Elbara : Melts The Coldest Heart

Nusa Kemana? Rehan Khawatir



Nusa Kemana? Rehan Khawatir

0Malam hari adalah waktu yang menyenangkan bagi para manusia karena bisa beristirahat dengan tenang setelah seharian beraktifitas. Bagi sebagian orang mempergunakan waktu malam untuk melepas lelah, sebagian lagi ada yang menjadikan malam hari sebagai ajang begadang.     
0

Namun kini yang dirasakan Nusa tidak begitu pasti, ia entah memihak pada opsi sebagian orang yang pertama atau yang kedua.     

Dirinya tiduran di atas tempat duduk balok yang terdapat di dalam loker, mana mungkin dirinya tiduran di lantai karena sudah pasti kotor.     

"Tumben sekali gak ada tukang bersih-bersih, kan kalau ada aku bisa keluar dari sini."     

"El pasti marah banget nih sama aku karena aku gak ngasih kabar, tiba-tiba menghilang begitu saja."     

"Nusa kangen sama Kak Rehan, gak mau sendirian di ruangan ini. Nusa takut…"     

Begitulah gumam Nusa untuk mengisi kesepian di dalam ruangan ini. Ia takut, sangat takut dengan kesendirian. Beruntung, lampu tidak padam dan tetaplah terang benderang.     

Namun tak bisa di sangkal jika hawa menyeramkan terus menerus membuat pikiran Nusa menjadi tidak jernih, memangnya siapa yang tidak takut saat sendirian di gedung sekolah? Terlebih lagi terjebak di loker, tidak ada siapapun kecuali dirinya.     

Sudah beberapa jam mencoba menghibur dirinya sendiri, namun tidak bisa. Akhirnya, air mata mulai menetes dan membasahi kedua pipinya. Ini baru menunjukkan pukul 7 malam, untung saja ia memakai jam tangan yang bisa memberitahukan dirinya informasi waktu.     

"Emangnya gak ada yang nyadar ya kalau aku hilang?"     

Sedangkan di sisi lain …     

"Loh kok pintu rumah masih terkunci?"     

Rehan baru pulang ke rumah tepat pada pukul setengah delapan malam, hari ini cukup ramai, makanya ia lembur untuk membantu anak sore bekerja.     

Ia menaikkan sebelah alisnya kala sudah berhasil membuka pintu, namun tidak melihat sepatu Nusa yang diletakkan pada rak sepatu.     

"Ini anak kemana? Kok belum balik?"     

Tumben sekali, Nusa tidak pernah pulang telat apalagi sampai malam seperti ini walaupun belum terlalu larut malam. Ia sempat berpikir adik kesayangannya itu bersama dengan El, tapi di dalam benaknya berkata lain.     

Akhirnya, ia masuk dulu lebih dalam ke rumah lalu menaiki satu persatu anak tangga untuk menuju ke kamar Nusa. Dirinya perlu memeriksa terlebih dulu sebelum menelepon El dan menanyakan dimana keberadaan Nusa.     

Ceklek     

Pintu kamar terbuka, dan tidak terlihat apapun di dalam sana selain tatanan kamar yang masih sangat rapih dan dapat di tebak sang empunya belum mendaratkan tubuh di atas kasur.     

Ia masuk ke dalam dan menutup pintunya, lalu mendaratkan bokong di atas kasur untuk menelepon El.     

Panggilan tersambung …     

"Halo, Tuan muda." ucap Rehan yang to the point menyapa agar percakapan mereka tak terlalu memakan waktu.     

Kakak mana yang tidak khawatir saat mengetahui adiknya yang biasa pulang tepat waktu, hingga saat ini belum pulang, huh? Pasti khawatir sekali. Apalagi hanya sang adik yang dipunya, pasti rasa khawatirnya berkali-kali lipat.     

Terdengar deheman kecil di seberang sana, namun ada suara lainnya yang heboh sekali seperti tengah bermain PS karena terdengar suara Reza dan mungkin juga Mario? Asyik mengatakan oper-operan bola.     

"Kenapa?" balas El dari seberang sana, sudah pasti nada bicaranya memang selalu datar.     

