Elbara : Melts The Coldest Heart

Ucapan Terimakasih



Ucapan Terimakasih

0"Bian, ayo buruan. Nanti takutnya Kak Rehan nungguin aku pulang,"     
0

Bian menolehkan kepala, saat ini dirinya tengah main PS, permainan sepak bola yang menjadi pilihan. Untung saja, sudah selesai. Ia menatap Nusa dari atas sampai bawah. "Lo gak mandi? Kan tadi gue suruh lo mandi dulu, baru abis itu gue anterin lo balik." ucapnya.     

Saat ini, ia melihat Nusa yang sepertinya hanya mengganti baju menjadi kaos miliknya yang terlihat kebesaran saat di kenakkan oleh cewek satu itu. Membuat dirinya merasa gemas, namun segera di tepis perasaan itu.     

Nusa tampak menggelengkan kepala, lalu memberikan tatapan sangar pada Bian. "Ayo, Nusa mau pulang!" serunya sambil mencengkram dengan kuat tali tas selempangnya. Bawahannya pun ia memilih untuk memakai celana training milik cowok yang kini tengah duduk di sofa dengan stik PS yang berada di genggamannya. Bodo amat segala pakaian yang melekat di tubuhnya ini terlihat kebesaran.     

Bian menganggukkan kepala. "Oke-oke, bentar gue mau matiin dulu." Setelah itu, ia menaruh stik PS di meja panjang yang berada di hadapannya. Lalu, melangkahkan kaki untuk mematikan mesin PS beserta televisi layar lebarnya juga. "Bentar, lo tunggu sini, apa gimana?" sambungnya, bertanya sambil memutarkan tubuh untuk melihat wajah Nusa yang sepertinya sudah kesal karena terus menerus di paksa berada di sini.     

Menatap wajah Nusa mungkin merupakan hal yang menawan. Entah mengapa, saat ada cewek itu di hadapannya, bayang-bayang Alvira tidak lagi muncul. Padahal, kalau boleh jujur sih dirinya belum bisa move on dari mantan pacarnya yang satu itu, yang mendapatkan predikat mantan terindah.     

Nusa bingung, memangnya Bian mau kemana? Refleks, sebelah alisnya terangkat. "Ngapain? Mau kemana?" tanyanya.     

"Mau ke kamar, kali aja ada barang lo yang ketinggalan."     

"Gak ada, Bian. Tadi aku udah cek, jangan nunda-nunda mau pulangin aku deh."     

Bian terkekeh kecil saat mendengar nada bicara Nusa yang seperti jengkel terhadapnya, lalu menghembuskan napas dengan perlahan. "Bercanda kali sensi banget, gue mau ke kamar itu mau ambil jaket." ucapnya.     

Omong-omong tentang jaket, sebenarnya sih Bian bertanya-tanya mengenai dirinya yang meminjamkan jaket pada Nusa. Pasalnya, kenapa tidak kembali padanya? Ia sih pribadi bodo amat ya, karena bisa beli baru. Tapi agak aneh untuk ukuran cewek polos seperti Nusa dapat mengambil barang orang begitu saja.     

Stttt… Bian belum tau kalau jaketnya sudah masuk tempat pembuangan sampai oleh El.     

Nusa mengangguk-anggukkan kepalanya. "Ya udah sana, lima menit harus kembali kesini ya." ucapnya sambil bersedekap dada.     

"Iya lo bawel, ngapa El mau sih sama lo?" balasnya, ia melontarkan kalimat ini dengan nada bicara seperti orang yang berguyon.     

Bian setelah itu langsung melangkahkan kaki, melesat meninggalkan Nusa sendirian yang masih saja berdiri di ruang tamu. Cewek ini mengikuti kemana Biam melangkah, sampai pada akhirnya, batas jarak pandang membuatnya terpaksa mengalihkan pandangan ke lain arah.     

Mendengar apa yang dikatakan oleh Bian, begitu membuat Nusa kembali mengingat percakapan El dengan Alvira. Dadanya sesak, membuat tubuhnya terasa lemas, dan akhirnya memutuskan untuk duduk di sofa selagi menunggu Bian mengambil jaket dan keperluan lainnya.     

Kini, ponselnya hilang entah kemana. Ia merutuki nasib, karena tidak bisa menghubungi siapapun dan entah siapa saja yang mencarinya. Seberapa banyak orang yang peduli? Tidak banyak, hanya dapat di hitung dengan jari saja.     

Nusa menghambuskan napas, mengedarkan pandangan untuk melihat keseluruhan rumah Bian. Dapat di samakan dengan rumah El, namun lebih terlihat berkelas rumah milil El karena interiornya mungkin di desain sendiri.     

