Elbara : Melts The Coldest Heart

Jangan Hubungi El



Jangan Hubungi El

0Reza dan Mario lebih memilih untuk meninggalkan El dan Alvira di ruang tamu rumah adik dan kakak itu, mereka memilih untuk pergi ke kamar dengan fasilitas yang sudah lengkap. Tentu saja PS adalah jalan pintas utama sebagai media penghibur diri yang di nanti-nanti.     
0

"Eh kira-kira mereka bakalan berantem gak? Gak seharusnya kita malah enak-enakan nyantai, kalau mereka baju hantam gimana? El sih udaj yakin gak bakal bales, kalau Alvira brutal gimana?" Tiba-tiba, beruntun pertanyaan muncul begitu saja dari mulut Mario. Bisa sangat di tebak kalau cowok satu ini penasaran dengan percakapan yang di bahas.     

Reza menggelengkan kepala, setelah itu tangannya bergerak untuk menyentil kening Mario. "Bodoh di pelihara sih lo? Ya gak etis aja oneng kalau kita ada di tengah-tengan mereka, ya biar ngobrolnya lebih nyaman aja. Nanti gak perlu di suruh juga mereka berdua bakalan cerita dari versi masing-masing." balasnya yang tidak setuju mengenai perkataan cowok di sampingnya yang seharusnya mereka ikut membahas.     

Mereka kini memang tengah duduk bersebelahan di atas karpet berbulu lembut yang memang selalu menjadi tempat favorit untuk duduk bermain PS.     

"Tapi lo percaya gak sih Alvira ngomong aneh-aneh ke Nusa? Maksud gue tuh, aduh… gimana ya ngomongnya? Gue agak gak percaya aja, kalau sampai emang bener ngomong aneh-aneh, pasti ucapannya nyakitin banget." Mario tau sosok Nusa tuh bagaimana, karena ia pernah mengobrol berdua beberapa kali dengan cewek tersebut dan membuatnya menyimpulkan pasti Nusa adalah sosok yang perasa.     

Reza sendiri sebenarnya tidak yakin, namun mengingat kejadian silam membuat dirinya menganggukan kepala.     

"Gue sih yakin kalau Vira bisa sejahat Priska, makanya harus banget kita cegah. Kata-kata Vira kadang nyakitin, tapi sejauh sama gue sih dia baik-baik aja kok bahkan gampang di atur."     

"Itu kan awalannya. Lo pernah mikir gak sih putusnya Alvira sama Bian itu bukan cuma murni kesalahan Bian kayak apa yang selama ini beredar? Sejauh ini juga si Bian gak buat pembelaan apapun buat diri dia sendiri, malah terima-terima aja di musuhin sama El."     

"Pernah gue mikir gitu, Rio. Tapi takutnya gue malah buat ragu perasaan gue sendiri, nanti malah nyakitin Alvira yang dimana gue udah janji sama El buat gak ngecewain dia."     

"Otak gue sih di penuhin sama konspirasi, Za. Bisa aja tingkah Vira udah kelewatan terus gak rela putus sama Bian, nah Bian akhirnya nyari celah buat mutusin Vira dan kebetulan ada cowok asing yang lecehin Vira. Gue gak tau kenapa mikir kayak gitu, tapi kalau emang pikiran salah, maaf dosa."     

Mario menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, ia meringis kecil sambil cengengesan aneh.     

Reza mencerna pikirannya, kalau apa yang dikatakan Mario adalah sebuah kebenaran, bukan berarti dirinya dapat menjauhi Alvira hanya karena hal ini, iya kan?     

"Kata gue sih mending lo cari cewek baru deh, Za. Priska misalnya, kasian dia udah jomblo kayak orang kesurupan ngejar-ngejar El terus." ucap Mario asal celetuk.     

Dan ya, satu tamparan ringan mendarat di pipi kanan Mario. "Sarap. Lo aja sana sama Priska, kalau suatu saat spesies cewek udah punah dan tersisa dia satu-satunya, gue juga ga bakalan mau."     

Plak     

Mario juga membalas tamparan Reza. Mereka sudah biasa main tangan seperti ini, namun dalam porsi yang ringan dan tidak terlalu menggunakkan tenaga. Tapi, tak pernah sekalipun adu gulat sampai benar-benar keduanya babak belur masuk ke rumah sakit. "Ogat gue jadian sama dia, jalan sama Priska bau kembang kuburan, minyak wanginya kalau make segalon kali ya?"     

