Elbara : Melts The Coldest Heart

Bersyukur Dengan Keceriaan



Bersyukur Dengan Keceriaan

0Tepat pada pukul 9 malam, El pulang dari rumah Nusa bersama dengan Reza dan tentu Mario. Namun mereka bertiga beda jalan, jadi kini dirinya sudah berada di halaman rumah sendirian. Karena biasanya kedua sahabatnya itu mengintil kemana saja dirinya pergi.     
0

Ia sudah mandi dengan bersih di rumah Nusa, memakai baju Rehan karena tidak tahan dengan tubuhnya yang lengket, begitu juga dengan Reza dan Mario.     

El membenarkan tas yang tersampir di bahunya, setelah itu mulai berjalan memasuki rumah yang ternyata pintunya terbuka lebar. Mengucapkan salam di dalam hati, lalu langsung saja terlihat Alvira yang menjinjing tote bag di masing-masing tangannya.     

"Abis kemana lo?" tanyanya pada sang Adik yang tersenyum sumringah baru mendaratkan bokong di atas sofa ruang tamu.     

Mendengar itu, Alvira langsung melihat ke arah El dengan semangat. "Liat dong aku habis belanja. Di kasih uang jajan sama Daddy," ucapnya sambil mengangkat beberapa paper bag di udara, pamer sama sang Kakak.     

El menaikkan sebelah alisnya. "Dalam rangka apa?" tanyanya. Ia tau betul kalau sang Daddy tidak akan memberikan uang pada akhir pekan, selain ada acara penting atau hal lain sebagainya.     

"Mommy sama Daddy ke luar kota, terus Vira di kasih uang jajan deh."     

"Kemana?" Pasti mendadak, kalau tidak pagi tadi mereka —kedua orang tuanya— sudah memberikan kabar untuk pergi.     

"Ke Sulawesi, gak tau sih ada urusan apa. Cuma bilang mau ke sana doang, terus Vira gak nanya-nanya lagi."     

"Di kasih uang jajan berapa?"     

"Lima juta, Kak Bara juga di kasih kok. Kata Daddy udah di transfer ke rekening masing-masing,"     

"Buat berapa hari?"     

"Tiga hari."     

Memang kalau orang tua laki-laki itu sangat royal kepada sang anak, buktinya uang jajan 5 juta hanya untuk 3 hari? Yang benar saja.     

"Rezeki kan Kak? Nah makanya selagi ada uang, sebagai cewek mah shopping-shopping." sambung Alvira lagi dengan semangat yang masih full.     

El hanya menganggukkan kepala, merasa tidak penting dengan apa yang dikatakan oleh Alvira. Urusan berbelanja banyak barang adalah bagian dari cewek, para cowok mah tidak terlalu memikirkan hal tersebut.     

"Oh." balasnya. Hanya itu saja yang dirinya katakan, tidak ada hal lain selain itu.     

Alvira menjulurkan lidah, setelah itu menaruh seluruh tote bag yang berada di tangannya ke atas meja, tepat di hadapannya. "Uang Kak Bara buat apa?" tanyanya. Ia jarang sekali, bahkan hampir tidak pernah melihat El pulang dengan tangan yang memegang tote bag belanjaan seperti dirinya. Ya memang bukannya jarang sih, lebih tepat tidak pernah.     

El menaikkan bahu, merasa tidak tau dengan uang jajan yang diberikan oleh Daddy mereka. "Belum ada pikiran." ucapnya. Nada bicara yang datar sudah menjelaskan kalau dirinya belum minat untuk memakai uang tersebut.     

Lima juta untuk seorang cowok mah bisa habis sekali pakai, karena semua barang cowok itu rata-rata lebih mahal daripada para cewek. Lagipula El berpikir kalau jaket dan baju serta celannya masih banyak, jadi tidak ada yang perlu di beli lagi.     

"Eh ya Kak, tadi aku ke mall terus ada sepatu loh yang baru rilis. Mang sih mahal, tapi worth it to buy banget. Kayaknya cocok deh Kak Bara beli kalau lagi jalan sama si black."     

Jika ditanyakan 'black' itu siapa? Black adalah kendaraan El yang dinamakan seperti itu khusus nama yang diberikan oleh Alvira.     

"Ga minat."     

"Kakak tuh style-nya bagus loh, lebih bagus lagi kalau Vira pilihin."     

