Elbara : Melts The Coldest Heart

Diam-diam Perhatian



Diam-diam Perhatian

0"Tidak ada hal yang serius, hanya saja Nusa lemas dan fisiknya lemah mungkin karena belum makan."     
0

"Jadi dia gak kenapa-kenapa, Sus?"     

"Iya tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan, sampaikan pada El supaya tidak perlu terlalu cemas. Saya ingin keluar dulu,"     

//     

"Tuh kan El, lo tadi denger gak si suster ngomong apa ke gue? Nusa gak apa-apa, lo jangan berlebihan walaupun sebenernya gua juga panik sih."     

El yang tadinya tengah memperhatikan setiap sudut wajah Nusa yang sangat polos dan damai itu pun langsung saja menolehkan kepala ke sumber suara, terlihat Reza yang duduk di kursi lipat seberang brankar yang ditiduri oleh Nusaz     

"Denger." balasnya dengan singkat.     

Reza menatap El. Kedua manik mata cowok tersebut tidak bisa berbohong walaupun dinding pertahanannya dipertebal yang dalam artian kemungkinan akan memasang kembali muka datarnya. "El, lo ada rasa sama Nusa?" Ia kenal El sejak lama, dan perilaku cowok itu barusan bukanlah hal yang selalu ada.     

Mendengar pertanyaan tersebut membuat El menaikkan sebelah alisnya. "Maksud lo?" tanyanya dengan mada bicara yang terdengar sedikit keheranan.     

"Ya maksud gue, apa-apaan tadi? Lo gak pernah kayak gitu selain ada apa-apa sama nyokap bokap sama Alvira, tapi ini Nusa El, dia orang lain."     

"So?"     

"Dalam artian, seorang El khawatir dengan orang lain? Itu bukan lo. Dan kalau ini emang lo, Nusa udah buat perubahan di diri lo tanpa lo sadari."     

El juga merasa semenjak bertemu Nusa, dirinya seperti tidak terlihat seperti biasanya. Namun untuk pertanyaan Reza mengenai dirinya yang suka dengan cewek tersebut, oh ayolah ia tidak memiliki persasaan yang seperti itu, mungkin belum?     

"Gak suka." jawabnya sambil mengangkat bahu dengan refleks.     

Reza menghembuskan napasnya, lalu menganggukkan kepala saja karena percuma bertanya mengenai perasaan pada seseorang yang seperti tidak memiliki perasaan. "Eugh terserah lo deh El, nyerah gue asli. Lebih enak perjuangin Alvira daripada ngomong sama lo, lebih rumit daripada cewek-cewek." ucapnya sambil mengacak rambut dengan frustasi.     

El tidak menanggapi apa yang dikatakan oleh Reza, kepalanya kembali di tolehkan kepada Nusa.     

"Ini lagi Mario mangkal di mana dulu dah?" gumam Reza sambil melirik ke arah jam dinding, lalu menghembuskan napas karena sahabatnya yang disebut itu tak kunjung kembali. "Lo di sini dulu ya sama Nusa, gue takin seribu persen Mario malah makan dulu." sambungnya sambil beranjak dari duduknya.     

Melihat Reza yang bergerak, El langsung sigap. "Gue nitip roti satu buat Nusa," ucapnya sambil merogoh saku dan memberikan uang satu lembar berwarna biru yang terlihat masih mulus.     

Reza menatap El, lalu menggelengkan kepala. "Mentang-mentang di rumah sarapannya pake roti, malah nyuruh beliin roti buat Nusa." ucapnya sambil terkekeh kecil. "Nusa tuh butuh nasi, kalau roti mah gak bisa ngisi perut."     

Meringis kecil, benar juga dengan apa yang dikatakan oleh Reza. "Sorry, ya deh beliin apa aja."     

"Oke El, secepatnya gue balik kesini, gak kayak Mario yang gak tau kemana."     

"Yo, kembaliannya ambil."     

"Siap bos!"     

Setelah itu, El melihat Reza yang keluar dari UKS, menghilang di balik pintu yang kembali tertutup rapat-rapat.     

Menatap Nusa adalah hal terdamai yang tidak pernah dirinya lakukan, ia termenung, lalu bertanya-tanya oleh dirinya sendiri kenapa cewek ini berada di ruang renang sampai terkunci. Ada banyak pertanyaan, tapi pasti nanti saat Nusa sadar, tidak ada satupun pertanyaan yang bisa mewakili salah satu dari pikiran di kepalanya.     

