Elbara : Melts The Coldest Heart

Nasib Miris Mario



Nasib Miris Mario

0"Tante makasih banyak ya camilannya, jadi enak nih kalau disuguhi makanan terus. Kalau ada El mah, dia pelit banget Tante.     
0

Mario menatap penuh selera beberapa toples yang kini sudah ada di hadapannya beserta dengan camilan kemasan ringan seperti ciki yang sudah berada di lantai beralasan karpet yang tentu saja sangat menggugah selera.     

Setelah berkata seperti itu sebagai bentuk basa-basi dua menit yang lalu dan dalam artian nyokap El sudah tidak ada di sini lagi, Mario langsung saja membuka ciki kemasan yang memiliki rasa rumput laut itu.     

Reza mencari makanan yang manis karena dirinya tengah terbiasa untuk makan makanan dengan rasa ini karena Alvira menyukainya, namun masih yang masih dalam batas wajar dan tak juga sering mencicipi.     

"Lo nyari apaan si sial?" tanya Mario yang kesal karena kini kakinya di gesr-geser yang memang menindih beberapa wafer, entahlah mungkin tak sengaja dan berakhir remuk.     

Dari mulai stick PS sampai kaki Mario yang dipindah-pindahkan, sudah jelas secara terhormat kalau mereka berdua berada di kamar El yang untungnya saja berkondisi cukup baik dan belum berubah menjadi kapal pecah.     

Reza menolehkan kepala ke arah Mario, lalu menghembuskan napasnya karena tidak melihat apa yang dirinya cari. "Gue mau makanan manis." balasnya yang memutuskan untuk menyerah dalam pencarian makanan manis.     

Mendengar itu, Mario memutar kedua bola matanya. "Ya elah ngapain lo masih segala cari yang manis, jelas-jelas temen lo yang ada di samping lo ini udah manis banget gila. Ya lo makan apaan kek, nanti liat ke gua pasti jadi manis banget deh suer." ucapnya yang memang sepertinya apa yang dikatakan ini sangatlah kelebihan tingkat kepercayaan dirinya, sungguh.     

Mendengar itu, bukannya merasa setuju dengan apa yang dikatakan Mario, Reza malah berpose seolah-olah mual sebagai responnya. "Udah sarap lo ya najis." ucapnya sambil melempar bantal sofa yang mereka memang turunkan semuanya ke bawah, takut nanti ada acara perang bantal yang terjadi secara mendadak.     

"Ya jangan lempar-lempar juga kali, gak liat nih gue bawa makanan? Kalau tumpah terus berantakan, jadinya salah siapa?"     

"Lo lah, sialan. Masa iya salah gue?"     

"Iya dah, cowok emang selalu salah."     

Mendengar itu, Reza menaikkan sebelah alisnya. "Wah minta di pukul lo ya? Maksud lo, gue ini bukannya cowok tulen mentang-mentang gak ngalah sama lo? Sial juga lo, minta di gampar?" balasnya yang langsung menggulung lengan kaos berwarna hitam yang memang mungkin ada beberapa di rumahnya sebagai gantian dalam seragam sekolah.     

Belum sempat mendaratkan bantal lagi di wajah Mario, tiba-tiba saja …     

Tok     

Tok     

Tok     

Ya, suara pintu terketuk menjadikan mereka berdua teralihkan pandangan dan menatap satu sama lain untuk menebak orang di luar sana.     

"Nyokap El." ucap Mario lebih dulu. "Gue tau, nyokap El ada firasat kalau makanannya kurang jadi mau bawain lagi buat gue." sambungnya yang memang sudah jelas apa yang berada di otaknya ini hanya seputar makan dan makanan saja.     

Reza menggelengkan kepala. "Lo salah, itu Vira."     

"Kak Reza, Kak Mario! Ini Vira nih boleh masuk atau gak? Kok pintunya kayak di kunci? Eh atau emang di kunci ya sama kalian?"     

Gotcha!     

Entah mengapa, kali ini tebakannya Reza lah yang benar dan langsung unggul daripada Mario.     

Tanpa banyak basa basi lagi dan melupakan rasa kesalnya dengan Mario, Reza segera beranjak dari duduknya dan langsung melangkahkan kaki untuk mengarah ke pintu.     