"Menyedihkan." gumam Nusa sambil menghembuskan napas.     

Mengingat apa yang dikatakan Alvira adalah hal yang cukup menyakitkan, ya mungkin memang tidak perlu di bawa hati. Namun kan pandangan setiap orang itu berbeda.     

Terdengar suara langkah kaki yang menuruni tangga, menbuat Nusa langsung mengalihkan pandangannya ke arah sumber suara. Di sana terlihat Bian yang mulai menuruni satu persatu anak tangga, penampilannya juga sudah menjadi lebih kece daripada sebelumnya.     

"Sorry ya lama." ucap Bian begitu sudah sampai tepat sekali di hadapan Nusa, ia mengibaskan jambul yang sangat memukau, tapi tidak bagi Nusa.     

"Gak lama, orang cuma bentar doang."     

Suasana hati Nusa berubah. Yang tadinya kesal dengan Bian, kini bersedih hati dan seakan-akan enggan merespon cowok yang kini sudah berada di hadapannya.     

Bian melihat ekspresi itu, semuanya sangat jelas seakan-akan membuat Bian paham dengan apa yang dirasakan cewek itu. Akhirnya, ia memutuskan untuk duduk di samping Nusa. "Lo gak apa-apa?" tanyanya dengan hati-hati.     

Nusa menggeleng, lalu menundukkan kepalanya. "Emang bener ya kalau aku gak pantes buat Bara?" tanyanya dengan mencicit, ingin menghalau perasaan sesak malah terasa mencekik.     

Mengerjapkan kedua bola matanya, Bian tidak tau kalau sosok Nusa terbawa perasaan. "Sorry, gue tadi gak bermaksud—"     

"Bukan kamu." potong Nusa. Lalu, ia mengangkat kembali kepalanya dan menatap Bian dengan kedua bola mata yang berkaca-kaca.     

"Terus?" tanya Bian. Ia antusias, lalu menaruh tangannya di bahu Nusa untuk di elus dengan perlahan-lahan sebagai saluran kekuatan.     

Nusa tidak bisa membendung air mata, dan akhirnya lolos begitu saja membasahi pipinya. "Aku sedih banget." ucapnya, lebih dulu menarik napas lalu menghembuskan dengan perlahan agar kuat ingin mengatakan kalimat selanjutnya. "Tapi ya udah ayo gak jadi sedih." sambungnya sambil nyengir, lalu tiba-tiba berdiri dari duduknya.     

Tentu saja, jangan ditanya lagi bagaimana ekspresri Bian saat ini. Ia terkejut, bahkan melongo dengan apa yang terjadi barusan. Bisa-bisanya Nusa mengubah ekspresi sekaligus suasana hatinya dengan cepat, astaga. "Apaan si lo emangnya gak jadi cerita?" tanyanya masih penasaran karena jawaban terakhir Nusa itu malah berkata 'rahasia' dengannya dan kini malah tidak jadi LAGI.     

Nusa terkekeh lalu menarik tangan Bian supaya cowok itu berdiri tepat di sampingnya. "Ayo buruan, malah cerita-cerita nanti aku gak pulang-pulang. Kapan-kapan aja kalau ketemu, oke?" ucapnya.     

Terpaksa, karena Nusa menarik-narik tangannya pun saat ini menjadikan Bian mengekor di belakang cewek tersebut untuk berjalan keluar dari rumah. Kini, mereka berdua sudah berada di samping mobil miliknya.     

"Berarti kita abis ini temenan, ya?"     

Pertanyaan Nusa yang seperti itu di lontarkan kepada Bian, menjadikan cowok tersebut mengulum senyuman geli. Namun tak ayal menganggukkan kepala. "Emang temenan dari pas awal ketemu, kan?" jawabnya dengan nada bicara yang lembut.     

Nusa terkekeh, lalu menganggukkan kepala. "Sekali lagi makasih banyak ya, Bian." ucapnya sambil memberikan senyuman yang paling manis untuk cowok yang berada di hadapannya.     

"Tapi kayaknya lo harus bilang makasih lagi deh ke gue." ucap Bian.     

Nusa menaikkan sebelah alisnya. "Emang kenapa?" tanyanya, penasaran.     

Dalam diam, Bian tersenyum, setelah itu merogoh saku celananya. "Nih ponsel lo, lo keliatan butuh banget soalnya." ucapnya sambil menyodorkan benda pipih tersebut.     

Melihat itu, Nusa membelalakkan bola mata dengan senyuman yang mengembang. Ia langsung meraih ponselnya, lalu refleks memelum tubuh Bian. "AAAAA MAKASIH BANYAKKKKKK!!"     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.