Elbara : Melts The Coldest Heart

Menolong dan Traktiran Dimsum



Menolong dan Traktiran Dimsum

0"Lo ngapain sampai hampir di siram gitu? ada urusan sama Priska?"     
0

Bian bertanya seperti itu sambil mendaratkan bokongnya di kursi kantin, ia membiarkan cewek yang bersamanya tadi duduk bersebelahan dengannya.     

Tadi, kalau Bian tidak datang, mungkin Moli sudah di guyur tepat di taman sekolah dengan beberapa murid yang menyaksikan tanpa berniat untuk melerai. Semua murid takut kepada Priska, pengecualian dirinya dan El and the genk.     

Moli menghembuskan napasnya. Ia menatap Bian dengan waspada juga, duduk berjarak dengan cowok tersebut karena beberapa pasang mata dengan penasaran menoleh kearahnya. "Biasa, masalah sepele." ucapnya dengan jutek.     

Mendengar itu, Bian hanya ber-oh-ria. "Pantesan aja Priska babu-in lo terus injek-injek lo, emang dasarnya aja cewek tengil." ucapnya. Lalu memanggil salah satu teman yang lewat hanya dengan aba-aba tangan.     

Begitu temannya sudah sampai, ia berkata. "Thanks ya buat jus-nya, Dy." ucapnya.     

"Santai bro, gue ke tempat duduk sama yang lainnya juga ya. Lo gabung aja nanti kalau udahan sama cewek pinter itu," balas Rendy sambil melangkahkan kakinya menjauh.     

Bian hanya terkekeh saat mendengar sebutan 'cewek pintar' untuk seseorang yang berada di sampingnya saat ini.     

"Tengil, emangnya kamu kira, kamu bisa deketin aku?" tanya Moli dengan sinis.     

Entah karena hal apa, namun saat ini Bian terkekeh mendengar ucapan Moli. "Aduh… siapa sih nama lo? Mona, ya?"     

"Moli." koreksi Moli karena kalau tidak di koreksi seperti itu, bisa-bisa Bian memanggilnya dengan nama 'Mona' dalam jangka waktu panjang dan seterusnya.     

Bian mengangguk paham. "Oke Moli, gue gak bakal deketin cewek kayak lo, kita berkebalikan dan lo gak seru di ajak nakal." balasnya sambil meneguk jus yang tadi di bawakan Rendy untuknya.     

Tadi, sebelum ke kantin memang ia sudah pesan kepada Rendy untuk membelikannya jus —tentu saja uangnya ia ganti—. Makanya, ia tadi langsung mengambil minumannya.     

Moli memutar kedua bola mata.     

"Kok lo kayaknya gak tertarik sama gue? Banyak cewek yang tertarik loh, tapi kayaknya lo gak." ucap Bian yang penasaran. Ia malah menjadi cowok yang tidak mengatupkan mulut dan malah seperti ingin memperpanjang percakapan.     

Moli menghembuskan napas. "Kamu gak keren, beda ceritanya sama pacar Nusa."     

"Oh jadi menurut lo, lebih unggul El daripada gue?" tanya Bian yang langsung menenak.     

Moli menganggukkan kepala. "Jelas lah, kalau satu sekolah di suruh rating kamu sama El, udah ketebak siapa yang jauh lebih unggul."     

Mendengar itu, Bian menjadi tidak mood dalam membahas mengenai ketertarikan. Ia pun menjadi menyesali pertanyaannya sendiri. "Oke, balik ke pertanyaan gue yang awal. "Lo ngapain sampai hampir di siram gitu? ada urusan sama Priska?" tanyanya, yang sebenarnya Moli sudah menjawab tapi sama sekali tidak terdengar memuaskan.     

Menghembuskan napas, Moli pun bingung harus menjawab jujur atau tidak karena Bian adalah orang yang seharusnya dihindari di sekolah ini. Akhirnya, ia pun lebih memilih untuk menjawabnya saja.     

"Priska nyuruh aku ngerjain tugas dia bikin sketsa wayang, katanya dia dapet nilai F dan suruh perbaiki sampai sekiranya dapat nilai B+, tapi gak gak mau."     

"Kenapa lo nolak?"     

"Ya gimana aku gak nolak? Kemarin, dia juga baru nyuruh aku ngerjain tugas ngerangkum satu bab tentang Sejarah Indonesia, dia ketauan tidur di kelas bukannya ngedengerin penjelasan."     