"Eugh…"     

El terkesiap saat melihat Nusa yang sudah mulai menggerakkan kedua bola matanya, lalu dengan perlahan mulai terbuka dan membuat pandangan mereka bertabrakan satu dengan yang lainnya.     

Nusa masih menyetarakan pandangan karena tiba-tiba cahaya lampu masuk ke matanya. "Ini aku ada di surga ya? Kok ada bidadara?" tanyanya yang terdengar konyol.     

El menaikkan sebelah alisnya, bidadara dalam konteks bidadari untuk cewek dan bidadara itu untuk para cowok? "Ngawur lo." balasnya sambil beranjak dari duduk, ia berganti posisi menjadi berdiri di samping brankar cewek tersebut.     

Mendengar nada yang sedingin es, Nusa bisa menebak siapa yang berada di sisinya. "Bara?"     

"Bukan, gue El." balas El yang melarat.     

Tiba-tiba saja —kejadiannya begitu cepat—, Nusa langsung bangkit dari tidurnya dan memeluk tubuh El dengan sangat erat. Yang dirinya ketahui hanya dingin, gelap, dan kesepian. Tidak ada satu hari terkunci di sana, namun sudah membuat dirinya merasa setakut ini.     

El yang tidak pernah dipeluk cewek lain pun tubuhnya langsung menegang kaku, hei dirinya kan memang cowok dingin yang tak tersentuh lawan jenis. Biasanya saat Priska bergelayut manja di lengannya saja langsung ia hempaskan agar tidak sembarangan menyentuh, tapi Nusa.. apa dirinya tidak sadar telah memperlakukan cewek tersebut sampai masuk ke kategori 'spesial'?     

"Hutang cerita." ucapnya yang masih saja menagih kejelasan dari semua ini.     

Dada Nusa seakan naik turun, ia masih mempertahankan posisinya memeluk tubuh El sambil menganggukkan kepala dengan gerakan perlahan-lahan.     

Sudah, tidak ada jawaban dari Nusa, hanya anggukkan kepala saja. El tidak tau ingin bagaimana, akhirnya memutuskan untuk diam saja tanpa membalas pelukan cewek ini.     

"Ekhem, makin lama makin nempel aja nih di liat-liat kayak ulet bulu butuh daun."     

Tiba-tiba terdengar suara bariton yang membuat El langsung menjauhkan tubuh Nusa dari tubuhnya. "Maaf." ucapnya pada cewek di hadapannya itu.     

Menolehkan kepala ke sumber suara dan mendapatkan Reza juga Mario yang masing-masing membawa tentengan, berjalan ke arah dirinya dan juga Nusa.     

El kembali duduk, seolah-olah pelukan tadi tidak pernah terjadi walaupun rasanya sangat hangat, menempel dimtubuhnya.     

"Lo sih, Rio. Tuh kan bos marah," ucap Reza yang kompor karena melihat El yang langsung menajamkan tatapan.     

Mario menaikkan bahunya, seolah-olah tidak tau menahu. "Gue ga ikutan, takutnya nanti Nusa baper kan kasian. Mending Nusa sama Kak Mario aja yuk." ucapnya dengan nada guyonan, semua yang dikatakannya ini tidak ada yang bersungguh-sungguh.     

El memutar kedua bola matanya saja, lalu lebih memilih untuk bermain ponsel yang tadi diletakkan di atas nakas.     

"Nih lo makan dulu," ucap Reza sambil menyodorkan kotak nasi yang dirinya dapatkan dari Alvira. Jangan bertanya bagaimana kejadiannya, tapi ia sangat senang pada hari ini.     

Mario menganggukkan kepalanya. "Iya tuh lo makan dulu, kasian kesehatan lu kalau makannya kan telat tuh dari kemarin." ucapnya sambil menaruh gelas teh hangat ke atas nakas lainnya yang berada di sisi sebalah El.     

Nusa juga sudah kembali pada posisinya, ia duduk di atas brankar dengan wajah yang masih pucat. Menampilkan senyuman simpul untuk Reza dan juga Mario. "Makasih ya, kalian baik banget sama aku." ucapnya dengan nada pelan.     

Mereka berdua menganggukkan kepala, lalu Mario berjalan mendekati Nusa untuk membisikkan cewek tersebut satu hal. "Sebenernya ini El yang nyuruh kita, dia perhatian banget sama lo." bisiknya dengan nada bicara sekecil mungkin.     

Dan di saat itu juga Nusa langsung menolehkan kepalanya ke arah El yang ternyata sudah masuk ke dalam game online di ponsel. Ia tersenyum kecil, hatinya terasa hangat mendengar cowok beku itu perhatian padanya.     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.