"Vira aja lo cepet, dasar upil!" seru Mario sambil menjulurkan lidah, lalu kembali bersatu lagi dengan camilan yang kini berada di genggamannya. Astaga, makanan adalah surga dunia tersendiri bagi dirinya ini.     

Ceklek     

Reza sudah membuka pintunya, dan kini terlihat Alvira yang langsung berada di hadapannya dengan senyuman yang mengulas permukaan wajah cantik tersebut. "Hai Vira, ada apa?" tanyanya dengan semburat malu yang jadir walaupun samar-samar.     

Alvira melongokkan kepala ke dalam kamar El, dan tidak menemukan Kakaknya di sana, melainkan Mario yang seperti tengah kencan buta dengan camilan yang berada ditangannya. "Kok Vira daritadi gak liat Kak Bara, ya? Kemana dah dia? Tasnya aja tuh udah di atas kasur, tapi kok orangnya daritadi gak keliatan?" tanyanya yang sedaritadi ingin menyampar ke kamar ini namun tertunda karena harus menyelesaikan satu episode singkat drama korea yang tersaji di ponselnya.     

Mendengar itu, membuat Reza mengembalikan ekspresinya seperti semula. Lalu menatap sosok di badapannya juga dengan biasa saja, tidak ada lagi perasaan malu-malu seperti beberapa saat sebelumnya.     

"El? Dia lagi jalan sama Nusa, tumbenan banget gila. Lo gak perlu kaget Ra, karena kita sebagai sahabatnya aja yang selalu sama-sama di sekolah dari dulu sampai sekarang aja kaget loh pas tau dia ngajakin Nusa jalan." balasnya yang perinci mungkin, bahkan mengatakannya juga dari sudut pandangnya dan juga Mario.     

Alvira membulatkan kedua bola matanya, merasa tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Mario. "Hah? Boong kali, itu mah bukan Kak Bara. Mana mungkin dia ngajak jalan Kak Nusa," ucapnya yang tentu saja tidak percaya. Sejauh ini, ia tidak pernah melihat kalau sang Kakak berdekatan dengan cewek manapun, bahkan di bawa ke rumah saja tidak pernah.     

Mario mendengar percakapan Alvira dan juga Reza, dirinya tentu saja menyahut. "Lah masa kita yang boong sama lo, Ra? Kan gak mungkin. Nanti nih ya kalau El pulang, kan gampang banget tinggal lo introgasi dia aja tuh." sahutnya dari jarak yang tidak terlalu jauh.     

Alvira mengubah ekspresi wajahnya menjadi biasa saja, setelah itu tiba-tiba tersenyum. "Ya baguslah, Kak Reza. Hampir aja aku punya pikiran kalau Kaka Bara homhom, hehe bercanda." ucapnya dengan kekehan kecil di ujung perkataan.     

"Wah parah lo, El denger bisa abis lo, Ra."     

"Iya, abis dalam artian gue bakalan di kelitikin sama dia. Walaupun udah bilang ampun juga gak bakal di gubris sama dia, astaga."     

Itulah El saat merasa sebal dengan Alvira, pasti kelitikan akan menjadi jalan ninja.     

Reza menatap Alvira dengan dalam, tidak menanggapi apa yang dikatakan oleh cewek tersebut barusan. Menahan napas selama beberapa detik —sebentar saja kok—, terpana dengan wajah cantik Alvira yang dimatanya benar-benar terlihat tiada dua.     

"Mau ngobrol berdua?" tanyanya dengan serius, jangan lupa senyuman manis pun terukir jelas di permuakaan wajahnya.     

Dengan malu-malu, tentu saja Alvira menganggukkan kepala. Siapa yang akan menolak saat cowok ganteng mengajak waktu mengobrol berdua? Ah tidak bukan itu sih, tapi ada alasan lain yang rahasia dong. "Ayo, Kak."     

Setelah itu, mereka pergi dengan Reza yang kembali menutup pintu kamar dan meninggalkan Mario sendirian.     

"Dih sial gue di tinggal. Gini aja terus emang rasanya gak punya crush, lama-lama gue cari juga deh." gumamnya yang merasa miris dengan dirinya sendiri. Lalu menatap ke arah layar televisi, menampilkan game sepak bola di layarnya. "Dih gak enak banget main PS lawan komputer, huh nasib banget emang."     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.