Elbara : Melts The Coldest Heart

Berbincang dengan Bian



Berbincang dengan Bian

0"Jadi lo siapanya adik gue?"     
0

Rehan menatap sosok cowok di hadapannya dengan sorot mata yang lemat, dari ujung kepala sampai kaki di lihat dengan sangatlah lekat. Ia ingin tau asal usul si yang katanya teman sang adik.     

Bian menampilkan senyuman yang manis sekaligus sopan, setelah itu berdehem guna menghilangkan keseriusan di antara mereka. "Gini Kak, gue kesini niatnya baik buat nganterin dia balik. Lo gak ada niatan bilang makasih? Atau gimana gitu?" ucapnya sebagai perawalan, basa basi adalah jalam pintas bagi beberapa orang sebelum masuk ke inti topik pembicaraan.     

Rehan menganggukkan kepala. "Itu ucapan terimakasih gue, jus jeruk. Sekarang gue mau denger siapa lo, ngapain lo ada sama adik gue? Atau jangan-jangan…" Ia menyipitkan kedua bola matanya, seolah-olah dari mata itu menyiratkan kalau ia curiga dengan sosok yang ada di hadapannya saat ini.     

Tau, sebagai sesama cowok ya tentu saja Bian tau apa arti dari tatapan mata yang diluncurkan Rehan untuk dirinya. Sorot mata yang dapat terbilang tajam dan dalam, bukan hal yang baru lagi kalau dirinya di tatatp seperti ini oleh seseorang. "Eits, gak usah mikir yang aneh-aneh, Kak. Gue gak apa-apain adik lo walaupun balik-balik pakai baju gue." balasnya yang mengetahui.     

"Lo bawa Nusa ke rumah lo? Kenapa gak langsung bawa balik aja? Lo gak tau seberapa khawatirnya gue sebagai Kakak-nya dia."     

"Gue gak tau alamat rumah ini, Kak."     

"Lo kan bisa aja tanya sama Nusa-nya langsung, emangnya gak bisa? Lo bisu? Atau gimana?"     

Dalam hati, Bian cukup terhibur dengan sifat over protektif Rehan. Pantas saja sih cowok yang beberapa tahun lebih tua darinya memiliki sifat yang seperti itu, wajar karena Nusa sendiri pun belum bisa menjaga diri. "Gimana gue mau tanya? Adik lo pingsan, gue gak tega bangunin dia, jadi gue lebih baik ya ngebiarin dia tidur."     

Mendengar kabar 'pingsan' adalah hal yang paling mengarahkan ke hal buruk. Menjadikan Rehan membelalakkan kedua bola mata, pikirannya sudah bercabang kemana-mana dan memikirkan banyak kejadian aneh.     

"Nusa pingsan kenapa? Gue getok ya lo kalau cerita setengah-setengah, cepetan cerita dari awal." ucap Rehan yang gregetan dengan apa yang dikatakan oleh Bian, ia memang tidak suka tipe orang yang basa basi sampai lupa kalau dirinya juga terkadang melakukan hal tersebut kepada orang lain.     

Bian menganggukkan kepala, agak lelah juga kalau terkadang malah di desak-desak untuk bercerita. Ia mengambil napas, lalu menghembuskannya dengan perlahan agar hatinya merasa lebih tenang daripada sebelumnya. Memangnya kenapa dengan kondisi hatinya yang sebelumnya? Ya tidak karuan! Semua ini karena kedekatannya yang tiba-tiba dengan Nusa.     

"Tadi malem gue liat adik lu keluar dari rumah sakit, bener-bener sambil nangis terus jalannya tersaruk-saruk. Gue penasaran, akhirnya gue ikutin dia tanpa mobil. Gue ikutin pelan-pelan, eh malah keilangan jejak. Gak lama gue nebak-nebak, eh malah nemuin ada cewek yang di kejar-kejar pakai motor. Pikiran gue langsung kayak 'pasti itu Nusa'. Akhirnya, kekejaran walaupun gue kelamaan. Dia di rampok, dua preman itu mau ngelecehin adik lo. Dan untungnya gue dateng, nyelamatin dia dan balikin ponselnya." ucapnya yang bercerita panjang walaupun sudah menarik garis kesimpulan.     

Rehan menghembuskan napas, cukup terkejut dengan apa yang dikatakan oleh Bian. Namun dirinya sama sekali tidak tau harus berbuat apa.     