"Gak sih, menurut gue tuh sekolam. Dia berenang di air minyak wangi, berendam gitu biar semerbak wanginya."     

"Ada benernya juga sih lo, Za. Kapan-kapak boleh kali ya mandi minyak wangi? Biar anti maintream."     

Tuh kan, benar memang. Dari percakapan serius, meranbat menjadi percakapan yang tidak memiliki unsur kejelasan seperti ini.     

Akhirnya, Reza kembali menarik mereka ke dalam percakapan serius. "Ayo kita video call Nusa sekali lagi, siapa tau kan dia udah balik?" ucapnya yang memberikan ide.     

Mario menganggukkan kepala, setelah itu mengambil ponselnya yang tergeletak di atas karpet. Ia menyutujui saran Reza karena bagaimana pun Nusa adalah temannya, kenapa mereka tadi tidak tadi bantu mencari? Karena Rehan memaki-maki mereka yang katanya sok peduli. Dan berakhirlah Reza dan Mario yang secara terpaksa tidak bergerak mencari Nusa.     

"Hubunginnya pake ho gue aja, kalau hp lo bisa gawat kalau Alvira pantau. Nanti berantem lagi cuma gara-gara ginian,"     

"Iya bener juga, tumben lo pinter."     

Mario berdecak kala mendengar ucapan Reza yang entah lebih masuk ke dalam pujian atau hinaan secara nyata. "Pantar pinter pantar pinjer, gue jotos baru tau rasa lo." ucapnya dengan raut wajah ya g seperti mengajak gelud.     

"Ngamuk bang? Minum obat sono, nanti kumat." balas Reza yang entah mengapa menjadi meledek Mario, mungkin supaya tidak kepikiran dengan apa yang dikatakan oleh sang sahabat.     

Mario menekan tombol gagang telepon, membuat mereka berdua berharap supaya seseorang di seberang sana mengangkat telepon darinya.     

"Halo,"     

Mendengar suara lembut dari seberang sana sambil memperlihatkan wajah seluruh tubuh Nusa yang mengenakkan pakaian santai dengan handuk yang di lilit ke kepala, menjadikan Reza dan Mario menghembuskan napas lega di saat tau kondisi cewek tersebut yang terlihat baik-baik saja.     

"Lo bikin orang-orang panik, tau gak?" ucap Mario, langsung to the point.     

Reza menganggukkan kepala, wajahnya juga ikut terlihat ke dalam video call. "Lo kemana? Habis apa? Ngapain aja? Kok malem gak balik?" Bagaikan wartawan, ia melontarkan berbondong-bondong pertanyaan.     

Sepertinya ponsel Nusa di sandarkan pada sesuatu, sehingga cewek tersebut bisa berjalan ke arah meja rias untuk mengambil sisir sedangkan ponselnya masih diam di tempat.     

"Nusa abis mandi, emangnya kalian gak liat nih ada handuk di kepala aku?" balas Nusa. Mungkin memang sudah sifatnya yang lemot dan kurang nyambung kali ya? Alias bukan itu yang di maksud Reza dan juga Mario.     

"Nangis gue, ternyata lo masih sama onengnya." ucap Mario sambil menggelengkan kepala, pusing.     

Reza menghembuskan napas. "Bagus kalau lo baik-baik aja, nanti gue kabarin El kalau lo udah bisa di hubungi." ucapnya dengan kelegaan yang terasa sangat kental, ia bersyukur.     

Mendengar itu, Nusa sudah kembali mendekati ponsel dan kini layar hanya menyorot wajahnya saja. Tatapannya sendu, lalu menggelengkan kepala sambil memberikan senyuman simpul. "Gak usah, jangan bilang apa-apa sama Bara. Aku lagi gak mau komunikasi sama dia," balasnya.     

Mario menaikkan sebelah alisnya. "Kan El harus tau gimana keadaan lo, Sa. Secara dia kan pacar—"     

"Aku mau ke bawa, ada tamu. Dadah…"     

Pip     

Ponsel di matikan secara sepihak. Menjadikan Reza dan Mario menatap satu sama lain.     

"Fix ada yang gak beres."     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.