Elbara : Melts The Coldest Heart

Mengembalikan Barang Mantan



Mengembalikan Barang Mantan

0Sedangkan di sisi lain …     
0

Bian tengah duduk manis di tempatnya. Teman-temannya saat ini sudah pergi entah kemana, namun ia memutuskan untuk menetap.     

Menatap ke arah dompet, lalu mengeluarkan foto Alvira dari dalam sana. Ia tersenyum kecil, setelah itu merobek-robek foto tersebut menjadi bagian terkecil hingga berkeping-keping.     

Senyumannya terangkat, terlihat seperti tidak lagi memiliki beban untung menghilangkan perasaan yang memang sudah seharusnya dihilangkan dari jauh-jauh hari.     

Setelah melihat foto tersebut yang sudah robek menjadi bagian kecil di atas meja-nya, ia membiarkan itu dan langsung mengambil paper bag berwarna hitam yang di bawanya sambil beranjak dari duduk.     

Paper bag ini berisi beberapa barang yang diberikan Nusa untuknya. Ia akan menyimpan pakaian dari mantan kekasihnya itu, namun tidak bagi barang-barang lain seperti beberapa foto polaroid, jam tangan, dan pernak pernik cowok lainnya yang berukuran kecil.     

Semuanya ia masih simpan, hingga pada hari ini akhirnya ia ingin memutuskan untuk mengembalikan semua barang itu kepada sang pemilik.     

"Gue mau move on, dan kayaknya gue juga udah move on deh soalnya udah nemu pengganti yang lebih baik." gumamnya sambil terkekeh kecil karena sejujurnya juga tidak percaya kalau akhirnya, hatinya ini bisa melepaskan Alvira seutuhnya.     

Melihat lebih dulu ke arah jam tangan, waktu masuk kelas memang masih dua puluh menit lagi dan dirinya mempunyai waktu untuk mengembalikan segala pemberian yang pernah di kasih untuk dirinya.     

Akhirnya, ia melanjutkan langkah untuk keluar kelas. Bagi cowok sepertinya yang kalau populer dengan El and the genk, menjadikan beberapa murid pun enggan menarik perhatian ke arahnya. Karena syukurlah, hidupnya tidak lagi di perhatikan semenjak memutuskan untuk tidak lagi bersahabat dengan El yang terlampau populer.     

Entah kenapa, tadi malam ia berpikir untuk mengembalikan semua barang pemberian Alvira setelah sekian lama hanya ia singkirkan dari kamar dan di letakkan di dalam satu kardus.     

Langkahnya melambat, ia melihat ke arah lapangan yang sepi. Entah kenapa, biasanya di pagi hari seperti ini terkadang El, Reza dan Mario ada di sana sibuk memperlihatkan perilaku sok kece. Padahal, El tengah cedera, namun cowok tersebut sama sekali tidak peduli.     

Menelusuri koridor, sampai pada akhirnya ia sudah memijakkan kaki tepat di depan ruang kelas yang memang ditempati oleh Alvira.     

Mengambil napas panjang, lalu menghembuskannya dengan perlahan. Sebelum masuk ke kelas, ia sudah memastikan kalau orang yang di tuju berada di tempatnya. Dan ya, terlihat Alvira yang duduk berdiam diri di bangku pojok kelas. Sendirian, tidak ada yang menemani. Pandangannya terlihat kosong, namun dari jarak yang cukup jauh ini pun ia masih bisa menebak kalau cewek satu itu bersedih.     

Berusaha untuk tidak mengambil simpati, Bian mulai melangkahkan kaki untuk memasuki ruang kelas. Beberapa murid yang melihat kehadirannya pun ada yang berhenti melakukan aktivitas mereka karena penasaran, namun ada yang tetap asik sendiri karena memang bukan tipe orang yang ingin tau dengan masalah orang lain.     

Langkahnya melambat, lalu menaruh paper bag lebih dulu di hadapan Alvira sampai cewek tersebut tersentak, setelah itu mendaratkan bokongnya di kursi samping Alvira. "Gue kesini mau balikin barang-barang dari lo, daripada cuma gue simpen di kardus. Kali aja bisa berguna lagi buat lo," ucapnya.     

Tes     

Entah mengapa, bertepatan dengan Alvira yang menolehkan kepala ke arah Bian, air mata langsung meluruh dari kelopak mata cewek tersebut. Ia merasa tidak baik-baik saja, hatinya sesak.     

