruangan ini hanya ada dirinya saja.     

Masih memakai seragam olahraga, menjadikan dirinya memang terlihat sedikit berbeda dengan murid-murid lain yang berlalu lalang saat ini.     

Kedua matanya terlihat sangat sayu, ia berjalan pelan-pelan saja. Tatapan beberapa murid terlihat jatuh kepadanya, namun ia sama sekali tidak merasa peduli akan hal itu.     

Raganya sakit, hatinya sakit, seperti tidak ada satupun orang yang berada di dekatnya. Bahkan, El pun yang di harap-harapkan entah malah pergi kemana sedaritadi dirinya di UKS. Apa mungkin sibuk bermesraan dengan Nusa? Ya mungkin itu adalah jawaban yang paling menyangkut dengan kenyataan yang ada.     

Menghembuskan napas pelan. Ia sebenarnya juga lelah merasa tersaingi dengan cewek yang dekat dengan orang yang di sayang atau dekat dengan orang YANG PERNAH dirinya sayang.     

Entahlah, rasanya kalau memahami hati sendiri itu sangatlah sulit. Makanya, Alvira terlalu dan selalu tersesat dengan pikirannya.     

Akhirnya, langkah kecil Alvira pun sampai di pintu kantin. Ia menatap suasana yang dipijaknya yang sudah tidak terlalu ramai jika di bandingkan dengan saat awal-awal bel istirahat berbunyi, ia pun melangkahkan kaki masuk lebih dalam.     

Satu-satunya yang ia ingin hampiri adalah El, namun indra penglihatannya menangkap kalau sang kakak sedang bahagia dengan Nusa. Perasaannya atau bukan, ia benar-benar cemburu.     

"Huh, mau negur nanti malah aku yang di marahin Kak Bara lagi." gumamnya, lebih tepatnya terdengar seperti bisikan.     

Lebih baik, kini Alvira melangkahkan kaki menghindari pandangan El yang takutnya malah melihatnya berada di sini.     

Terlepas dari menghindari diri dari El, kini malah dirinya tiba-tiba berpas-pasan dengan Bian yang di tangannya tengah membawa dua piring dimsum.     

"Ih Bian tau aja aku lagi laper." ucap Alvira dengan senyuman yang mengembang. Ia merasa senang jika ternyata cowok di hadapannya ini masih menaruh perhatian kepadanya, astaga.     

Mendengar itu, Bian merasa bingung. Ia menaikkan sebelah alisnya. Mungkin, bukan dirinya yang di ajak berbicara sehingga menolehkan kepala ke kanan dan ke kiri takut di kedua sisinya ada orang yang tengah berbicara dengan Alvira.     

"Bian mah, aku lagi ngomong sama kamu, tau." tegur Alvira dengan nada bicara sebal, lalu mengerucutkan bibir.     

Mendengar itu, Bian hanya ber-oh-ria sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. "Oh sama gue ya…" ucapnya yang menanggapi dengan nada bicara tidak berselera.     

Alvira tersenyum kembali, lalu melihat dua piring dimsum yang berada di genggaman cowok itu. "Pasti buat Vira kan, mau bawain ke UKS terus kita makan bareng? Ih romantis banget sih Bian… berhubung Vira udah di sini, yuk makannya di kantin aja." ucapnya dengan semangat, bahkan hampir meraih salah satu piring di tangan Bian sebelum cowok itu memundurkan kedua tangannya.     

Bian menggelengkan kepala. "Sorry buat kecewa, tapi ini bukan buat lo." ucapnya dengan nada bicara yang dingin walaupun tidak sedingin seorang El, ya tentu saja mereka tidak bisa di bandingkan.     

Alvira menaikkan sebelah alisnya, kini, ia yang terheran-heran. "Maksudnya gimana? Kan gak mungkin temen-temen kamu yang nyuruh, secara kamu kan bos-nya mereka dan harusnya mereka yang kamu suruh." ucapnya. Lalu memperhatikan sekeliling tempat duduk kantin, tidak ada orang yang mencurigakan kok. "Emangnya kalau bukan buat aku, buat siapa?" tanyanya yang penasaran.     

Berharap terlalu lebih memang adalah kesalahan yang sangat fatal bagi seorang Alvira karena terus menerus menganggap kalau dirinya dan Bian masih dekat, padahal cowok tersebut sudah menegaskan kepada dirinya untuk tidak saling mengobrol lagi.     

"Duh berisik deh lo, pengen tau banget jadi orang. Dah ah gue mah makan, jangan sampai gara-gara lo selera makan gue hilang."     

"Ih jahat banget kamu sama aku, Bian."     

"Lo duluan yang jahat sama gue,"     

Setelah itu, Alvira melihat Bian yang melangkahkan kaki menjauh dari hadapannya. Ia terus menerus mengawasi dengan pandangan yang serius, ingin tau kenapa Bian memesan makanan. Maksudnya, biasanya cowok itu selalu duduk manis di kursi kantin dan menyuruh salah satu teman untuk membelikan makanan, namun kali ini tidak dan malahan membawa dua porsi.     

Tatapannya jatuh kepada seorang cewek yang tentu saja ia mengenalnya. Selain orang-orang populer seperti dirinya yang di kenal dan menjadi topik warga sekolah, tentu saja pada orang pintar apalagi si pemenang olimpiade yang meraih gelar juara satu pasti juga di kenal.     

"Hah, Moli?" gumamnya yang kenal dengan cewek tersebut.     

Alvira menggelengkan kepala dengan perlahan, merasa tidak percaya dengan apa yang dirinya lihat saat ini. "Gila, ini serius?" Kembali bertanya-tanya.     

Tidak, kenapa dirinya tidak percaya dengan penglihatan mata kepalanya sendiri? Ya karena tidak mungkin selera seorang Bian, turun. Ya, ia tau semua cewek yang di kencani oleh Bian dan mereka semua memiliki wajah cantik walaupun bisa di bilang dirinya masih lebih unggul. Namun Moli… oh ayolah, cewek berkepang? Sangat tidak modis.     

Tidak ingin memperkeruh suasana walaupun jiwa melabraknya meronta keluar dari rongga dada, ia pun akhirnya memutuskan untuk hanya menghembuskan napas dengan perlahan. Ia tidak ingin membuang energi karena saat ini energinya lah yang sudah habis.     

Memangnya apa yang bisa di perbuat seorang mantan pacar kepada mantannya yang sudah memiliki pilihan baru? Tidak ada yang bisa dilakukan.     

Ingin marah, benci, tidak bisa. Semua ini adalah kesalahannya, mungkin? Namun tidak 100%.     

"Ya udahlah, mau gimana lagi sih? Cape juga debat mulu sama orang, orangnya juga gak pada paham sama apa yang aku rasain."     

"Dan ya, selamat datang di kehidupan Alvira yang baru. Kehidupan yang di kelilingi banyak orang, namun perasaan tetap sepi dan seperti tidak ada yang menemani."     

Setelah itu, Alvira memilih untuk berjalan ke salah satu kedai makan yang menjual roti dan beberapa minuman, seperti kedai yang berisikan jajanan dan makan-makanan ringan saja.     

Ia memilih untuk membeli roti coklat dengan susu kotak berukuran 250ml rasa full cream.     

Ya, ini adalah jam istirahat yang paling menyedihkan sedunia. Napsu makan menurun, bahkan tidak ada lagi kegiatan untuk memberikan bekal hasil masakannya kepada El. Segalanya telah kandas begitu saja, ya memang seperti itu.     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.