"Emang cewek ogeb, tukang nyari ribut, tapi udah bisa di tebak kalau dia bisa lulus dengan baik karena juga keluarganya punya pengaruh."     

Bian mendengus. Seharusnya Priska tidak bersikap seperti itu, apalagi kepada banyak orang yang terlihat tidak bersalah seperti Moli. Untuk apa menyuruh orang lain mengerjakan tugas yang seharusnya dikerjakan sendiri karena itu adalah hukuman dari apa yang di perbuat? Pem-budakan!     

"Udah kan ngobrolnya? Aku juga mau makan, laper." ucap Moli yang kedua alisnya menurun.     

"Ya lo sini aja lah, mau makan apaan?"     

"Somay."     

"Oke, gue beliin dimsum."     

Mendengar ucapan Bian yang terdengar menyebalkan, mungkin? Menjadikan Moli berdecak pelan karena hal itu. "Aku kan mau somay, lagipula dimsum-nya mahal, uang jajan aku itu gak sebanyak kamu, tau?" balasnya.     

Bian menaikkan sebelah alisnya. "Ya udah, gue traktir lo. Gitu doang kok repot?"     

"Nanti jadi utang." ucap Moli yang menggelengkan kepala, tidak setuju dengan apa yang dikatakan oleh cowok tersebut.     

"Apaan sih lo gaje ya? Cewek pinter tapi gak jelas, ya namanya di bayarin itu tuh gak jadi utang. Gemesin lo."     

Entah apa yang dipikirkan Moli, namun tampaknya cewek itu gugup saat duduk berdekatan dengan dirinya. Bian pun paham, sejujurnya tengah terkekeh geli di dalam hati.     

"Nih ya, lain kali lo gak usah ngelawan Priska deh."     

"Jadi, kamu ngebiarin aku di babu-in terus sama Priska?"     

"Ya iyalah, salah lo sendiri malah nyari masalah sama dia."     

"Numpahin es doang ke baju Priska, emangnya itu masalah?" cicitnya yang malah berkata pelan dengan raut wajah polos, tidak se-jutek awal pembicaraan mereka.     

Bukannya masalah lagi, tapi apa yang dikatakan Moli sebagai alasannya terjerat di bayang-bayang Priska itu adalah kesalahan fatal. "Gue juga kalau jadi Priska ya marah lah anjir, lo dengan santainya malah nanya itu masalah apa bukan." ucapnya yang menggelengkan kepala tak paham dengan cewek di sebelahnya.     

Bian pikir, hanya Nusa cewek yang ia kenal yang memiliki sifat lugu, polos, terkadang lemot, namun gemas menjadi satu bagian. Namun ternyata ada Moli yang jauh lebih daripada sifat Nusa.     

"Ya udah cepetan aku laper, ngomong terus kamu." tegur Moli sambil mengangkat tangan kiri ke hadapannya, ia melihat jam tangan yang melingkari pergelangan. Jam masuk memang masih lama, namun terasa semakin terkikis jika cowok di sampingnya banyak bicara yang dalam artian membuang-buang waktu.     

Bian menaikkan sebelah alisnya, lalu tersenyum miring. "Nah kan, tadi sok nolak dan sekarang lo nyuruh dan butuh gue juga, kan?"     

Moli mendengus.     

"Makanya jadi cewek jangan galak-galak kalau masih butuh cowok di sampingnya, tapi bukan gue ya. Gue cuma sekali aja nih nolongin lo karena kebetulan," sambung Bian yang mengingatkan Moli karena takut cewek tersebut malah berbesar kepala dengan pertolongannya.     

"Ini jadinya kita temen apa gimana?" tanya Moli langsung. Sebagai cewek pintar, menjadikan banyak orang tidak ingin berteman dengannya. Karena selain ia adalah pribadi ambis dan banyak orang yang tidak bisa menyesuaikan diri dengannya, orang-orang yang dekat dengannya juga malah insecure dan merasa kecil jika berada di sampingnya.     

Dan kemarinan baru bertemu teman baru, yaitu Nusa yang berlapang dada langsung ingin bertemanan dengannya.     

"Gak lah, anggep aja kita saling kenal." balas Bian, lalu beranjak dari duduknya. "Lo disini aja, jangan kabur ya lo. Kalau lo kabur, gue hitung dimsum ini sebagai utang lo ke gue."     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.