Elbara : Melts The Coldest Heart

Kepulangan Nusa Ke Rumah



Kepulangan Nusa Ke Rumah

0"Sialan, bisa-bisanya El sama yang lain kecolongan tentang Nusa lagi."     
0

Rehan mengacak-acak rambutnya dengan kasar. Lanjut dengan memukul stir mobil yang saat ini tengah di kendarai olehnya. Jangan lupakan tatapannya yang sudah memerah, bahkan terlihat basah karena tengah menahan tangis.     

Tidak, tingkah seorang cowok yang seperti ini bukannya malah membuat seseorang berpikir kalau dirinya cengeng karena menangis. Namun dari sudut pandang orang yang mengerti dengan kondisinya, pasti sangat tau kalau ia adalah sang Kakak yang tengah terluka mengingat tidak adanya kabar dari sang adik yang dirinya pikir baik-baik saja dan aman bersama dengan orang kepercayaan.     

Saat ini mobilnya sudah terparkir di halaman rumahnya, ya karena ia sudah tidak memiliki tujuan kemana harus mencari Nusa. Setaunya juga, sang adik tidak pernah pergi kemana-mana, sehingga tidak memiliki tempat spesial yang menjadi tempat favorit cewek tersebut. Inilah yang dirinya takutkan, dan terjadi juga.     

Saat ini, tangannya malah sibuk mencengkram stir. Ia tidak mungkin memukuli El habis-habisan. Karena mengingat cowok tersebut masih sakit dan sudah pasti lukanya masih parah, di sisi lain dirinya juga harus ingat kalau El adalah keponakan tersayang dari sang bos di tempat kerja.     

Ayolah, bukannya Rehan takut di pecat dan memilih untuk membiarkan ini terselesaikan dengan sehat. Namun, ia berpikir juga karena mencari pekerjaan itu sulit, kalau dirinya dikeluarkan takut tidak bisa lagi memenuhi segala kebutuhan hidupnya bersama dengan Nusa.     

Ingat sekali dulu kala dirinya belum memegang uang dan mengandalkan hasil kerja Nusa sebagai kuli cuci pakaian di rumah tetangga, satu bulan bekerja hanya di gaji 1,5 juta yang dimana kebutuhan rumah mereka di bayar segitu belum tentu cukup, terjadilah pengiritan pengeluaran kehidupan.     

Throwback     

"Kak, Nusa laper." Nusa memegangi perutnya yang berbunyi cukup kencang. Pagi tadi, ia sudah sarapan dengan nasi dan telur mata sapi yang di buatkan oleh sang kakak tercinta.     

Mendengar lirihan Nusa membuat Rehan menolehkan kepala ke sumber suara, ia tadinya tengah mengerjakan tugas sekolah dari guru mata pelajaran seni budaya, lalu mendapatkan wajah pucat sang adik sambil mengelus-elus perutnya.     

Turut sesal, Rehan meringis saat mengingat hanya dua telur pagi saja yang tersisa untuk lauk. Dan hari ini, uang harian yang ditargetkan mereka berdua sudah di pakai untuk bayar uang sampah keliling.     

"Ya udah, Kakak buatin nasi goreng mau? Tapi cuma ada nasi tentunya, kecap, sama garam. Apa itu gak masalah?" Menawarkan dengan pikiran kemana-mana karena belum bisa memberikan makanan yang enak seperti sewajarnya di makan orang-orang di luaran sana.     

Senyuman Nusa megembang, terlihat dia yang menganggukkan kepala penuh keantusiasan. "IYA NUSA MAU! AYO MAKAN, YEAY MAKAN NASI GORENG KAK REHAN!" pekiknya dengan semangat, bahkan senyumannya sampai membuat kedua bole mata nan indah itu menyipit.     

Merasa sedih, mungkin terharu? Rehan malah meneteskan air mata dan membasahi tepat kedua pipinya. Ia menatap betapa senangnya Nusa, padahal dirinya hanya ingin membuat nasi goreng tanpa lauk dan sebagai penambar rasa hanya menggunakkan kecap dan garam saja. Ia tersentuh karena Nusa bisa menerima dengan baik ekonomi mereka yang memang benar-benar hancur dan jauh dari kata berkecukupan.     

