Elbara : Melts The Coldest Heart

Kecemburuan Priska



Kecemburuan Priska

0Dari dalam kelas, Priska memperhatikan El yang bertingkah sangat manis dengan Nusa. Ya, kursi panjang yang berada di koridor sekolah ini memang di letakkan berhadapan dengan ruang kelas. Jadi, siapapun yang duduk di kursi itu, pasti akan terlihat dari dalam kelas karena jendela ruang kelas juga yang dominan rendah.     
0

Mendengus. 'Sial.' batinnya.     

Saat ini, ia tengah bermain cara aman, dan cara tersebut sangat menyiksa dirinya karena tidak sabar ingin menghakimi Nusa karena telah benar-benar berhasil merebut posisinya.     

"Udahlah, Ka. Lo juga udah percuma kalau punya dendam sama Nusa, dia udah di pilih sama El. Lo tau sendiri kan gimana El kalau tau orang kesayangannya kenapa-napa? Pasti lo yang bakalan habis sama dia."     

Mendengar itu, Priska yang tengah memperhatikan Nusa dan El dari jauh pun terpaksa memindahkan haluan pandangannya menjadi ke sumber suara. Ia melihat Disty yang saat ini tengah mengukir buku halaman belakanh dengan tinta bolpoin, lebih tepatnya tengah mencoret-coret kertas tersebut.     

Priska menghembuskan napasnya. "Gue gak punya tujuan selain El," gumamnya. Ia sudah memastikan kalau pembicaraan ini tidak di dengar oleh murid yang satu kelas dengan mereka. Selain mereka yang berbicara dengan berbisik, juga di dukung suasana ruang kelas yang gaduh jadinya pembicaraan mereka agak teredam.     

Disty menganggukkan kepala, paham dengan apa yang dikatakan oleh Priska, dan dirinya selalu berusaha paham dengan apa yang dipikirkan oleh sahabatnya yang terkadang bekerja sendiri. "Lo harus tau batesan, Ka. Lo kalah, dan lo gak bisa jadi pemenang." ucapnya yang mengingatkan.     

Menurut Disty, lebih baik mengatakan hal pait yang menyakitkan kepada Priska. Daripada mengatakan kalimat yang seolah-olah mendukung yang padahal jauh dari kenyataan, takutnya Priska akan malah melakukan hal yang semakin berlebihan.     

Priska seperti orang yang buta dengan nasehat, padahal ia mendengarkan dengan baik setiap perkataan Disty.     

Kalian bertanya-tanya mengenai keberadaan Nika? Dia sedang fokus ke layar ponsel karena memainkan permainan kuda pony, entahlah, seperti mengurus village hewan imut nan menggemaskan itu.     

Jadi, jangan sampai Nika masuk ke pembicaraan. Lebih baik cewek tersebut fokus dengan permainan kekanak-kanakkannya saja, daripada masuk obrolan yang semakin membuat keadaan menjadi terdengar lebih pusing.     

"Gak, gue gak pernah kalah, Disty. Dan lo tau hal itu," balas Priska yang masih bersikeras. Ia mengalihkan pandangan lagi ke arah luar, saat ini melihat El dan Nusa yang tengah terkekeh bersama.     

Seharusnya, Priska cukup menikmati perubaham El dari jauh walaupun bukan karena dirinya-lah cowok tersebut berubah. Seharusnya, kebahagiaan El adalah kebahagiaannya juga. Ya, seharusnya.     

Disty menatap Priska dengan melongo, rasanya ingin membawa sahabatnya ke halaman kosong dan memberikan cewek tersebut sebuah tamparan agar sadar dengan posisinya saat ini.     

"Ya udah deh terserah lo, yang penting gue sih udah ingetin."     

'Iya, lagian rencana gue selanjutnya juga gak bakal libatin lo sama Nika.' balas Priska di dalam hati.     

Ia tersenyum ke arah Disty, senyuman manis yang entahlah seperti menjelaskan sejuta makna. "Oke." Hanya itu saja yang menjadi kalimat tanggapannya.     

Lalu, karena merasa bosan sekaligus envy dengan pemandangan pagi hari yang terlalu terlihat memuakkan baginya, menjadikan Priska langsung saja beranjak dari duduknya. Ia menatap ke arah Reza yang menenggelamkan kepala di atas lipatan kedua tangannya yang sudah berada di meja.     