"Gue capek."     

Lagi bahas apa, malah menjawab apa. Ya begitu lah kira-kira seorang El yang malas sekali menanggapi percakapan kalau sudah bercabang, jadi ia lebih memilih untuk menyudahi.     

Melihat El yang seperti ingin pergi dari hadapannya, Alvira buru-buru langsung menghampiri cowok tersebut dan menahannya, dengan memeluk lengan El dengan sangat erat. "Eits, siapa yang bilang Kakak boleh pergi?" tanyanya.     

"Gue." jawab El.     

Tidak ada yang bisa memerintah dan hanya bisa diperintah olehnya, itu adalah penjelasan singkat lainnya tentang El.     

Alvira menekuk senyuman. "Aku masih ada urusan sama Kakak, aku dateng ke kamar Kakak ya habis naruh barang-barang di kamar ku?" ucapnya yang meminta izin terlebih dulu. Kamar yang tak tersentuh, adalah kamar El. Namun yang terkadang berani masuk asal-asalan ya adalah dirinya seorang.     

"Iya." Jawaban El selalu saja singkat, padat, jelas. Padahal tau sendiri kalau Alvira adalah adik kesayangan, namun tak luput sifat datarnya tetap melekat di tubuh.     

Alvira mencubit pinggang El, merasa sebal dengan tingkah sang Kakak yang begitu. "Senyum dong! Kan biar Alvira semangat menjalani hari-hari," ucapnya pura-pura sebal.     

El tau kebiasaan Alvira adalah menyuruh dirinya tersenyum, setiap hari. Tapi hal tersebut tidak menjadikan dirinya terbiasa dengan senyuman, rasanya masih aneh saat sebuah senyum terlihat jelas di permukaan wajahnya.     

Akhirnya, El menunjukkan sebuah senyuman. Entah mengapa, hari ini lebih terlihat lebih tulus daripada biasanya yang terlihat keterpaksaan.     

Alvira memeluk tubuh El, pelukan hangat sambil mengendus wangi dari tubuh kakaknya. "Wangi Kak Rehan." ucapnya sambil melepaskan pelukan.     

El menganggukkan kepala, ia membenarkan dugaan Alvira. "Iya, ini bajunya dia."     

"Oh.. emang Kak Bara abis ngapain? Kok pakai bajunya Kak Rehan?"     

"Abis ke rumahnya."     

"Emang dia gak kerja ya? Perasaan aku tadi mampir ke sana, kayaknya ngeliat dia."     

"Nusa."     

Kebiasaan El, yaitu suka ngomong singkat-singkat seperti ini yang membuat sang lawan bicara kebingungan seperti Alvira saat ini.     

"Hah? Kan lagi bahas Kak Rehan bukan bahas Nusa." balas Alvira. "Aku mau ke kamar Kak Bara ya mau nanya tentang Nusa tapi kan itu nanti bukan sekarang, sekarang bahas Kak Rehan."     

"Rehan Kakak-nya Nusa."     

Terkejut bukan main, bahkan Alvira pun sampai membelalakan kedua bola matanya. Ia tidak tau apapun mengenai ini, ya dirinya juga bukan termasuk ke dalam cewek kepo sih… tapi tetap saja kali ini penasaran. "Wah dunia ternyata sempit banget ya asli, kalau kayak gini caranya aku kapan-kapan mau main akh."     

"Ngapain?"     

"Emang gak boleh?"     

El hanya mengangguk-anggukkan kepala saja, berbicara dengan cewek emang butuh effort yang lebih besar daripada berbicara dengan Mario yang sama halnya sih namun lebih menguras tenaga.     

"Jadi Kak Bara disana dari pagi? Sekolah rame banget tau, pas Kakak pergi dari sekolah sampai jam pulang aja masih jadi hot hews, keren."     

'Apanya yang keren?' batin El.     

"Ya udah gue mau ke kamar,"     

"Oke Kak, calling calling ya!"     

Setelah itu, malah Alvira duluan yang melesat dari hadapannya sambil mengambil tote bag yang tadi diletakkan di atas meja, lalu berlari ke arah kamarnya yang berada di lantai dua.     

Dalam hati, ia masih bersyukur memiliki orang-orang yang membawa keceriaan di dalam hidupnya. Kini, ia yang akan berperan sebagai penjaga seorang cewek supaya tidak kehilangan keceriannya.     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.