Elbara : Melts The Coldest Heart

Mencari Jawaban Di Rehan



Mencari Jawaban Di Rehan

0Sudah berpamitan dengan semuanya termasuk dengan El, Nusa langsung saja menggenggam erat tali tas punggungnya. Ia melihat Rehan yang sudah berdiri di samping mobil, beruntung cuaca di tengah hari ini lumayan teduh, jadi cahaya matahari tidak menerpa permukaan kulit sama sekali.     
0

Nusa melambai dengan tangan kanan, dan pandangan Rehan jatuh padanya. Ia langsung saja berlari kecil ke arah cowok itu, lalu memberikan senyuman yang terlihat sangat manis.     

"Kak Rehan." sapanya begitu sampai di hadapan sang Kakak-nya yang masih memakai baju seragam namun di tutupi dengan rompi.     

Rehan menganggukkan kepala, meneliti tubuh Nusa dari atas kepala sampai ujung kaki, lalu mengembalikan titik pandangnya ke wajah sang adik kecil yang terlihat ada perbedaan. "Kayaknya Kakak gak kenal deh jaket yang lagi kamu pakai, punya siapa?" tanyanya dengan tatapan yang selesai meneliti dengan intens.     

Nusa menurunkan pandangan, menatap jaket yang tentu saja kebesaran saat di pakai pada tubuhnya. Lalu setelah tau apa yang dimaksud Rehan pun dirinya menatap lagi wajah tampan sang Kakak. "Oh ini? Ini punya Bara, Kak. Tadi Tante Mira yang kasih, sebenernya si buat Mario, tapi katanya dia gak suka pake jaket kalau gak lagi pergi jauh sama naik motor, jadi ini buat aku pakai aja."     

Menganggukkan kepala, paham dengan apa yang dikatakan oleh Nusa. "Oke kalau gitu, yuk pulang dulu biar kamu bisa bersih-bersih." ucapnya, lalu membukakan pintu mobil untuk Nusa masuk ke dalamnya.     

Nusa tersenyum, lalu mulai masuk ke mobil dengan Rehan yang sudah menutup pintu dan mengitari mobil lalu masuk dari sisi sebelahnya. Ia mulai menaruh tas miliknya di jok belakang mobil dan tidak lupa untuk memasang seat belt agar menyilang di tubuhnya sebagai pengaman.     

Rehan juga telah siap dengan segalanya, lalu mulai menyalakan mesin mobil dan keluar dari pekarangan rumah sakit, tidak lupa untuk mengucapkan terimakasih pada security yang menjaga.     

"Gimana kabarnya El? Udah baikan apa gimana?" tanya Rehan sambil menolehkan kepala sekilas ke arah Nusa, ia belum sempat menjenguk karena waktu jam isturahatnya hanya satu jam saja dan tidak cukup untuk di bagi makan siang dan mengantar jemput sang adik. Bahkan ia meminta sedikit waktu untuk telat dan sang atasan yang merupakan Paman dari El pun mengiyakan.     

Nusa menghembuskan napas. Ini adalah hal terberat yang saat melihat El belum siuman membuat napasnya sangat tercekat. Benar-benar tidak ingin lagi melihat cowok itu terkulai lah di atas brankar rumah sakit dengan luka di tubuh.     

"Bara udah siuman kok, dia mah selalu ngaku sehat-sehat aja. Padahal tangan kirinya patah, Kak. Nusa gak tega.." jawabnya dengan nada bicara yang cukup sulit untuk menjawab, karena suaranya seakan tertahan tepat di ujung tenggorokkan.     

"Ya Tuhan.." ucap Rehan karena terkejut dengan kabar yang dikatakan oleh Nusa, ia juga menjadi tidak tega dengan cowok satu itu. "Kalau begitu, kalian saling jaga. Tapi kamu yang harus jaga dia, urusan perjanjian penjagaan kamu kan masih ada Reza dan Mario. Biarin nunggu El pulih dulu."     

Menganggukkan kepala, Nusa setuju dengan apa yang dikatakan oleh Rehan. "Iya Kak, aku pikir juga kayak gitu. Aku gak akan paksa Bara buat jagain aku, dia udah berjasa banyak banget."     

"Tapi kamu janji untuk harus jaga diri kamu sendiri."     

