Elbara : Melts The Coldest Heart

Bersama Seorang Penolong



Bersama Seorang Penolong

0Cahaya mentari masuk ke dalam ruang kamar bernuansa navy dan hitam yang menghasilkan kombinasi warna yang sangat sempurna. Desain yang sangat bagus, tidak terlalu mencolok karena warna yang di pilih adalah warna-warna gelap. Belum lagi tempelan stiker berwarna putih, bertuliskan berbagai macam motivasi yang sangat pantas untuk di jadikan penyemangat hari.     
0

Walaupun matahari sudah mendesak masuk, namun tak ayal ruangan ini tidak kepanasan karena terpasang AC dengan cukup dingin. Membuat seseorang yang berada di ruangan ini bergelung dengan selimut, tubuhnya semakin di tenggelamkan.     

Namun tunggu.     

'Kok wangi kasurnya beda? Kayak bukan kasur aku, tapi nyaman… empuk banget.' Batin sosok cewek yang masih memejamkan mata, masih belum menyadari dimana dirinya berada.     

Dalam detik selanjutnya, Nusa langsung membelalakkan kedua bola mata dengan panik. "ASTAGA INI BUKAN KAMAR AKU!" teriaknya dengan heboh sambil menyibak selimut yang menutupi tubuhnya, ia spontan mengganti posisi tidur menjadi duduk di atas kasur.     

"Sialan."     

Bukan, itu bukan umpatan kasar yang keluar dari dalam mulut Nusa. Melainkan suara bariton yang ada di… sampingnya?     

Menolehkan kepala dengan takut-takut, ya bagaimana tidak takut saat mengetahui kalau dirinya berada satu ranjang dengan seorang cowok? Dengan dada yang mulai terasa berdesir tak karuan —bukan desiran cinta, namun lebih ke arah cemas—, Nusa menolehkan kepala secara perlahan-lahan ke sumber suara.     

Dan terkejutnya ia mendapatkan sosok yangdi kenali. "Kamu…" ucapnya dengan nada pelan.     

Tiba-tiba, Nusa merasakan lengannya yang kedinginan tersapu angin AC. Menjadikan ia langsung melihat penampilannya saat ini juga. Dan ya, apa yang kalian tau saat ini? Ia memakai kaos basket tanpa lengan, yang tentu saja adalah baju milik cowok yang berada di sampingnya. Ia beralih melihat bawahannya, sudah berganti menjadi celana boxer. Sungguh, dirinya merasa kedua pipi yang terbakar malu.     

"KAMU APAIN AKU?!" pekik Nusa, marah dan kesal yang bercampur menjadi satu bagian yang utuh. Ia mendengus, apalagi saat otaknya mulai mengingat kejadian dua cowok brengsek yang ingin menyentuhnya.     

"Duh anjir pagi-pagi berisik banget lo, sue." Cowok itu berkata, sambil mengucek-ucek mata, setelah itu merenggangkan otot-otot tangannya karena merasa kebas sehabis bangun dari tidurnya. "Aturan mah bilang selamat pagi, atau bilang makasih karena udah nyelamatin lo nih gue bonyok." sambungnya sambil menunjuk luka lebam yang tercetak jelas di permukaan wajahnya.     

Mendengar itu, Nusa mengerjapkan kedua bola mata. Ada benarnya juga sih apa yang dikatakan cowok itu, tapi ia tidak peduli. "Siapa yang gantiin pakaian aku? Dan kemana pakaian ku?!"     

"Bawel lo, Sa. Minta di cipok ya pagi-pagi biar diem gitu sebentar, gue masih ngantuk."     

Sebal dengan jawab si cowok, membuat Nusa meraih satu bantal dan langsung di lempar tepat mengenai wajah sang lawan bicara. "Jawab!" pekiknya yang semakin nyaring.     

Biarin saja orang di rumah ini tau kalau cowok itu membawa dirinya yang bernotabene seorang cewek ke rumah —terlebih lagi satu kamar, ah bukan hanya itu tapi, SATU RANJANG—, supaya cowok tersebut malu.     

Terkekeh kecil melihat tingkah Nusa, membuat si cowok langsung menghembuskan napas. "Cuma gara-gara lo nih niat mau bolos terus bangun siang, eh malah lo mulutnya kayak toa." ucapnya sambil membenarkan posisi tiduran, menjadi sama dengan Nusa, yaitu duduk tegak. Namun ia tidak akan menyamai ekspresi cewek tersebut yang menatapnya seperti sosok kriminal.     