"B-Bian.." panggilnya dengan suara yang parau dan juga tercekat. Hari-harinya sangat berat, dan dirinya juga tidak mengerti bagaimana harus menjalaninya.     

Mendengar itu, Bian menaikkan sebelah alisnya. Ia mewaspadai Alvira, karena takut cewek tersebut akan memeluk tubuhnya karena ini adalah area sekolahan. Begitu terlihat tubuh Alvira yang mencodong hendak menggapainya, menjadikan tangannya dengan cepat menahan bahu cewek tersebut agar tidak memeluknya.     

"Lo seharusnya punya rasa malu, Ra. Ini sekolah, bukan tempat umum. Jangan buat orang lain mikir yang enggak-enggak tentang kita, gue mohon." ucapnya yang langsung mencegah.     

Alvira mengambil napas, lalu menghembuskannya dengan perlahan-lahan. Astaga, rasanya sangat sesak sekali. "Maaf." cicitnya dengan perlahan.     

Mendengar itu, Bian hanya tersenyum kecil. "Lepas harapan lo, lo jangan jadi cewek yang gak punya tujuan." ucapnya sambil menarik kedua tangan yang tadinya di pergunakkan untuk menahan bahu Alvira yang nyaris saja memeluknya, andai ia tadi telat satu detik saja.     

Mengatur emosi, mengatur napas, mengatur agar tidak menangis lagi. Entah mengapa, ia hanya bisa bersikap sebebas ini dengan Bian, tapi ia belum bisa bersikap seperti ini kepada Reza. "Kenapa di kembaliin? Itu kan Vira beliin buat Bian, yang artinya, itu udah punya kamu." ucapnya sambil mendorong paper bag yang ada di hadapannya, supaya berada di hadapan cowok si mantan kekasih.     

Bian menggelengkan kepala. "Sorry, gue gak bisa keep barang mantan." ucapnya yang mencoba memberikan pengertian kepada cewek tersebut.     

"Tapi kemarin-kemarin kamu bisa keep ini semua. Apa kemarin kamu masih sayang sama aku, iya? Makanya kamu gak rela. Terus sekarang di kembalikan ke aku, apa maksudnya?"     

"Enggak, gue males aja balikinnya."     

"Terus kenapa baru di balikim sekarang setelah sekian lama? Baru bisa move on dari Vira, atau baru mau nyoba move on?"     

Alvira mengutarakan pertanyaan seperti layaknya wartawan, tidak ingin ketinggalan informasi apapum dari narasumbernya.     

Bian mendengus, lalu terkekeh kecil. "Emangnya salah, ya? Biar gak ke inget lagi, juga kan kali aja bisa bermanfaat bagi lo. Kalau gak, ya lo buang aja. Tapi yang pasti, gue gak mau keep." balasnya.     

Ia hendak beranjak dari duduk, namun tangannya segera di tahan oleh Alvira.     

Menghembuskan napas, untungnya Bian selalu sabar saat menghadapi cewek dengan sifat seperti Alvira. "Apaan lagi, Ra? Keburu bel masuk, gue lagi males bolos." ucapnya, menurunkan cekalan tangan cewek tersebut pada pergelangan tangannya, ia sebisa mungkin menghindari sentuhan di antara mereka.     

Alvira mengusap air matanya, kini hanya tersisa kilatan pipi dari bekas air mata yang mengering. "Pulang sekolah jalan, ya? Buat terakhir kali—"     

"Lo ada Reza, Ra. Gue udah bilang berkali-kali, hargai Reza karena dia bisa terima lo apa adanya. Gue udah gak bisa terima lo, lo paksa gue dengan cara apapun juga jawabannya gue gak bisa lagi sama lo."     

Bian mencoba memberikan pengertian, selalu. Mungkin setelah ini, tidak ada lagi hubungan dengan Alvira, ya kalau tidak terdesak.     

Alvira tersenyum tipis, ingat sekali bagaimana saat Reza mengatakan kalau cowok itu tidak akan mengejar dirinya bahkan sampai memutuskan hubungan yang belum jadi apapun.     

"Aku sama Reza udah gak ada hubungan apa-apa lagi, PDKT aja gagal, gak mungkin pacaran."     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.