"Iya Kak, janji. Nusa gak bakalan ngebiarin hal buruk kayak yang lalu menimpa aku lagi,"     

"Bagus,"     

Setelah itu, hening. Mereka berdua saling terdiam dengan tatapan yang menatap satu arah yang sama, yaitu jalan raya yang tidak terlalu padat mengingat ini adalah tengah hari, waktu dimana orang-orang bekerja. Jadi, tidak memungkinkan adanya kemacatan.     

Nusa kembali teringat mengenai tingkah Alvira padanya, nanti saat sudah kembali ke rumah sakit atau sebaiknya bertukar pesan dengan Reza, ia ingin menanyakan perihal satu ini yang agak mengganggu jalan pikirnya.     

"Kak," panggilnya. Ia juga ingin bertanya supaya mendapatkan titik terang.     

Mendengar Nusa yang memanggil dirinya pun membuat Rehan berdehem kecil, seperti mengiyakan panggilan dari adik kecilnya. "Apa?"     

Sebelum bertanya pada Rehan, sebaiknya Nusa bertanya di dalam hati yang ditunjukkan untuk dirinya sendiri terlebih dulu. Ia memutar pertanyaan seperti 'Apa aku akan bertindak sedemikian Alvira yang mungkin kalah saing dengan seseorang yang dekat dengan Rehan?' namun menurutnya itu sangat berlebihan.     

Rehan menaikkan sebelah alisnya, merasa aneh karena Nusa tak kunjung berbicara. "Kenapa, sayang? Ada yang mau dibicarain kan? Kok malah diem aja, Kakak nunggu loh." ucapnya yang menegur supaya cewek di sampingnya segera berbicara.     

Nusa menggelengkan kepala dengan gerakan singkat, mengembalikan kesadaran yang sempat tenggelam ke dalam pikiran. "E-eh? Maaf Kak, ini aku mau tanya." ucapnya yang kembali mengambil napas lalu menghembuskan dengan perlahan, agar perasaannya tidak gugup. "Kalau semisalnya aku gak suka sama pacar Kakak, gimana? Ini misalnya kalau Kakak punya pacar, ya." sambungnya, mengatakan dengan setengah ragu.     

Mendengar itu, Rehan sedikit terkekeh, namun hanya durasi singkat saja kok. "Oke, dalam konteks apa kamu gak suka sama pacar Kakak?" tanyanya yang mulai membahas apa yang Nusa ingin ketahui jawabannya.     

"Ya kayak Kakak kan satu-satunya yang aku punya, aku takut kalau ada cewek itu pasti Kakak bakalan ngelupain aku. Posisi aku bakalan kegeser, aku takut kalau Kakak jadi gak perhatian lagi sama aku. Kira-kita itu wajar gak sih?"     

Oke, posisinya dengan Alvira mungkin memang serupa. Bedanya, Nusa benar-benar hanya memiliki Rehan di hidupnya sedangkan Alvira masih memiliki keluarga yang lengkap.     

"Really?" balas Rehan seperti meyakinkan Nusa kalau benar mereka akan membahas hal ini?     

Menganggukkan kepala. "Yes." jawab Nusa.     

"Oke." Rehan mengambil ancang-ancang untuk berbicara. "Kalau masalah wajar apa gaknya itu wajar, sayang. Tapi kamu harus inget, hidup kamu gak bisa selalu bergantung sama Kakak loh. Kakak juga punya kehidupan, kan selama ini Kakak gak pernah kurang ngasih kamu kasih sayang. Dan kalau nanti udah saatnya Kakak ketemu jodoh, di saat itu kamu harus paham kalau Kakak itu berhak bahagia." ucapnya yang berbicara mengenai realistis, karena tidak mungkin selamanya Nusa mengumpat di balik bayang-bayangnya.     

"Kalau hal itu kita jadi jarang ketemu, gimana?"     

"Inget Sa, yang namanya orang sayang sama kamu apalagi sebagai adik kandung, rasa sayangnya masih sama dan gak akan pernah pudar. Bedanya, mungkin caranya bakalan berubah karena kan juga harus bagi perhatian sama pacarnya."     

Mendengar penjelasan Rehan membuat Nusa menganggukkan kepala, ia tersenyum ceria. "Kak, mampir beli nasi Padang ya, aku laper."     

Kini, Nusa sudah mengerti dan paham dengan jawabannya.     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.