Elbara : Melts The Coldest Heart

Menghampiri Alvira di UKS



Menghampiri Alvira di UKS

0"El, Vira pingsan."     
0

El menatap Reza dengan sorot mata yang… entah kenapa malah terlihat biasa saja? "Ya udah sih samper," ucapnya tanpa minat.     

Kali ini, mereka sudah memasuki jam Bimbingan Konseling yang dimana gurunya jarang sekali hadir di kelas. Menjadikan setiap kelas yang mendapatkan jadwal ini, kerap kali menjadi ricuh dengan berbagai macam suara yang topik pembahasannya berbeda-beda.     

Nusa menatap El, ia tau kenapa cowok itu merasa tidak ambil pusing mengenai kabar sang adik yang pingsan saat jam olahraga. Ia mengerti, lalu menjulurkan tangan untuk mengelus lengan kekar cowok yang berada di sampingnya dengan perlahan-lahan, namun ia memilih untuk tidak ambil tanggapan.     

Reza yang mendengar itu pun menganggukkan kepala. Bagaimana pun, perasaan khawatir hinggap di hatinya. Entah mengapa, ia sama sekali tidak kapok dengan Alvira yang sebenarnya tanpa perlu di jelaskan pun tidak bisa menjadi bagian dari hidupnya.     

Mario melihat ke arah Reza, saat pandangan mereka luru kedepan dan tidak lagi menoleh kebelakang, ia mendekatkan duduknya pada sang sahabat. "Lo gila, ya?" tanyanya, langsung to the point mengatai Reza karena baginya, cowok satu itu benar kehilangan akal.     

Mereka berbisik-bisik karena tidak enak hati dengan El, pasalnya, saat ini mereka tengah mengobrolkan tentang Alvira.     

Reza menaikkan sebelah alis, tidak paham dengan apa yang dipertanyakan oleh Mario yang mengatakan kalau dirinya gila. "Gila gimana sih? Alvira pingsan, kali aja butuh gue." ucapnya yang bersikeras.     

Apa yang dikatakan oleh Reza mungkin memang benar adanya. Namun di saat Mario mendengar kata 'kali aja', di sana dirinya tau kalau cowok yang bersebelahan dengan tempat duduknya ini merasakan keraguan dengan ucapannya sendiri.     

"Udah lah, emangnya lo gak cape berusaha peduli sama apa yang gak peduli balik sama lo?"     

"Cape sih, tapi emangnya ngapa?"     

"Yang gak ada emang-emangan, namanya ogeb."     

Mario sedikit mengetuk kepala Reza karena merasa kalau sahabatnya agak tulalit atau biasa di sebut telat mikir dalam kasus percintaan. "Sadar, ini udah pengen siang." sambungnya, saking kesalnya.     

Reza menghembuskan napas, rasnaya sangat tidak nyaman saat mengetahui kalau Alvira pingsan dan dirinya hanya duduk berdiam diri di kursinya tanpa melakukan hal apapun. "Gue tetep mau kesana," ucapnya. Memang kalau sudah kepala batu, itu sangat sulit untuk di nasehati. Sekalinya di nasehati, pasti masuk kuping kanan dan keluar kuping kiri.     

Mario mengambil napas panjang, lalu menghembuskannya dengan perlahan-lahan.     

"Gue ikut deh, biar kalau lo lemah dan gak berdaya, lo ada yang jagain biar gak jatoh karna lemes."     

"Lo kira gue cowok apaan yang lemah gara-gara cinta doang, huh?"     

"Gak inget kalau pagi tadi lo galau? Jangan bikin gue sebar poto lo lagi nenggelemin pala di meja sambil dengerin lagi galau."     

Reza menampar kecil pipi Mario, memang sahabatnya itu tentu sangat tau hal apa saja yang membuatnya merasa diam dan mati kutu.     

"Yaudah oke ayo lo ikut, bersisik juga lo."     

"Berisik anjir, emangnya gue ikan duyung?"     

"Lo mah dugong."     

Tanpa banyak omong lagi, Reza memilih untuk beranjak dari duduknya dan pergi melangkahkan kaki keluar dari kelas lebih dulu jika dibandingkan dengan Mario. Ia berjalan dengan raut wajah yang terlihat tegang, sedangkan saat ini sahabatnya itu sudah berhasil menyusul dan berjalan setara di sampingnya.     

"Pelan-pelan ngapasi bro jalannya, jangan kayak di kejar-kejar gitu guenya jadi kesaruk-saruk." keluh Mario, menahan lengan Reza agar cowok tersebut jalannya tetap santai.     