Tanpa banyak basa basi dan mendengar panggilan dari Disty, ia langsung menghampiri Reza dengan mendaratkan bokong di kursi milik Mario. Ia cukup kapok kalau duduk di kursi milik El, sudah tau apa saja konsekuensi yang akan dirinya dapatkan.     

"Za." ucapnya sambil mencolek lengan cowok yang sama sekali tidak tau keberadaanya.     

Merasakan colekan itu, Reza yang mungkin tengah mendengarkan musik pada headset pun segera mengangkat kepalanya. "Ngapain lo di sini? Ih jauh-jauh sana, takut gue sama lo." ucapnya yang terkejut, lalu bergerak menggeser kursinya agar memperjarak duduk mereka.     

Priska menaikkan sebelah alisnya. Ia tau kalau Reza dan Mario sangat anti kalau di dekatkan dirinya, yang kebal hanya El namun cowok tersebut ya seperti biasa, emosian.     

"Dasar lo, gue cantik gini pake takut segala." ucapnya yang memang kemungkinan memiliki kepedean yang berlebihan.     

Mendengar itu, Reza memutar kedua bola matanya. "Dih najis, geer." ucapnya yang merasa geli dengan perkataan Priska. Ia tau kalau El di luar, jadi jemarinya menunjuk ke sana tanpa perlu menoleh. "Lo tau cewek yang ada di samping El sama Mario? Dia cewek tercantik menurut gue, gak banyak gaya juga." sambungnya.     

"Kalau cantik, pacarin lah, tikung." balas Priska sambil menaik turunkan alisnya.     

Reza mendengus, memang kalau dekat Priska itu harus banyak-banyak sabar. "Lo sarap, ya? Deket-deket lo kayak deket-deket iblis, dah sana lo." ucapnya dengan akhiran mengusir cewek yang berada di sampingnya.     

Priska hanya terkekeh, ini memang adalah tujuannya untuk menggoda Reza yang sedari datang ke sekolah terlihat wajahnya yang di tekuk, terlebih lagi seperti baju yang belum di setrika.     

"Lo ngapain sih malah natep gue? Gue ganteng? Udah biasa, udah jelas, dan udah BPOM ada logo halal-nya juga." sambar Reza lagi karena melihat cewek yang di sebelahnya masih belum bergerak.     

Priska menatap Reza seperti mengatakan 'dih, PD lo?' namun ia lebih memilih untuk mengesampingkan perkataannya itu. "Kemana Alvira? Gue liat-liat lo sama dia gak deket lagi, ya? Apa perasaan gue doang, nih?" tanyanya. Bukannya beranjak dari pergi dati hadapan Reza, kini ia malah meletakkan tangan kanannya di atas meja untuk menjadikan tempat bertumpu bagi dagunya yang terbelah dua.     

Mendengar itu, Reza mendengus. Entah kenapa, dirinya juga menjadi sensitif jika ada orang yang menanyakan hal ini. Sangat tidak penting mengurusi hidup orang lain, bukan?     

"Urusan lo nanya hal pribadi itu apaan?"     

"Ya mau tau aja gitu progres kalian berdua. Secara satu sekolah juga tau kok kalau Alvira belum bisa move on dari si Bian, kalau lo berhasil buat Vira nyantol sama lo, bagus dong. Gue mau kasih tepuk tangan dan ucapan selamat."     

"Menghina?"     

"Enggak, gue kan mau lo tau kalau—"     

"Udah deh, gue nyuruh lo pergi, bukan nyuruh lo buat ngoceh terus gak berenti-berenti."     

Priska cemberut, menatap Reza dengan senyumnya yang di tekuk. "Ya elah lo galak banget sama gue, senyum dikit napa. Gue tuh mau ngehibur lo, biar sama-sama ngehibur aja." balasnya sambil menganggukkan kepala.     

Mendengar itu, Reza menatap Priska dengan dengusan kecil. "Bacot lo." ucapnya, setelah itu lebih baik memutuskan untuk kembali menenggelamkan kepala pada lipatan tangannya, tidak mempedulikan cewek yang saat ini tengah kesal padanya karena di cueki.     

Pada detik ini, Priska menyadari sesuatu. Setiap ada orang yang berbahagia, pasti ada orang lain yang sengsara. Hei, mungkin saja di kemudia hari ia bisa berbahagia, iya kan?     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.