"Jadi, gue harusnya tidur karna dengerin omongan lo yang panjang atau gue bilang makasih?" mungkim pertanyaannya seperti ingin melawak, namu ketahuilah kalau dirinya sangat lesu saat ini.     

Bian mendengus, betapa menyebalkannya sosok Rehan, namun dirinya juga tidak ingin meninggalkan kesan buruk kepada cowok satu itu. "Lo harus berterimakasih sama gue, Kak." balasnya sambil menganggukkan kepala.     

Menjadikan Rehan juga ikut menganggukkan kepala. "Oke, pertama-tama gue bakalan sangat berterimakasih sama lo. Gue gak tau kenapa adik gue nekat banget jalan sendirian, dia pasti kalau lagi sedih begitu pikirannya kosong terus banyakan ngelamun-nya." ucapnya.     

Yang Rehan bingungkan, kenapa Nusa menangis? Apa karena dirinya? Atau ada hal lain?     

"Kalau boleh tau, kenapa lo percayain Nusa ke El, Kak? Emangnya gak ada orang lain yang bisa di percaya?" tanya Bian, ia cukup penasaran dengan apa yang ditampilkan oleh Rehan yang sangat kentara kalau cowok tersebut benar-benar over dalam menjaga seorang Nusa.     

Rehan menaikkan kedua bahunya. "Dia ponakan bos gue, dan gue tau kalau dia pribadi yang gak banyak ini itu-nya. Jadi, gue percaya dia bisa jagain Nusa selagi gue kerja dan gak mungkin jagain Nusa terus kayak bodyguard di area sekolah." balasnya.     

Bara pun ber-oh-ria, setelah itu mengangguk-anggukkan kepala. "Kadang lautan itu emang keliatan tenang, ya? Tapi kita gak tau di dalemnya ada apa aja yang mungkin bisa bikin kita tewas, bahkan banyak Thalassophobia mengakui hal itu." ucapnya. "Jadi umpamanya, yang tenang itu gak selamanya tenang, bisa jadi hal yang paling menyakitkan di suatu saat." Sudah seperti layaknya orang yang tau mengenai seluk beluk percintaan, padahal dia adalah salah satu orang yang terjerat di dalam gagalnya hubungan cinta.     

Rehan tertawa. "Dalem banget bahasa lo pake perumpamaan segala kayak penulis. Gue mah ya udah, selagi dia bisa di percaya terus bisa jaga amanah dan jagain adik gue dengan bener, gue bakalan kasih kepercayaan itu. Tapi kalau suatu saat nanti nyakitin Nusa, dia jadi orang yang paling gue incer buat di abisin."     

"El kenapa gak lo abisin, Kak?" tanya Bian spontan.     

"Sakit, tangannya patah. Lo semua satu sekolah, kan? Gak mungkin ketinggalan jaman tentang keadaan seorang El," balas Rehan.     

Mendengar itu, raut wajah Bian menjadi menampilkan seringai kecil namun tajam. Tentu, Rehan tidak menyadarinya. "Oh gitu? Gue pikir hoax, biasanya dia kuat banget kalau kecelakaan."     

"Kenal El dengan baik banget lo, mantan temen ya?" tanya Rehan.     

Mendengus saja, Bian lebih memilih untuk tidak menjawab pertanyaan Rehan barusan.     

"Mana nih makanannya? Gue laper? Masa ucapan terimakasih lo cuma jus jeruk? Gue kan udah selamatin nyawa adik lo." ucap Bian dengan nada bicara guyonan. Ia tertawa melihat raut wajah Rehan yang terlihat kusut dan masam.     

"Sialan lo, seumur-umur gue mending ladenin El deh daripada lo." balas Rehan, namun tak ayal dirinya juga ikutan tertawa.     

Sebenarnya, Bian adalah sosok yang menyenangkan. Kabar beredar mengenai putus hubungan dengan Alvira, sangat mencoreng nama baiknya. Yang tadinya ia adalah cowok baik-baik yang bersekutu dengan El dengan segala sifat positif, lalu datang semua berita yang mengutamakan kejelekannya daripada perlakukan Alvira kepada dirinya selama pacaran.     

Jadi, sudah di anggap jahat, ya Bian hanya mengikuti arus omongan orang saja dan benar-benar menjadikan dirinya jahat.     

"Bercanda, tapi gue gak bercanda nih ya buat gantiin posisi El jagain Nusa."     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.