"Oke, pertama gini lo harus tau ya. Yang gantiin lo baju itu nyokap gue, gue si mau banget tapi nanti khilaf."     

Hampir saja Nusa ingin menampar cowok ini ketika mendengar perkataannya, namun ia tahan.     

"Yang kedua, lo orang asing dan gue gak tau rumah lo, makanya gue bawa lo kesini."     

"Ketiga. Kenapa lo bisa sekamar sama gue terlebih satu ranjang? Ya karna gue gak mau lo tidur di kamar gue yang bisa aja lo bebas keluar masuk, jadi biar aman lo di kamar gue. Kenapa kita satu ranjang? Karna gue gak mau tidur di sofa, dan gue juga gak mau biarin lo tidur di sofa."     

Nusa menganggukkan kepala, bahkan sampai menghembuskan napas lega kala mendengar apa yang dikatakan oleh cowok itu. "Oke." Ia hanya menanggapi seperti ini. "Aku mau pulang, yuk anter." ucapnya dengan nada bicara resah. Pasti Kak Rehan sudah menunggu kepulangannya, apalagi sampai tau kalau dirinya tidak ada kabar.     

"Lo gak amnesia kan?"     

"Maksud kamu apa?"     

"Masih inget sama alamat rumah?"     

"Masih…"     

Saat mendengar jawaban Nusa, cowok itu malu kembali bergelung ke dalam selimut. Sudah kembali tiduran dengan selimut yang menutupi tubuhnya. "Gue ngantuk."     

Nusa menolehkan kepala ke arah jam dinding, ia lagi-lagi menghembuskan napas pasrah di kala melihat jam yang menunjukkan pukul setengah 8 pagi. Yang dalam artian, ia sudah tidak memiliki waktu untuk berangkat sekolah, terpaksa absennya akan di beri tanda alfa pada absensi kehadiran para guru dan wali kelas.     

Entah apa yang harus Nusa katakan nanti pada Rehan, rasanya sangat panjang sekali perjalanan malam tadi. Kalau sosok cowok di sampingnya ini tidak datang menghampiri bahkan rela sampai wajahnya lebam, mungkin dirinya kini sudah tidak bernilai lagi dan kotor.     

Mengingat bagaimana peristiwa dari perkataan Alvira yang sangat menyakiti, sampai berakhir hampir terjadi pelecehan terhadap dirinya, ia rasa sesak datang menghampiri.     

Bagaimana kalau cowok di sampingnya ini tidak datang? Apa yang terjadi pada dirinya? Ia tidak bisa membayangkan apapun.     

Tanpa di sadari, kedua kelopak mata Nusa menampung cairan bening yang siap tumpah. Dan ya, beberapa saat kemudian air matanya benar-benat tumpah dengan sempurna membasahi kedua pipinya yang mulus.     

"Udah jangan lo pikirin hal yang gak penting, mendingan sarapan yok. Gue yakin nyokap gue dah buatin sarapan,"     

Tiba-tiba, suara bariton itu kembali terdengar. Sambil si sosok beranjak kembali dari tidurnya, dan kini sudah berdiri di sampinh kasur. Melihat Nusa yang diam dengan air mata yang tetap mengalir, membuat dirinya paham kenapa El bisa langsung menaruh hati pada cewek itu. Ia tersenyum, lalu menghilangkan pikiran tentang El.     

"Tunggu apalagi? Kok masih diem aja, kode minta di gendong apa gimana?" tanyanya.     

Nusa tersentak, lalu buru-buru beranjak dari duduknya dan berdiri tepat di samping si cowok. "Engga kok, gak minta di apa-apain. Ayo sarapan, Nusa laper banget." Alih-alih juga menghilangkan pikiran tentang kejadian tadi malam.     

Si cowok berdecak, lalu menjulurkan kedua tangan dan menghapus jejak air mata Nusa. "Berenti dulu dong nangisnya, masa makan sambil nangis?" ucapnya, lalu menurunkan kedua tangannya kembali di saat air mata itu sudah mengering. "Lo utang permintaan maaf sama gue, lo juga utang ngembalikn jaket gue yang waktu itu gue pinjemin di toilet pas lo di bully sama Priska dan temen-temennya."     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.