Tidak melihat respon apapun dari Rehan membuat Nusa menolehkan kepala ke cowok yang berada di hadapannta ini. "Kak? Ih Kakak kok nangis sih? Kan aku bilang ayo, aku gak nolak terus minta macem-macem kok." ucapnya dengan panik sambil mendekati Rehan, dan dirinya menjulurkan tangan untuk mengusap pipi kakaknya.     

Menggelengkan kepala dengan perlahan, lalu Rehan menunjukkan senyumnya yang terhangat. "Besok-besok kamu gak usah kerja lagi, Kakak aja yang cari kerjaan, oke?" ucapnya, ia menurunkan kedua tangan Nusa yang berada di wajahnya. Berganti menjadi tangannya yang terjulur untuk mengelus puncak kepala sang adik.     

"Emangnya kenapa, Kak?" tanya Nusa sambil menelengkan kepala.     

"Gak apa-apa, kamu kecapean nanti."     

"Ya enggak lah, Kak. Aku seneng bisa bantu-bantu kehidupan kita walaupun gak banyak membantu," ucap Nusa, meraih tangan Rehan lagi untuk di elus punggung tangannya. "Kakak kan mau lulus-lulusan SMA, masa malah mikirin aku? Harusnya kan Kakak fokus lulus dengan nilai terbaik. Lagipula kan aku masih SMP, pulang cepet, jadi lumayan waktu aku juga kerjanya cuma nyuci baju."     

Sangat mulia sekali pemikiran seorang Nusa, menjadikan cewek satu ini terlihat berbeda dengan cewek yang lainnya. Seolah-olah, ada suaru hal yang sangat spesial di dalam hati Nusa.     

Rehan menggelengkan kepala, merasa tidak tega. "Kamu kan juga harus fokus belajar—"     

"Gak apa, Kak. Lagian kan aku baru aja masuk SMP bulan kapan ya… Kakak lulus, ya aku naik ke kelas dua SMP, jadi pelajaran ku belum terlalu mencekik." potong Nusa karena tidak ingin mendengar Rehan turut menyesal dengan pekerjaan yang diambilnya saat ini.     

Rehan tampak menghembuskan napas dengan perlahan-lahan. "Kakak gak tega liat kamu, yang seharusnya Kakak yang kerja tapi—"     

Nusa mencubit pinggang Rehan sampai cowok itu meringis dan bergumam 'awsh' sebagai bentuk refleks. "Kak, ish. Lagian juga aku kerja kan udah genap delapan bulan, dan gak terjadi apa-apa kok sama kesehatan aku, iya kan?" potongnya lagi.     

Rehan berpikir, benar juga dengan apa yang dikatakan Nusa, namun seperti ada suatu hal yang mengganjal di hatinya. Ia tidak tau lagi harus merespon adik dengan kalimat apa, lalu tangannya lebih memilih untuk terulur dan mendekap erat tubuh mungil Nusa.     

"Makasih banyak ya, Sa. Kakak banyak hutang banget sama kamu, Kakak janji apapun kerjaan Kakak nanti, kalau ada masalah pasti Kakak tetap bertahan buat kamu."     

Throwback off     

Dan mungkin saat ini adalah saat yang tepat untuk membuktikan ucapannya pada Nusa beberapa tahun yang lau untuk membuktikan segalanya.     

Rehan mengontrol emosinya, setelah itu menghembuskan napas supaya perasaannya jauh lebih lega. Setelah itu, ia keluar dari dalam mobil. Ia sengaja izin hari ini, dan diiyakan oleh sang atasan yang memang selalu memberikan keringanan untuknya atas perintah El.     

Begitu sudah berada di luar dan menutup rapat pintu mobil, ia menatap rumahnya dengan sorot mata yang lesu. "Nusa, kamu dimana?" lirihnya, memutuskan bertanya pada diri sendiri yang dimana ia sendiri saja tak tau kemana keberadaan sang adik.     

Bersamaan dengan itu, tiba-tiba suara knalpot motor besar yang memang memiliki suara ciri khas pun terdengar jelas di indra pendengarannya. Ia menolehkan kepala, dan melihat sebuah motor ninja yang memasuki kawasan rumahnya.     

Ia sempat menaikkan sebelah alis, merasa tidak kenal dengan orang yang asal masuk terlebih lagi ternyata gerbang rumahnya memang terbuka alias lupa dirinya tutup.     

Motor itu berhenti di hadapannya, baru saja ingin marah-marah kesal, namun ada sosok yang melompat turun dari atas motor.     

"KAK BARA, NUSA UDAH PULANGGGG!"     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.