Menarik napas panjang, lalu menghembuskannya dengan perlahan-lahan. Sungguh, ia sama sekali tidak memiliki bayangan kalau sang adik kemana. Pasalnya, dapat di tepat kalau cowok di seberang sana itu berada di rumah. "Lo kemanain adik gue? Sampe sekarang belum balik, di rumah lo?" Mencoba berpikir positif.     

Beberapa detik kemudian hening, tidak ada lagi suara dari seberang sana, namun dapat terdengar suara MC sepak bola yang memperkuat tebakan Rehan kalau di seberang sana juga tengah bermain PS. Suara berisik Reza dan Mario pun berhenti.     

"Halo, gue nanya kok gak ada yang jawab, ya?" sambungnya yang semakin khawatir, makanya nada bicaranya pun ikut menegas.     

"Oh, ha-halo.. Ini gue Mario."     

Suara Mario yang biasanya ceria kini malah terdengar gugup. Rehan menaikkan sebelah alisnya, oke kalau percakapan di oper pasti ada hal yang tidak beres.     

"JAWAB!" Rehan tidak mau bertele-tele, ia sama sekali tidak peduli kalau lawan bicaranya orang yang memiliki materi lebih tinggi jika dibandingkan dengan dirinya.     

"Santai bro, santai. Lo nanya Nusa kan? Nusa gak ada di sini, tadi bukannya udah pulang ya? Emang gak ngabarin lo?"     

"Gak, gue serius, Rio. Mana El? Gue mau ngomong sama dia, gue gak mau obrolan dialihkan kayak gini. Gue minta tanggung jawab, KEMANA ADIK GUE?!"     

Kalut, kedua mata Rehan langsung memerah. Ia mengepalkan kedua tangannya dengan erat, lalu menatap lurus seolah-olah sosok El ada di hadapannya.     

Terdengar ringisan di seberang sana. "Duh jadi gue yang kena, malah serem banget." Masih Mario yang berbicara. "El lagi otw ke rumah lo, jangan marah-marah lagi. Jujur kita bertiga gak tau apa-apa sumpah, nih gue sama Reza juga nyusul kesana."     

"Gimana gue gak marah? Adik gue loh belum pulang dan yang gue tau dia cuma deket sama lo bertiga!"     

"Iya Rehan, ini kita bantu cari. Jangan saling nuduh, El gak salah."     

"Kalau begitu cepet otw, bantu gue cari."     

"Iya, janga emosi, inget? Ini udah malam, sambil nenangin diri ya lo sambil doa."     

Rehan menganggukkan kepala dengan refleks, seolah-olah sang lawan bicara ada di hadapannya. "Thanks ya, gue bakalan hutang budi banget sama lo lo pada." ucapnya.     

"Santai gue bilang, lo punya kita. Ya udah gue sama Reza otw dulu, tapi kayaknya yang sampai duluan si El."     

"Iya gak apa-apa."     

"Nih kita otw, bye maksimal."     

Masih sempat-sempatnya bercanda, memang dasar Mario tidak bisa melihat suasana tegang sedikit pasti langsung turun tangan untuk mengisi suasana.     

Pip     

Saking marahnya, Rehan langsung mematikan sambungan telepon secara sepihak. Ia menaruh ponsel ke atas kasur, lalu menghembuskan napas dengan perlahan-lahan guna menghilangkan perasaan amarah yang berada di tubuhnya saat ini.     

"Gila, satu-satunya harta gue ilang." Ia mengacak-acak rambutnya dengan kasar. Merasa gagal menjadi Kakak, ia tidak becus terlebih lagi sampai lalai kehilangan kabar.     

Rehan menolehkan kepala ke atas nakas, tempat dimana adanya bingkai foto yang terpajang potret Nusa tengah tersenyum ke arah kamera. Sangat cantik, namun sangat polos.     

"Kakak gagal, maafin kakak…"     

Sekarang, waktunya menunggu kedatangan tiga orang sahabat yang akan membantu mencari Nusa. Ya, sekiranya seperti itu yang harus ia lakukan adalah menunggi karena kalau mencari sendiri pun mustahil karena… karena ia tidak pernah tau tempat kesukaan Nusa yang memungkinkan cewek itu berada di sana, atau tempat yang familiar bagi Nusa namun tidak bagi dirinya.     

Ya, Rehan baru menyadari kalau dirinya sendiri sebuta itu terhadap adiknya.     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.