Reza akhirnya menurut saja, dan memperlambat langkahnya yang memang mengambil langkah besar karena terburu-buru. "Lo lama banget kayak siput, gue pengen samperin Alvira, nanti keduluan sama orang lain." ucapnya. Berkat perkataannya sendiri, malah kini hati merasa tambah tidak tenang.     

"Emangnya kenapa sih? Pasti Bian nih kan ya yang buat lo khawatir, tenang aja, dia mah pasti udang ngejauhin Alvira. Gue denger-denger sih Bian habis ngasih barang mantan ke Alvira, pagi tadi." balasnya sembari memberikan info kepada Reza yang memang sedaritadi pagi tidak terlalu menyimak apa saja yang terjadi di sekolah mereka.     

Kalau Mario mah tidak perlu di ragukan lagi karena memang dirinya termasuk orang dengan segudang informasi, tidak pernah kelewatan berita besar ataupun yang terkecil,     

"Ya gimana lagi? Gue gak mau munafik, tapi gue belum bisa ngeliat Alvira sendirian. Nangis kayak kemarin gara-gara gue, gue sama sekali gak bisa."     

"Emang sih lo gak munafik, keren juga karena gak gengsi. Tapi penempatan lo yang salah, pinterrrr."     

Saking gemas-nya, Mario gregetan dengan Reza, ia meremas lengan cowok tersebut.     

"Sakit, oneng." ucap Reza yang menjauhkan diri dari Mario. Kalau saja tidak dalam keadaan tergesa-gesa, pasti dirinya sudah membalas perlakuan Mario terhadapnya.     

Mario hanya terkekeh, lalu dirinya mendumal lagi kala melihat Reza yang kembali berjalan cepat seperti tidak ingin diimbangi olehnya.     

"Nasib banget emang, ganteng-ganteng harus nemenin orang bucin. Diem di kelas ngeliat El sama Nusa, sekarang lagi otw nganterin Romeo ketemu sama Juliet-nya yang lagi pingsan."     

Setelah mendumal seperti itu, Mario segera berlari kecil sampai langkahnya sejalan dengan Reza.     

Sampailah mereka di depan UKS.     

"Ikut masuk dong." ucap Mario sebelum di larang oleh Reza untuk dirinya yang tetap menunggu di luar seakan anak hilang yang kelihatan dengan jelas status jomblo-nya.     

Reza menganggukkan kepala. "Ikut aja, biar gak keliatan jomblo." balasnya sekaligus mencela, celaannya tidak serius karena ia terkekeh begitu juga dengan Mario yang tertawa kecil.     

"Emang ciri-ciri temen sialan ya lo."     

Setelah itu, mereka berdua mulai masuk ke ruang UKS. Pertama yang mereka lihat itu kosong, tidak ada siapapun.     

Namun Reza melihat ada salah satu brankar dengan tirai yang mengelilingi seperti ada orang di dalam sana yang menutup diri.     

"Vira kayaknya sih ada disana deh." ucap Mario nyaris tidak bersuara.     

Reza menganggukkan kepala, sudah tau. Tanpa banyak basa basi pun dirinya langsung melangkahkan kaki ke sana, dan…     

Srekkk     

Ia menggeser tirai hijau yang mengelilingi brankar, dan bertepatan dengan itu kedua bola matanya membulat dengan sempurna.     

"Astaga," ucap Mario sontak.     

Melihat jika saat ini Alvira tengah berada di dalam pelukan Bian, seperti sangat nyaman berada di sana karena saat ini hanya si cowok yang menoleh ke arah mereka berdua.     

Bian menghembuskan napas, bahkan ia terlihat tidak membalas pelukan Alvira. Sungguh, ia sudah tidak berselera dekat-dekat dengan cewek yang ada di pelukannya. "Alvira butuh lo," ucapnya langsung yang membuat Alvira memundurkan tubuh dan menatap ke seseorang yang berbicara dengannya.     

Alvira mematung.     

Reza menggelengkan kepala. "Enggak, udah jelas banget kok kalau Alvira butuh lo." balasnya dengan wajah penuh menahan rasa sakit.     

Dengan itu, Bian langsung saja mendorong tubuh Alvira supaya tak lagi memeluknya. "Tapi gue gak butuh dia, dia yang nahan gue pergi, gue mau pergi dari hidup dia tapi selalu gak bisa. Pas gue mau bener-bener pergi, dia malah bikin seolah-olah kita deket lagi. Gue muak, mendingan lo deh yang nyadarin dia karena gue udah gak selera. Oh ya satu lagi, bagus deh lo dateng kesini. Jadi, gue bisa pergi."     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.